Categories
Kabar Perlawanan

Sehari Bersama Buruh PT Graha Fortuna Purnama

Tepat di samping Jalan Raya Mauk Km 5, Periuk, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, Banten, terdapat sebuah pabrik yang membuat berbagai peralatan yang bersumber dari material Fiber Reinforced Polymer (FRP). 

Produknya bermacam-macam, mulai dari tandon/tangki air, scrubber, cerobong asap, stact pipe, hingga lapisan FRP untuk peralatan baja dan beton. Kabarnya, produk-produk tersebut dijual dengan harga fantastis. Pipa dan tandon hasil produksi pabrik ini bisa mencapai harga 5 juta hingga 4 miliar rupiah. Coba saja hitung kasar berapa yang diperoleh perusahaan apabila menjual ratusan produk tersebut selama sebulan.

Di bawah terik matahari Kota Tangerang yang menyengat disertai debu dari kendaraan dan cerobong asap yang beterbangan di udara, kalkulasi-kalkulasi sekenanya itu saya bayangkan sepanjang perjalanan menuju tempat di mana para pekerja dari perusahaan tersebut mendirikan tenda.

Dari kejauhan, tampak beberapa bendera bertuliskan Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) berkibar membelakangi tembok putih pucat setinggi tiga meter. Di baliknya, produksi PT Graha Fortuna Purnama sedang berlangsung. Sementara di luar, para buruh yang dipecat majikan sedang berkerumun di bawah tenda protes.

Tiba di depan gerbang pabrik yang disulap menjadi parkiran kendaraan para buruh yang melakukan protes, kami disapa oleh poster-poster tuntutan tentang pemecatan dan pesangon layak.  

Saat itu adalah hari ke-20 tenda tersebut didirikan oleh para buruh. Sejak kabar mengejutkan itu datang pada 21 Juli 2024, buruh-buruh PT Graha Fortuna Purnama langsung berinisiatif mendirikan tenda protes di depan pabrik mereka. 

Sebentuk kemarahan tersebut sangatlah wajar. Perusahaan yang selama berpuluh-puluh tahun meraup untung dengan memeras keringat para buruh tak boleh melenggang begitu saja tanpa memberikan pesangon yang layak.

Di tengah hilir mudik kendaraan berat, truk-truk peti kemas serta forklift yang melintas di depan tenda, salah seorang buruh bernama Saidil Hudri menceritakan awal mula ia dipekerjakan di PT Graha Fortuna Purnama.

“Saya dulu kerja di sini (PT GFP) ditawari oleh tetangga saya. Katanya dengan modal KTP aja udah bisa. Tapi saya tetap kasih ijazah saya,” jelas Saidil kepada Trimurti, Sabtu (10/8).

Baca juga: Setelah Abaikan Keselamatan Kerja, PT Graha Fortuna Pecat 26 Buruhnya

Bapak empat anak ini berkisah. Dulu perusahaan bahkan mengemis-ngemis meminta kesediaan para penduduk sekitar pabrik untuk bekerja di sana. Berbanding terbalik dengan tabiat mereka kini: memecat para buruh tetap dan menggantinya dengan buruh kontrak dari yayasan. Istilah bekennya adalah outsourcing.

Dikutip dari artikel berjudul Privatisasi, Fleksibilisasi dan Pemberangusan Serikat Buruh yang dipublikasikan oleh Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), outsourcing atau subkontrak adalah penggunaan agen atau beberapa agen (subkontraktor, kontraktor khusus buruh, agen penempatan tenaga kerja) antara perusahaan pusat dan tenaga kerja. Contoh-contoh dari hal ini adalah sistem kontrak, subkontrak, atau menyewa agensi sebagai ganti dari tenaga kerja reguler.

Pada kasus PT Graha Fortuna Purnama, praktik ini dimulai dengan menyingkirkan para buruh-buruh tetap yang telah bekerja selama puluhan tahun.

Dari apa yang diceritakan oleh Saidil, diketahui bahwa majikan bahkan terang-terangan memajang pengumuman penerimaan kerja di kaca pos satpam yang bersebelahan dengan tenda protes.

Benar saja, tak lama sejak keberadaan saya di sana, sekitar pukul 13.00 WIB, orang-orang dengan celana bahan hitam dan kemeja putih berhamburan keluar dari gerbang pabrik.

“Nah, itu tuh orang-orang baru yang menggantikan kami,” jelas Saidil sambil mengarahkan telunjuknya ke pria-pria yang tampak berusia muda itu.

Praktik outsourcing menurut LIPS, merupakan bentuk “fleksibilitas internal” dalam skema besar bernama “fleksibilitas tenaga kerja” adalah upaya penyesuaian tenaga kerja terhadap permintaan dan fluktuasi pasar. Di Indonesia, “fleksibilitas” diyakini dapat menarik investasi, mengatasi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi, meratakan upah pekerja informal dan formal.

Lebih lanjut, LIPS menjelaskan, skema fleksibilitas telah dipropagandakan oleh lembaga-lembaga multilateral seperti Lembaga Keuangan Dunia (IMF/International Monetary Fund) dan Bank Dunia (WB/World Bank), para akademisi, dan bahkan, oleh “masyarakat sipil” dari birokrasi LSM (NGO/Non-Governmental Organisation). 

Indonesia pun telah mengadopsi skema fleksibilitas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Juga, dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 Bab 23 tentang Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan

Sementara itu, LIPS juga mengatakan, “fleksibilitas eksternal” merupakan skema ketenagakerjaan untuk memodifikasi jumlah dan komposisi tenaga kerja sesuai permintaan. Skema ini terang-terangan mengaburkan, bahkan melemahkan hubungan antara majikan–pekerja. Tujuan utama skema ini adalah memudahkan pengurangan tenaga kerja dan penyerapan kembali (pergantian buruh), sambil memelihara kestabilan buruh-buruh intinya.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, PT Graha Fortuna Purnama tidak mengambil jalan untuk tetap mempekerjakan buruh tetap dan mencoba memelihara kestabilan buruh-buruh intinya. Majikan, nampaknya lebih tertarik membuang mereka untuk meminimalkan pengeluaran sepanjang produksi.

Demi mempraktikan filosofi usaha: modal sekecil-kecilnya dengan untung yang sebesar-besarnya, para buruh tetap di PT Graha Fortuna Purnama juga tak diberi pesangon yang layak. Majikan hanya mengganjar mereka dengan nominal sebesar 25 juta rupiah. Jumlah ini sangat jauh dari kata adil dan melanggar aturan ketenagakerjaan yang berlaku.

Tapi rupanya majikan tak peduli. Selama pabriknya dapat memberi untung, apapun dilakukan. Meskipun perlu memangkas hak-hak buruhnya.

Di balik kasus pesangon tidak layak ini, tersimpan cerita kondisi kerja buruk yang dialami oleh para buruh di PT Graha Fortuna Purnama.

“Mata itu sering perih, kadang-kadang batuk,” jelas Saidil.

Apa yang dialami Saidil adalah persoalan harian yang juga dialami oleh buruh-buruh PT Graha Fortuna Purnama lainnya. Seluruh buruh yang berjumlah 70 orang tersebut tak pernah dibekali perlengkapan K3 yang layak. Dengan hanya dibalut sarung tangan kain yang bisa kita jumpai di pinggir-pinggir jalan, tangan-tangan buruh dipaksa untuk terus mengolah bahan-bahan kimia untuk pembuatan berbagai produk FRP itu.

“Ya kalau kena tangan, ya gatel. Pernah malah kena mata itu rasanya perih banget,” ungkap Saidil.

Kalau sudah begitu, Saidil dan kawan-kawan buruh lainnya hanya mengandalkan air untuk membasuh mata atau kulit mereka yang terkena bahan kimia tersebut.

 

Jangan tanya soal peralatan K3 yang ada di ruang kerja, buruh PT Graha Fortuna Purnama pun dipaksa menggunakan masker yang itu-itu saja selama bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Kalau terpaksa lembur, para buruh tersebut tak jarang menjumpai masker sesama kawannya yang kondisinya sudah kumal dan mirip seperti lap kotor.

Dari cerita-cerita yang dituturkan di tenda protes, diketahui bahwa perusahaan rupanya baru memberikan helm pelindung setelah ada salah satu dari mereka yang mengalami kecelakaan kerja. Kabarnya buruh tersebut mengalami gegar otak. Buruh tersebut seringkali mengeluh bahwa  bagian kepalanya yang terbentur akan terasa sakit apabila tersengat sinar matahari

Di tengah kondisi abainya perusahaan terhadap keselamatan kerja serta pemenuhan hak pesangon yang jauh dari kata layak, buruh PT Graha Fortuna Purnama merasa perlu juga untuk mendatangi kantor pusat perusahaan di Pluit, Jakarta Utara.

Pada agenda geruduk mereka ke kantor tersebut pada Kamis (8/8), terselip cerita bahwa papan nama perusahaan tiba-tiba hilang di bangunan yang dikunjungi buruh. Majikan pun tak berada di lokasi. Ia kabur entah ke mana.

Baca juga: Tuntut Pesangon Layak, Buruh PT Graha Fortuna Purnama Geruduk Kantor Pusat

Tabiat culas dan tak bertanggung jawab memang rupanya melekat dalam watak pemilik PT Graha Fortuna. Pencarian google merekam jejak busuk yang tersemat dalam berita di harianhaluan.com, direktur perusahaan, Khossan Katsidi pernah terjerat kasus korupsi lelang pengadaan proyek air bersih.

Ia memang lolos dari dakwaan. Namun, keberadaan tenda protes di depan pabriknya hingga kini menunjukan bahwa Khossan Katsidi hanya mau memperoleh keuntungan tanpa memenuhi hak-hak buruhnya.

Menyikapi ini, para buruh PT Graha Fortuna Purnama tetap akan mendirikan tenda dan memprotes kelakuan perusahaan hingga tuntutan mereka dipenuhi. Lusa, Senin (12/8), para buruh akan tetap datang ke tenda dan untuk memperingatkan perusahaan bahwa buruh tak tinggal diam atas kesewenang-wenangan majikan.

 

Reporter: Abdul Harahap

Editor: Nana Miranda