Trimurti.id, Jakarta – Minggu, 21 Juli 2024, menjadi hari yang menyakitkan bagi 26 buruh PT Graha Fortuna Purnama di Tangerang. Setelah tenaganya dihisap selama tiga puluh tahun, perusahaan tiba-tiba memecat mereka dengan hanya memberikan pesangon sebesar Rp25 juta. Jumlah tersebut jauh dari ketentuan masa kerja. Selain itu, majikan juga tidak membayar upah lembur buruhnya.
Dalam rilis resmi dari Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) yang diterima oleh redaksi Trimurti.id, menyebutkan bahwa 28 buruh yang dipecat hanya diberikan surat pemberitahuan pemecatan saat jam pulang kerja.
“per tanggal 21 Juli 2024 PT GFP masih memilih untuk melakukan pemecatan sepihak kepada 28 anggota kami, yang telah bekerja selama lebih dari 30 tahun di perusahaan, dengan membagi-bagikan surat pemecatan di saat jam pulang kerja layaknya sedang membagi-bagikan brosur produk,” tulis FSBKU dalam rilisnya.
Endang Muhidin, Ketua SBB-FSBKU PT GFP, mengatakan bahwa hasil keringat kerjanya selama bekerja puluhan tahun hingga di sepihak, hanya dihargai oleh pesangon sebesar 25 juta.
“ Kami sudah bekerja puluhan tahun, keringat dan tenaga kami diabdikan buat perusahaan. Kami bekerja disini dari belum menikah sampai punya cucu. Tapi pengabdian kami hanya dihargai 25 juta,” ujar Endang dalam rilis resmi FSBKU.
Sementara itu, banyak kawan-kawannya sesama buruh yang harus menderita banyak penyakit paru-paru, seperti flek dan TBC bahkan beberapa yang sudah pensiun, meninggal karena penyakit paru-paru.
“Banyak kawan-kawan yang saat ini menderita Flek, Paru-paru dan TBC. Bahkan beberapa orang yang sudah pensiun, meninggal karena paru-paru,“ tambah Endang.
Pihak SBB-FSBKU juga menegaskan bahwa pemecatan sepihak bukan satu-satunya permasalahan yang ada dalam PT GFP, tetapi juga beberapa macam pelanggaran hak-hak buruh yang tidak diberikan oleh perusahaan.
“Pertama, upah lembur yang masih belum terbayarkan atau telat dibayarkan. Kedua, pelanggaran K3 di mana kami harus mengolah bahan-bahan kimiawi tanpa peralatan dan fasilitas K3 yang tidak layak. Ketiga, penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh ketidaklayakan fasilitas K3 perusahaan,” sebagaimana tertulis dalam rilis.
Selain sikap penolakan PH kepada perusahaan, para buruh juga memprotes DPD PDI-P dan DPD Nasdem, yaitu Debora dan Kurais. Kedua orang tersebut secara tidak langsung mendukung penindasan terhadap buruh dengan menjadi kuasa hukum PT GFP.
“Kedua pengacara dimana salah satunya pernah mencalonkan diri menjadi anggota legislatif DPRD Banten, yang merupakan anggota dari Partai Nasdem dan PDIP bukan meluruhkan apa pelanggaran yang dilakukan PT GFP. Mereka malah mendukung dengan menjadi kuasa hukum perusahaan pelanggar hak buruh,” tulis FSBKU dalam rilisnya
FSBKU juga menyinggung hasil keuntungan dari produksi PT GFP, di mana produk yang dhasilkan oleh PT GFP sendiri bukanlah produk murahan, di mana Pipa dan toren yang diproduksi dihargai antara 5 juta rupiah hingga 4 miliar rupiah. Bahkan beberapa perusahaan terkenal seperti Mayora, Pertamina, Petronas, Sinarmas,Unilever, Wilmar, Chevron, Djarum, Indo Barat Rayon ( IBR ), GTI Karawang, Smelter Freepor Jawa manis Cilegon, Hyundai, Petrosea, PGN, dan Smelting Gresik menjadi perusahaan yang memesan produk dari PT GFP.
Sementara itu sekretaris Umum FSBKU, Zaenal Rusli, menyatakan bahwa FSBKU menentang tindakan pemecatan sepihak terhadap anggotanya. Menurutnya alasan kerugian adalah alasan yang tidak masuk akal.
“ FSBKU menentang tindakan PHK sepihak terhadap anggota kami, alasan rugi dua tahun adalah alasan yang tidak masuk akal, Harga jual satu produk sampai milyaran, sedangkan upah buruh hanya 80 ribu sehari,”
Zaenal juga mengatakan bahwa perusahaan masih efisien karena pada Selasa, 23 Juli 2024, perusahaan malah membuka lowongan kerja.
“Satu lagi bukti kalau perusahaan mem-PHK karena efisiensi. Hari ini Selasa 23 Juli 2024 perusahaan membuka loker baru,” tambah Zaenal.
Reporter: Deni Rustana
Editor: Abdul Harahap