- PT Pinnacle Apparel beroperasi sejak 2002. Berkantor pusat di Jakarta, tapi memproduksi kemeja, jaket dan blus serta pakaian semi formal lainnya di Semarang.
Tahun lalu perusahaan ini pindah pabrik ke Demak, sekitar 40 Km dari Semarang. Alasan yang disebutkan, lokasi yang lama di kawasan industri Pelabuhan Lamicitra sudah tidak layak, karena rawan tergenang rob, banjir yang datang ketika permukaan laut naik. Kabarnya, banjir beberapa kali memaksa mereka menghentikan produksi.
Simak cara-cara PT Pinnacle Apparel memindahkan operasinya dari Semarang ke Demak. Menurut catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, perusahaan mulanya mengoperasikan 11 lini (line) produksi. Setiap lini produksi membutuhkan 45 orang buruh. Berangsur-angsur lini produksi berkurang menjadi tujuh, kemudian menjadi empat saja, hingga akhirnya kegiatan produksi sama sekali nihil.
Setelah tak ada produksi di lokasi yang lama, pada 17 Februari 2023 PT Pinnacle Apparels mengeluarkan surat edaran (Nomor 059/EXT/PERS/PA2/II/23) yang memerintahkan buruhnya untuk menyelesaikan target produksi di pabrik yang baru di Demak.
Sumber: Buruh PT Pinnacle Apparels
Ada alasan bagi buruh untuk menolak pindah tempat kerja ke Demak. Jika mereka bertahan tinggal di Semarang, akan ada tambahan biaya transportasi ulang-alik rumah ke pabrik dan sebaliknya. Jika memutuskan tinggal di dekat pabrik, maka akan ada biaya pindah dan sewa tempat tinggal di tempat yang baru. Pengeluaran tambahan ini membebani mereka. Membuat upah mereka, yang sudah murah, semakin tidak bernilai.
Buruh-buruh yang menolak relokasi, tergabung dalam Serikat Pekerja Independen (SPI), kemudian malah dipecat. Jumlah mereka sekitar 200 orang. Beberapa mereka sudah bekerja 10 hingga 20 tahun di pabrik. Dan, sampai sekarang mereka belum mendapatkan kejelasan mengenai pesangon.
Mengikuti hitung-hitungan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang, tertuang dalam surat Anjuran tertanggal 30 Maret 2023, total pesangon yang seharusnya diterima buruh-buruh PT Pinnacle Apparels adalah sebesar Rp295.323.582. Jumlah yang tak seberapa dibandingkan imbalan yang diterima komisaris dan direktur perusahaan.
Sumber: Anjuran Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, No. B/1534/567/III/2023 tanggal 30 Maret 2023
Bukannya membayarkan pesangon sesuai ketentuan, atau sesuai anjuran Disnaker Kota Semarang, perusahaan memberikan uang tali kasih yang jumlahnya tentu jauh lebih kecil dibandingkan pesangon yang mestinya diterima buruh. Urusan PT Pinnacle Apparels ternyata juga bukan hanya soal pesangon. Selama memberikan bantuan hukum untuk buruh-buruh PT PT Pinnacle Apparel, LBH Semarang menemukan enam pelanggaran berikut:
Sumber: Diolah dari Laporan LBH Semarang (2023).
Untuk menolak relokasi dan memprotes pelanggaran hak-hak perburuhan yang dilakukan oleh perusahaan, pada Januari 2023 buruh-buruh PT. Pinnacle Apparels mogok kerja selama 5 hari. Perusahaan tetap ngotot, dan hingga tulisan ini terbit, para buruh masih belum mendapatkan hak-haknya.
Pasti Bukan Perusahaan Receh.
“Memproduksi pakaian untuk ekspor ibarat berlari di atas treadmill yang kecepatannya terus meningkat. Untuk memenuhi ekspektasi pembeli yang menuntut, kami memerlukan peningkatan berkelanjutan dalam efisiensi, teknik produksi yang inovatif dan berorientasi pada solusi, serta fesyen dan desain hebat yang diproduksi dengan kualitas sempurna,”
Amit Kumar, Direktur PT. Pinnacle Apparels dalam website induk perusahaan pearlglobal.com.
Kenapa pesangon tidak dibayar? Seperti terbaca dalam surat Anjuran Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang di atas, perusahaan berdalih mereka menderita kerugian sehingga tidak mampu membayar pesangon.
Bukan kali pertama PT. Pinnacle Apparel merelokasi pabrik. Pada 2020, perusahaan juga pindah operasi dari Semarang ke Bawen, di Kabupaten Semarang. Kala itupun, PT Pinnacle Apparels juga mengaku merugi, sehingga harus memindahkan pabrik untuk meningkatkan produktivitas.
PT Pinnacle Apparel, menurut ucapan direkturnya dalam kutipan di atas, senantiasa menekankan produktivitas. Perusahaan ini merupakan lengan produksi dari Pearl Global, salah satu eksportir pakaian jadi terbesar dari India, jelas bukan perusahaan receh.
Sumber: ptpinncaleapparels.com
Tercatat ada tiga nama yang disebut sebagai pemegang saham: DSSP Global Limited, Raam Fashion Limited dan Pulkit Seth, presiden direkturnya. Jika benar adanya perusahaan merugi dan tidak mampu membayar pesangon, menengok laporan tahunan perusahaan sejak 2018 hingga 2023, nyatanya ketiga nama di atas terus membenamkan modal dan menambah kepemilikan sahamnya.
Meskipun dikabarkan merugi, nyatanya perusahaan yang mempekerjakan sekitar 1955 buruh ini tetap mampu memberi imbalan (remunerasi) yang tetap menggiurkan untuk komisaris dan direkturnya. Membaca laporan keuangan perusahaan tahun 2021, 2022 dan 2023, remunerasi yang dianggarkan perusahaan untuk komisarisnya nyatanya terus naik. Kalau perusahaan demikian murah hati membayar komisarisnya, seharusnya mereka mampu pula membayar pesangon yang layak dan seluruh biaya yang timbul dari relokasi pabrik.
Ajaibnya pula, perusahaan–yang dengan gampangnya melanggar hak-hak perburuhan–ini malah tercantum sebagai contoh praktik terbaik pelaksanaan hubungan kerja, dalam dokumen Pedoman Pelaksanaan Perjanjian Kerja di Sektor Garmen Berorientasi Ekspor yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan dan ILO. Tak kurang dari Michiko Miyamoto, Direktur Kantor ILO untuk Indonesia dan Timor Leste, menyambut baik dan membubuhkan tandatangan pada dokumen ini. Pedoman ini mencantumkan kutipan tentang PT Pinnacle Apparels yang disebut “memiliki sistem kerja yang memungkinkan perusahaan untuk terus mempekerjakan buruh lama dan tidak menambah buruh baru.” Selain itu, perusahaan disebut memiliki perhatian khusus terhadap pemenuhan hak buruh dengan menyediakan dana pesangon.
Keterlaluannya lagi, PT. Pinnacle Apparels juga menyebutkan: “Perusahaan juga memandang penting kesinambungan dan loyalitas pekerja sehingga perusahaan ini memberikan kontrak kerja PKWTT kepada seluruh pekerjanya.” Pernyataan ini jelas bertolak-belakang dengan temuan LBH Semarang bahwa perusahaan mempekerjakan buruh kontrak bertahun-tahun dan tidak segera mengangkat mereka menjadi buruh tetap.
Relokasi: Menggoyahkan Kepastian Kerja.
Sulit mencari kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi yang menimpa buruh-buruh di Semarang. Sudah jatuh, tertimpa tangga, lalu digigit anjing. Sudah hidup dengan upah murah hingga terlilit hutang, tekanan lain–yang tak kurang menghimpitnya– adalah ketidak-pastian kerja. Mereka yang sudah lebih dahulu didera ketidakpastian kerja adalah buruh-buruh perempuan. Perusahaan sebenarnya tahu belaka akan aturan yang mewajibkan mereka untuk membayarkan upah penuh selama buruh perempuan mengambil cuti hamil dan cuti melahirkan. Bukannya menunaikan kewajiban sebagaimana aturan, mereka malah menyingkirkan buruh perempuan yang hamil dan melahirkan, dan menggantikannya dengan buruh baru yang lebih muda. Dikutip dari kbr.id, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah Aulia Hakim mengatakan bahwa kontrak kerja buruh perempuan acapkali tak diperpanjang. Ketidak-pastian kerja belakangan semakin menjadi-jadi sesudah sejumlah perusahaan meninggalkan kawasan Semarang dan membuka pabrik di tempat lain.
Dikutip dari mediaindoneisa.com perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor di Semarang mengeluhkan mengalami kerugian miliaran rupiah akibat banjir yang melanda wilayah ini pada awal Januari 2023. Banjir, terhentinya produksi, dan pengurangan keuntungan rupanya sudah menjadi alasan yang cukup bagi para taipan untuk meninggalkan kawasan industri lama Semarang.
LBH Semarang (2023) mencatat, ada empat perusahaan yang merelokasi pabriknya ke Kabupaten Demak. Selain PT Pinnacle Apparel, tiga perusahaan lain yang juga minggat dari Semarang adalah PT. Korina Semarang, PT. Lucky Textile dan PT. Grand Best. Keempatnya berencana pindah untuk mencari lokasi produksi yang lebih memadai dan menguntungkan. Alasan lainnya–yang jarang disebutkan–adalah upah buruh yang lebih murah. UMK Demak (2024) memang lebih rendah. Hanya Rp2.761.236. Bandingkan dengan UMK Kota Semarang yang sudah mencapai Rp3.243.969.
Sumber: Daftar Profil Eksportir Indonesia tahun 2017, Laporan tahunan PT Pinnacle Apparels, dan Dokumentasi LBH Semarang.
Relokasi pabrik-pabrik pakaian-jadi boleh dilihat sebagai perlombaan baru untuk memburu berbagai kemudahan yang disediakan oleh pemerintah. Kabupaten Demak akan segera terhubung dengan jalan tol Semarang-Demak. Pembangunan jalan tol baru senilai Rp2,02 triliun tersebut, bagian dari Proyek Strategis Nasional, diharapkan tuntas pada April 2025 (antaranews.com). Jalan tol ini dijanjikan akan memangkas waktu tempuh Demak-Semarang (sekitar 40 Km) dari 1,5 jam menjadi hanya 20 menit saja, sehingga akan mempercepat pengiriman barang dari lokasi produksi ke pelabuhan ekspor Semarang.
Selain kemudahan transportasi, ada lagi yang lain. Demak menjanjikan pula kemudahan administrasi perijinan bagi pabrik yang ingin hinggap di sana.
“Dari keterangan pengusaha (PT. Pinnacle Apparel), pada saat klarifikasi di Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan (SATWASKER) Pemerintah Kabupaten Demak bahkan sudah menyediakan gedung yang sudah siap pakai,” tambah Safali, tenaga dari LBH Semarang saat dihubungi Trimurti.id 14 Desember 2023.
Relokasi pabrik dapat dipastikan tidak hanya terjadi di Jawa Tengah. Syarif Arifin, dalam pengantar buku Penaklukan dan Perlawanan, mengatakan bahwa dalam sepuluh tahun perusahaan memindahkan pabrik dari DKI Jakarta dan Serang, Banten, Semarang, Surabaya dan Kabupaten Bandung, ke lokasi lain yang upah buruhnya lebih rendah. Lebih lanjut Syarif Arifin menyebut bahwa para pemilik kapital di wilayah lama memang mengincar wilayah-wilayah yang menyediakan upah murah. Selain itu, wilayah lama sudah terlalu padat industri, lahannya mahal, kerap banjir, buruhnya terlalu kritis dan persoalan lain yang berpengaruh terhadap biaya produksi. Dalam tulisan yang sama Syarif Arifin menyebutkan, perburuan biaya produksi lebih murah memang merupakan pendorong utama perpindahan dan perluasan produksi dari wilayah lama ke wilayah baru. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk menghindari membayar upah buruh lebih tinggi sekaligus mempreteli hak-hak buruh yang telah dimenangkan.
Sumber: Penaklukan dan Perlawanan (2023).
Dari berbagai pengamatan, ketika di wilayah industri upah merangkak naik, pengusaha segera mencari akal untuk mempertahankan keuntungan. Caranya antara lain adalah dengan menaikkan target produksi, mengurangi jumlah buruh disertai penggandaan tugas-tugas buruh; atau mengganti buruh dengan mesin. Pilihan lain–yang bagi perusahaan juga masuk akal–adalah dengan memindahkan pabrik ke tempat baru yang memungkinkan untuk menekan nilai kerja buruh.
Penulis: Abdullah Harahap
Editor: Cecep Hidayat