Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) kota Bandung mengacam akan membubarkan paksa aksi kampanye solidaritas palestina (All Eyes on Raffah) di Taman Cikapayang, Kota Bandung, pada Jum’at 10 Mei 2024.
Menurut Dono, salah seorang massa aksi. Sekitar 10 Anggota Satpol PP yang datang mengendarai 8 motor trail, memarkir motor dan langsung mengintimidasi salah satu peserta aksi.
“Ini siapa yang bikin gini-gini,” sebut petugas satpol pp tersebut seraya menuding tenda dan spanduk yang digelar di lokasi.
Mendengar ucapan tersebut dari lokasinya duduk, Dono salah satu peserta aksi datang menghampiri. Belum juga menjawab, petugas tersebut langsung memburu berbagai pertanyaan.
“Ini mana izinnya? Bikin keramaian ini harus ada izin,” ucapnya sambil bertolak pinggang.
Kesal mendengar pertanyaan tersebut, Dono sontak menjawab
“Aturan mana yang menyebutkan dilarang mendirikan tenda di taman? Kan ini fasilitas publik,” sergah Dono.
“Iya, tapi aktivitas ini mengganggu ketertiban umum,” ucap pol pp seraya berkelit.
“Mengganggu apanya? Sejak kamis kami di sini tidak ada masyarakat yang protes, malah kami diapresiasi,” jelas Dono.
Mendengar penjelasan Dono, Pol PP terus mencari alasan untuk membubarkan aksi solidaritas. Kini mereka menuding tenda dan spanduk membuat taman terlihat kumuh.
“Taman ini kan dibuat untuk dibagus-bagus, sekarang kalian pasang beginian bikin pemandangan jelek,”
Dono makin kesal. Ucapan tersebut baginya tidak masuk akal.
“Kalo spanduk ‘Hentikan Genosida’ ini kumuh dan harus dibersihkan, kalian juga harusnya nyabut spanduk parpol itu” jelas Dono sambil menunjuk beberapa spanduk parpol di seberang taman.
Mendengar ucapan Dono Pol PP bergeming.
Warga Kabupaten Dilarang Ke Kota Apalagi Ikut Aksi Solidaritas
Sesudah menguliahi soal izin administrasi yang kurang penting, salah satu satpol PP sekonyong-konyong meminta Dono untuk menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Dono. Hal yang sebenarnya tidak ada urusannya dengan aksi kampanye dan solidaritas Palestina.
“Ini kamu orang Kabupaten, ngapain (main) ke kota,” ujar Satpol PP usai melihat KTP Milik Dono
“Emangnya kenapa pak? Ini kan ruang publik, saya gak boleh ke sini?”balas Dono dengan kesal.
“Iya ruang publik juga harus ada izin,” kembali pol Pp menggunakan dalih izin.
“Pa saya orang kabupaten, beli rokok di mini market sana, pajaknya kan masuk daerah. Saya berhak dong melakukan aktivitas seperti ini. Dan saya juga sudah jelaskan, masyarakat justru mengapresiasi,” jelas Dono sambil menggelengkan kepalanya, merasa heran dengan penjelasan sederhana pol PP tetap tak mengerti.
Satpol PP hanya bisa terdiam. Ia kembali membelokan arah pembicaraan seputar izin, dan lagi-lagi menguliahi Dono beserta kawan-kawan tentang cara mengungkapkan aspirasi yang benar.
Di penghujung pembicaraan, seorang Satpol PP kembali menyuruh Dono dan ketiga rekannya untuk membereskan perangkat aksi. Karena mobil penertiban akan datang kembali, untuk mengakut peralatan aksi kampanye.
Polah tingkah Satpol PP sangatlah mencerminkan watak represif dan otoriter negara yang tidak menghendaki rakyatnya mengungkapkan pendapat. Padahal bangsa ini sepakat bahwa segala penjajahan di muka bumi ini harus dihapuskan.
Reporter: Baskara Hendarto
Editor: Abdul Harahap