Categories
Editorial

Septia Bebas! Upaya Jhon LBF untuk Cuci Dosa, Sia-sia Sudah

Rabu 22 Januari 2025, kabar gembira datang dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Majelis hakim membebaskan Septia Dwi Pertiwi dari semua dakwaan. Hakim juga memerintahkan agar nama baik Septia dipulihkan dan segala kerugian yang dideritanya harus ditanggung oleh negara.

Sebagaimana diketahui, cuitan Septia di twitter (x) tentang kondisi buruk di tempat kerjanya yang terdahulu (PT Hive Five) membuat berang bekas majikannya. Septia dilaporkan ke polisi, dikurung di rumah tahanan, lalu diseret ke pengadilan. Dia didakwa atas pelanggaran Undang-undang ITE terkait pencemaran nama baik.

Jelas sekali kasus ini mempertontonkan hasrat majikan menghukum buruh yang dianggap kurang ajar mengungkap pelanggaran hak-hak perburuhan. Antara lain, hak atas upah layak, upah lembur, jam kerja yang masuk akal, dan pembayaran iuran BPJS.

Kasus Septia mengundang perhatian luas. Kemungkinan besar karena pelapornya adalah Henry Kurnia Adhi. Dia pesohor yang getol berkeliaran di berbagai media sosial dengan nama Jhon LBF. Nama yang aneh dan sukar dilafalkan. Lagi pula, kalau memang mau memakai nama yang ke-english-english-an, John lebih lazim dari Jhon. Tapi, ya sudahlah. Untuk apa pula memberi saran.

Jhon LBF diketahui menjalankan rupa-rupa bisnis di banyak perusahaan.  Antara lain,  Jhontraktor, Jhonskin, Jhontax, Jhontainment, Mevol dan Jhon LBF Coffee Shop.  Warga net mengenal pengusaha asal Semarang sebagai orang berhati mulia. Saat kasus Septia ramai diberitakan pun, dia tetap muncul di media sosial, membuat komentar, dan tetap membuat konten yang memperkuat citranya sebagai majikan dermawan.

Simak beberapa berita tentang Jhon LBF dan konten media sosial yang pernah dibuatnya:

Bagi-bagi Duit

Sebagaimana diungkap oleh Septia di twitter (x), Jhon LBF kerap memotong upah buruh tanpa alasan yang masuk di akal dan dapat diterima. Lho, katanya dermawan?

Cuitan Septia tentulah bertentangan dengan citra diri Jhon LBF selama ini. Seiring membesarnya dukungan dan solidaritas terhadap Septia, buru-burulah dia menyebar konten tandingan.

Salah satunya adalah yang diunggah di akun tiktok @jhonlbf4162 pada 13 September 2023. Di situ tampak si pesohor ini membagikan uang dari balik jendela mobil mewah, untuk orang yang dia pekerjakan merawat burung-burung peliharaannya. Konten yang lumayan meyakinkan.

Mempekerjakan Penganggur dan Disabilitas

Menurut Septia, dalam cuitannya yang terkumpul di akun tiktok @infoberita12, Jhon LBF kerap memaki dan mengancam pecat buruh yang lambat atau bahkan tidak membalas pesan chat. Dalam salah satu percakapan di chat group, pesohor ini menulis begini:

“HRD dan BRYAN SAYA UDAH GA MAU NIH ORANG SENIN ADA DI KANTOR SAYA

KURANG AJAR BANGET WA SAYA DIBACA DOANK

BRYAN URUS SERAH TERIMA DENGAN DIA BESOK MINGGU”

Pada sidang pengadilan 18 Desember 2024, Septia membeberkan bahwa pemecatan mendadak tanpa adanya peringatan membuatnya bagai bekerja di ujung jurang.

“Pemecatan dan pemotongan gaji itu membuat mantan-mantan buruh sangat trauma. Hal itu sangat menyakitkan bagi kami. Tidak sedikit yang keluar dari sana dalam keadaan psikisnya terganggu dan butuh pertolongan mental agar dapat kembali hidup normal,” ungkap Septia.

Sesudah rangkaian pemecatan itu, lebih buruk lagi, Jhon LBF melarang mantan buruh dan buruh yang masih bekerja di perusahaan untuk saling berteman.

Gambaran di atas sama sekali berbeda dengan tuturan dalam tribunnews.com yang menggambarkan betapa terharunya Jhon LBF dengan kegigihan pembuat konten bernama Junaedi, seorang dengan disabilitas.

“Kaum disabilitas harus kita perhatikan,” oceh Jhon di situ.

“Harapan saya ini bisa jadi motivasi, inspirasi buat perusahaan tanah air buat jangan pilih-pilih karyawan,” imbuhnya. Pesan sangat inspiratif, yang menyembunyikan tabiat sesungguhnya pesohor ini sebagai majikan.

Mengupah Tinggi

Selain konten medsos bagi-bagi duit di atas, ada konten lain yang memperlihatkan Jhon LBF menjanjikan bonus dan upah tinggi bagi buruh-buruh PT Hive Five. Konten yang mengecoh. Seakan-akan pengusaha berumur hampir 40 tahun ini adalah majikan yang murah hati mengupah buruhnya.

Kenyataannya tidak begitu. Sudah pekerjaan menumpuk, upahnya kurang pula. Media buruh marsinah.id mengabarkan bahwa Jhon LBF sering memaksa buruhnya bekerja nyaris 24 jam. Ya, dua puluh empat jam. Meskipun jam kerja sudah usai, perintah tetap datang melalui telepon genggam. Notifikasi pesan terus saja datang, dan harus dijawab segera.

“… misalkan pulang kerja jam setengah enam tapi sampai malam itu harus standby buat balesin klien,” ujar Septia kepada marsinah.id 

Tentu saja, si kikir Jhon LBF mengupah di bawah ketentuan upah minimum. Buruh-buruhnya ternyata hanya diupah diupah Rp3 Juta saja per bulan. Bahkan lebih kecil dari Upah Minimum Propinsi Jakarta pada tahun 2016.

**

Perjalanan kasus Septia tentu cukup melelahkan, baik bagi Septia sendiri, tim penasehat hukumnya, dan berbagai serikat buruh yang terus mendukungnya. Tak boleh dilupakan pula dukungan dari warga net yang tanpa lelah menggelorakan kampanye dengan berbagai macam tagar (#KriminalisasiSeptia, #KriminalisasiBuruh, #BuruhPerempuan, #PelanggaranPerburuhan).

Sengketa hukumnya sendiri sudah berakhir. Dengan manis dan melegakan. Agar kasus itu tidak menguap begitu saja dari ingatan, ada beberapa aspek dari perjalanan kasus Septia yang perlu untuk dicatatkan.

Pertama, harus tetap dinyatakan bahwa Septia sudah melawan dengan sekuat tenaga, dengan sebaik-baiknya, meski lawan yang dihadapinya adalah orang yang sangat terkenal.  Harus ditegaskan, majikan adalah majikan saja. Dan, semua majikan harus menghormati hak-hak buruh. Tak peduli dia adalah pembuat konten terkemuka, orang terkenal, pesohor atau selebritis, atau bahkan bintang yang bersinar paling terang di media sosial.

Kedua, ketika majikan adalah pesohor di media sosial, dia bisa–secara salah–mengerahkan  pengaruhnya untuk membangun citra dirinya dan membangun opini publik tertentu yang mengecoh. Misalnya, pada kasus ini, citra tentang majikan murah hati yang memperlakukan orang lain secara manusiawi, terhormat, dan terpuji. Kejadian serupa demikian sebenarnya banyak. Perusahaan yang getol menyunat upah gemar pula menyelenggarakan acara sunat massal (yang secara aneh disebut bakti sosial). Pertambangan minyak dan batu bara yang bertahun-tahun mengotori tanah dan udara, bisa sekonyong-konyong melalui website-nya berkhotbah tentang pentingnya menjaga lingkungan. Pengusaha pakaian jadi yang mempekerjakan ribuan buruh perempuan, dan membiarkan pelecehan seksual marak di pabrik, bisa dengan entengnya mendirikan yayasan amal yang menyelenggarkaan seminar tentang hak-hak perempuan. Ungkapan yang paling tepat untuk semua contoh ini adalah, lain di mulut lain di tindakan. Apa yang muncul di media sosial, bertolak belakang dengan tabiat sehari-hari di tempat kerja.

Ketiga, Jhon LBF membidik Septia menggunakan pasal-pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jhon LBF yang terkenal, tentu  tidak punya halangan untuk mengakses informasi dan pengetahuan, sangat disarankan untuk belajar lebih banyak tentang ITE, kebebasan berpendapat, dan hak asasi manusia. Jadi, mulailah belajar dengan tekun dengan membaca website ini: SAFEnet

 

**

Pada hari yang sama, 22 Januari 2025, sebentar sesudah hakim membacakan putusan atas kasus Septia, pesohor Jhon LBF kembali muncul di laman instagramnya. “Sengaja Saya Buat Begitu Biar Kamu Senang dan Bisa Melanjutkan Hidup,” tulisnya di instastory bertagar #belaskasihan.

Sumber: instagram @turc_id

 

Redaksi Trimurti