Guru honorer adalah guru yang upahnya tidak tetap. Sementara tugas dan pekerjaannya sama seperti seorang guru yang upahnya dihitung dari jumlah jam mengajar. Ada juga yang diupah melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)/Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) 3 bulan sekali.
Isu pemecatan guru honorer sudah mulai terendus. Di Ibu Kota, misalnya, sekolah-sekolah negeri di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur mulai melakukan pemecatan terhadap guru-guru honorer mereka. Tidak menutup kemungkinan guru-guru honorer di sudut Jakarta lain akan menghadapi nasib yang sama, mulai dari SD, SMP, hingga SMA.
Cerita ini bermula di awal Juli 2024, saat ajaran baru sekolah dimulai. Gelombang pemecatan di awal Juli tersebut dilakukan secara sepihak dengan istilah “cleansing” atau pembersihan. Seharusnya istilah “cleansing” ini digunakan untuk suatu hal yang kotor, namun istilah itu digunakan untuk membersihkan manusia dari pekerjaanya.
Baca juga: Guru dan Tendik Jabar Tolak P3K Paruh Waktu dan Tuntut Kesejahteraan
Pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta berdalih bahwa kata “cleansing” digunakan untuk menyesuaikan data guru honorer yang terdapat di sekolah-sekolah negeri. Namun yang terjadi di lapangan, pemecatan massal secara sepihak membuat ratusan guru honorer kehilangan pekerjaannya.
Hari Minggu, 21 Juli 2024, Pj Gubernur Jakarta Heru Budi menginstruksikan kepada seluruh kepala sekolah di Jakarta untuk berkumpul di International Velodrome. Sebelumnya, kami mencatat lebih kurang 4.000 guru honorer dipecat.
Baca juga: Guru Adalah Pekerja, Guru Berhak Berserikat
“Karena satu sekolah ada yang satu, ada yang dua,” ujar Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.
Sementara itu Plt Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyudutkan para Kepala Sekolah tentang perekrutan guru honorer tanpa melalui Dinas Pendidikan. Untuk diketahui, Jakarta mengalami kekurangan tenaga pengajar yang membuat banyak kepala sekolah negeri akhirnya mengirimkan Analisa Jabatan (Anjab) ke Sudin dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Namun tetap saja prosedur seperti itu tidak langsung bisa ditempatkan di sekolah tersebut.
Guru honorer di Indonesia sengaja dirawat dan dipelihara oleh negara. Kondisi itu diciptakan agar para guru berpikir bahwa untuk menjadi tenaga pengajar yang profesional dengan upah layak, dia harus memulai karir dari guru honorer, meskipun tanpa kepastian kerja.
Baca juga: Guru Honorer dalam Pusaran Politik Elektoral
Sudah seharusnya Upah Minimum Provinsi (UMP) dihapus dan diganti Upah Minimum Nasional (UMN) agar tidak ada lagi sekolah yang memberikan gaji semaunya saja. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen no 14 tahun 2005, guru honorer dijamin penghasilannya tanpa ada tindakan diskriminatif. Namun, selagi masih ada istilah guru honorer di Indonesia, maka hal ini akan terus menjadi sebuah stratifikasi sosial yang sangat tinggi.
Baca juga: Saya Guru Honorer, Saya disandera Kontrak Kerja
Mudah sekali menemui realitas itu di lapangan, mulai dari status guru yang menimbulkan diskriminasi hingga tidak adanya patokan upah yang diberikan di sekolah-sekolah swasta. Perlu diketahui ada beberapa sekolah swasta yang membayar guru sesuai dengan jumlah jam mengajar, seperti 1 jam pelajaran dihargai hanya Rp8 ribu. Sementara di kota besar seperti Jakarta, masih ada beberapa guru yang diupah di bawah Rp2 juta. Biasanya, hal itu terjadi di sekolah swasta yang hanya merekrut lulusan baru dan diiming-imingi ‘pengabdian’.
Sementara di sekolah negeri ada juga guru yang masih diupah per 3 bulan dengan alasan pembayarannya menggunakan BOD/BOP. Pada akhirnya tidak ada standarisasi pembayaran upah yang layak untuk guru honorer di Indonesia.
Baca juga: Benang Kusut Guru Honorer dan Jerat Kejahatan Upah Murah
Permasalahan guru honorer akan terus menjadi momok bagi negara ini jika harus melihat kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Nyatanya para sarjana lulusan pendidikan tidak banyak yang berminat menjadi guru. Saya mengambil sampel dari lulusan sarjana pendidikan yang berkuliah di fakultas pendidikan dan keguruan. Dari 100 orang di angkatan saya, hanya sekitar belasan yang menjadi guru, sisanya mereka bekerja di tempat-tempat kerja lain.
Mengintip nestapanya nasib guru honorer, negara harus menjamin kehidupan guru honorer sebagaimana tercantum dalam UU Guru dan Dosen bahwa seorang guru adalah seorang guru, tidak ada status guru honorer lagi di negeri indonesia. Negara juga harus menjamin kepastian kerja bagi guru honorer sekaligus kebutuhan finansialnya. Tidak boleh terjadi lagi pemberhentian secara sepihak, baik dari pihak sekolah maupun dari Dinas Pendidikan daerah di seluruh Indonesia.
SAJAK KASTA GURU di INDONESIA
Guru Tonggak peradaban
Menyunting sekuntum Bunga bermekaran
Memaksa melawan segala bentuk zaman
Menyicipi secercah harapan
Guru Pelita dalam kegelapan
Mengheningkan cipta pada Kemerdekaan
Nasibmu tak sebanding dengan Harapan
Seolah olah negara tidak mempedulikan
Melihat sistem yang tidak relevan
Dengan segala bentuk dari sistem warisan
Memacu keinginan demi kesejahteraan
Jika itu yang katanya tugas panggilan
Ohh guru nan sentosa
Perbedaan status menimbulkan kesan
Ada yang berseragam putih hitam
Ada pula yang berseragam kebiruan
Guru Honorer tanpa upah minimum nasional
Beberapa kasus misalnya
Seorang guru diceraikan istrinya
Karena tak mampu menopang ekonominya
Guru tugasmu mulia
Menjadikan para penerus bangsa
Ada kalanya kau disederajatkan oleh penguasa
Tapi apa daya jika ilmu pengetahuan kalah dengan keadaan
***
Penulis : Andi Febriansyah Rahmadana (Anggota Guru Honorer Muda)
Editor: Dedi Muis