Categories
Editorial

Sudah Seabad Pengurusnya Masih Sama, Itu Serikat Apa Sekte?

Trimurti.id – Sejatinya, serikat buruh merupakan wadah berkumpul bagi para buruh untuk meluapkan keresahan seraya mencari jalan keluar bersama atas persoalan yang dialami buruh—di dalam maupun di luar tempat kerja. Serikat buruh juga berguna menjadi alat perjuangan untuk menghadang kesewenangan majikan dan negara yang merugikan hajat hidup kelas buruh. 

Kini, memang perjalanan serikat buruh tak semulus yang dikira. Kiprah politik selalu dijegal oleh pelbagai regulasi negara yang sangat anti-buruh, dan majikan yang tentu sangat alergi melihat buruh berkumpul dan berserikat. 

Serikat buruh juga masih menghadapi masalah akut tentang upah dan kondisi kerja, jerat pinjaman online (pinjol), pelecehan, hingga diskriminasi yang terus menggerus setengah kewarasan para buruh. 

Pun demikian, serikat buruh harus menghadapi tantangan ihwal regenerasi angkatan kerja baru. Sebenarnya buruh-buruh muda, yang berada di dalam angkatan kerja baru,  memiliki persoalan yang kurang lebih sama dengan pendahulunya.

Namun, sebagian besar buruh-buruh muda sukar bergabung dengan serikat buruh.

Sementara, Trimurti.id mendapat informasi dari buruh-buruh muda tentang serikat buruh; kegiatan serikat tak ubahnya aktivitas yang hanya dilakukan oleh orang dewasa saja (baca: bapak-bapak).

“Pengurus serikatnya itu-itu saja. Kegiatannya gak asik. Huuuhh!“

Celotehan buruh-buruh muda itu mungkin ada benarnya. Cerita klasik tentang pengurus serikat yang tidak ganti-ganti dan  menjabat selama lebih dari abad sudah jamak kita dengar. Tetapi pembahasan ini acapkali menguap begitu saja. Karena perdebatan mengenai regenerasi kepengurusan serikat hanya akan bermuara dalam hal ketersediaan dan kesiapan serikat melakukan regenerasi. 

Biasanya pengurus serikat macam ini akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan posisi jabatan dan agenda kepentingannya saja. Gerak-geriknya mirip sekali dengan politikus negara +62, misalnya dalam pemilihan ketua serikat dan penentuan agenda serikat. 

Pada proses pemilihan ia akan menjelek-jelekan rivalnya dan tak ragu menyuap anggotanya dengan sejumlah uang. Saking mabuknya terhadap jabatan, ketika sudah terpilih, yang diutamakan hanya kepentingan politiknya saja, sementara agenda memajukan serikat buruh, seperti membuat kegiatan yang asik dan menarik minat anak muda di dalam serikat dinomor sekiankan.

Maaf-maaf kata, bukan maksud nyinyir nih, kalau begitu terus, lalu bagaimana nasib buruh muda yang didominasi kalangan Gen Z? Jangan-jangan aktivitas serikat memang dikhususkan untuk bapak-bapak semata. Dan, kita masih terjebak dalam adat dan paham tua?! Cuakkssss ~~

Penulis: Baskara Hendarto

Editor: Dedi Muis