Trimurti.id, Bandung – Pasca laporan terkait indikasi praktik mafia tanah yang dilakukan tiga bersaudara Muller beserta PT Dago Inti Graha (PT DIG) diterima oleh Kantor Staf Presiden (KSP) 12 Oktober silam. Akhirnya Tim Agraria Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP), Usep Setiawan dan Sahat M. Lumbanraja, menampakan batang hidupnya di Balai Rukun Warga (RW) 02, Dago Elos, Kota Bandung pada Selasa, 7 Mei 2024. Kedua pelaksana tugas KSP itu mulai bekerja untuk menindaklanjuti laporan warga.
Pada pertemuan kali ini, sekitar puluhan warga bersama Tim Advokasi Dago Elos menyemut di ruangan Balai RW O2, Dago Elos. Di hadapan kedua pelaksana tugas KSP, para warga menjelaskan kejanggalan dalam konflik lahan di Dago Elos yang membuat resah warga sejak 2017 silam. Karena saban waktu, warga masih dihantui ancaman penggusuran yang bisa kapan saja terjadi tanpa diduga.
Warga bercerita saat mencoba melaporkan tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh tiga bersaudara Muller (Heri Hermawan, Dodi Rustendi, dan Pipin Sandepi) dan PT Dago Inti Graha. Pihak kepolisian malah menolak laporan warga dan mengintimidasi warga.
Baca juga: https://trimurti.id/jam-istirahat/foto-bercerita-dago-elos-dalam-tiga-hari-geruduk-jakarta/
Padahal sudah jelas. Dokumen Penetapan Ahli Waris (PAW), yang digunakan tiga muller bersaudara untuk menjelaskan asal-usul keluarga mereka dan membuktikan bahwa mereka pewaris lahan di Dago Elos, memuat keterangan palsu. Dokumen PAW itu menyebut bahwa George Hendricus Wilhelmus (GHW) Muller–buyut mereka—merupakan utusan kerajaan Belanda. Tapi pada kenyataannya, GHW Muller hanyalah administratur perkebunan swasta biasa di era pendudukan kolonial Belanda.
Para warga Dago Elos juga memahami sepenuhnya apabila dokumen Eigendom Verponding juga sudah tidak berlaku sesuai amanat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Senada dengan para warga, Usep juga mengatakan jika alas hak barat semacam Eigendom Verponding sudah berakhir. Karena tidak dikonversikan menjadi alas hak sesuai ketentuan pertanahan Republik Indonesia.
Sementara itu, ada beberapa warga sudah mengupayakan sertifikasi hak kepemilikan lahan pada tahun 1986 dan 2000. Tetapi masih belum diproses oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Bandung hingga hari ini. Menanggapi hal tersebut, Usep Setiawan akan melakukan komunikasi dengan kantor pertanahan terkait pendaftaran hak pertanahan yang merupakan hak warga negara.
“Besok kami cek, kenapa kantor pertanahan Bandung belum merespon hal itu.” ujar Usep saat ditemui para jurnalis usai menghadiri pertemuan warga.
Usep juga berpesan pada instansi-instansi pemerintah yang menangani konflik lahan di Dago elos. Untuk melakukan pelayanan publik dengan baik. “Kami menghimbau pada pihak yang berwenang meninjau objek ke kelapangan siapa yang berhak atas tanah di sini. Kebijakan (harus) dibuat berkeadilan.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa pemerintah harus bersifat objektif melihat fakta di lapangan, jika kenyataannya warga Dago Elos sudah berpuluh-puluh menghuni. Maka, warga harus diprioritaskan mendapatkan hak atas tanah tersebut, sebagaimana diamanatkan oleh UUPA.
Baca juga: https://trimurti.id/telusur/dago-elos-dalam-pusaran-bisnis-keluarga-hartanto/
Tim Agraria Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) juga mendorong warga melakukan pemetaan partisipatif sebagai prasyarat mengikuti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pada lawatan berikutnya, kedua pelaksana KSP itu akan menyambangi Kantor Badan Pertanahan kota Bandung dan Kepolisian Daerah Jawa Barat untuk menggali informasi terkait kasus konflik lahan di Dago Elos.
Dua dari Tiga Muller Bersaudara Ditetapkan Sebagai Tersangka
Pada saat yang sama, melalui surat yang diterbitkan pada 6 Mei 2024, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat menetapkan Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustendi Muller sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen. Hanya menyisakan nama Pipin Sandepi Muller yang entah bagaimana nasibnya.
Bagi Nazer, koordinator Tim Advokasi Dago Elos, kabar ini merupakan kemenangan kecil warga usai beragam upaya hukum dilakukan hampir satu tahun. Menurut pria muda itu, meski dua dari tiga bersaudara Muller sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia sungguh menyayangkan upaya pihak kepolisian yang sangat lamban dalam memproses pelaporan warga.
Baca juga: https://trimurti.id/telusur/dago-elos-dan-teka-teki-tentang-keluarga-muller/
Bahkan warga harus dihujani gas air mata hingga mendapat tindakan represif dari pihak kepolisian saat peristiwa 14 Agustus silam.
Nazer belum puas bila dua Muller hanya ditetapkan sebagai tersangka. “Udah ini (ditangkap), Kami pengennya Muller bersaudara itu cepet-cepet dipenjara,“ beber Nazer saat ditemui jurnalis Trimurti sesudah konferensi pers.
Ia juga mengingatkan bahwa kemenangan kecil bukanlah hadiah pemberian negara. Kemenangan ini adalah buah dari perjuangan panjang warga dan solidaritas gerakan rakyat yang penuh darah dan air mata.
Reporter: Baskara Hendarto
Editor: Hirson Kharisma