Categories
Kabar Perlawanan

Pers Rilis: Penghentian Operasional Kebun Plasma Oleh Pemilik Lahan Adalah Upaya Untuk Mendapatkan Keadilan

Kemitraan Pembangunan Kebun Sawit yang Memiskinkan Pemilik Lahan 

Buol, 08 Januari 2024, petani pemilik lahan program plasma perkebunan sawit yang bermitra dengan PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) menghentikan operasional kebun plasma karena merasa telah dirugikan dalam kerjasama yang dibangun puluhan tahun lamanya.

Kemitraan Inti-Plasma dalam Perkebunan sawit, melalui pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) maupun Revitalisasi Perkebunan yang dijalankan oleh PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah terbukti merugikan pemilik lahan dan cenderung mengarah pada praktek Land Grabbing (perampasan tanah) berkedok Kerjasama/kemitraan.

Lebih dari 16 tahun kemitraan pembangunan kebun plasma antara petani pemilik lahan melalui 7 koperasi dengan PT. HIP dengan pola manajemen satu atap (dikelola Inti), yang melibatkan + 4.934 orang dengan luas lahan + 6.746 ha, telah merugikan pemilik lahan dan hanya menguntungkan pihak PT. HIP. Lahan-lahan yang dikerjasamakan untuk Pembangunan kebun plasma merupakan lahan hak milik Masyarakat berupa, lahan usaha dua (LU.2) Transmigrasi, lahan Transmigrasi Swa Mandiri (TSM), lahan ulayat dan lahan-lahan produktif masyarakat.

Setiap hari kebun-kebun plasma menghasilkan hingga ratusan ton Tandan Buah Segar (TBS) tetapi pemilik lahan tidak diberikan bagi hasil kebun, sebaliknya para pemilik lahan justru dibebani hutang hingga + Rp. 590.134.723.530 (Lima ratus Sembilan puluh miliar, seratus tiga puluh empat juta, tujuh ratus dua puluh tiga ribu, lima ratus tiga puluh rupiah), sungguh beban utang yang tidak masuk akal. Beban hutang tersebut juga justru diberikan kepada dua dari tujuh koperasi yang telah lunas hutang kredit di bank. 

  1. HIP rupanya tak hanya membebani petani dengan hutang yang melilit mereka. Secara sepihak, perusahaan ini mengambil Sertifikat Hak Milik (SHM) jaminan hutang kredit di Bank yang sudah lunas dan menahan SHM hingga saat ini.

Pengelolaan kebun plasma melalui manajemen satu atap (dikelola oleh PT. HIP), menjadikan pemilik lahan tidak dilibatkan dalam pengelolaan kebun, sehingga mereka tidak memiliki akses informasi mengenai pengelolaan kebun, mulai dari pembangunan kebun, perawatan kebun hingga hasil panen sehingga rentan manipulatif. Sistem ini diperburuk oleh pengurus-pengurus koperasi yang tidak transparan bahkan bertolak belakang dengan aspirasi pemilik lahan sebagai anggotanya.

Praktek kemitraan ini telah menyebabkan para pemilik lahan kehilangan mata pencaharian dari tanah mereka yang dikerjasamakan, sehingga banyak diantara mereka menjadi buruh tani, termasuk Sebagian dari mereka TERPAKSA menjadi buruh tempel (bantu) yang tidak terdaftar sebagai buruh PT. HIP sehingga tidak mendapat jaminan keselamatan kerja dan hak-hak lain sebagaimana buruh pada umumnya. Pekerjaan ini terpaksa dilakukan karena tidak ada pilihan lain, meskipun dengan resiko kerja yang berbahaya, dengan pendapatan sangat rendah hanya rata-rata enam sampai delapan ratus ribu rupiah dalam satu bulan.

Sepak Terjang PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) di Kabupaten Buol.

  1. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP) adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan buah sawit. Aktifitas perusahaan PT. HIP adalah mengolah tandan buah segar (TBS) sawit menjadi crude palm oil (CPO) dan inti sawit (kernel). Buah sawit yang diolah oleh PT. HIP berasal dari Perkebunan sawit milik Perusahaan sendiri, dari kebun kemitraan plasma dan dari kebun perseorangan. PT. HIP berkantor pusat di Jakarta Pusat, kantor cabang di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dan kantor lapangan di Desa Winangun, Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Berdasarkan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, PT. HIP adalah perseroan tertutup dengan nomor Surat Keputusan Pengesahan C2-895.HT.01.01.TH.1996 yang bergerak di bidang perkebunan dan industri sawit. PT. HIP merupakan anak perusahaan dari PT. Central Cipta Murdaya/Group CCM. PT. CMM mendapatkan Ijin Lokasi usaha perkebunan sawit di Kabupaten Buol seluas 75.090 ha, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buol Tolitoli No.400-179 Tahun 1994 dan No.400-517 Tahun 1995. Kemudian pada tahun 1997, PT. CCM mengalihkan haknya tersebut kepada PT. HIP dan pada tahun 1998 PT. HIP telah memperoleh HGU seluas 22.780,866 ha. Selanjutnya PT. HIP juga telah mendapatkan sertifikasi ISPO dengan nomor sertifikat BSI-ISPO 611530.

Pada tahun 2011 PT. HIP mengajukan surat permohonan Izin Lokasi atas tanah seluas 4.500 ha yang sudah terlanjur ditanami sawit yang berada di luar dari HGU kepada Bupati Buol, Amran Batalipu, melalui PT. Sebuku Inti Plantation (PT. SIP) yang juga anak perusahaan PT CCM. Namun permohonan izin lokasi atas nama PT. SIP tersebut hingga tahun 2012 tidak keluar. Pada tahun 2013, Direktur PT. HIP saat itu, Hartati Murdaya, ditangkap oleh KPK karena melakukan suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu. Suap tersebut terkait kepengurusan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) untuk PT HIP di Buol, Sulawesi Tengah. 

Pada tahun 2017. Greenpeace membuat laporan terkait kasus dengan judul “Deforestation Case Studies” Laporan tersebut mengundang investigasi dari Musim Mas sebagai pembeli CPO PT. HIP dan menetapkan bersama-sama dengan konsultan Aid Environment untuk menghentikan sementara proses pekerjaan di wilayah yang masih menjadi sengketa. 

Pada tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menerbitkan SK MenLHK 517/2018 yang memberikan izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit PT. HIP. Salah satu kritik terhadap SK tersebut adalah mengenai tidak tercantumnya informasi apakah kawasan hutan yang dilepas merupakan Kawasan Hutan Produksi (HPK) produktif atau nonproduktif, yang dapat dikonversi. Hal ini menjadi perhatian karena berdasarkan Peraturan tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi, No. 96 Tahun 2018 Pasal 41 ayat (6), hanya kawasan hutan non-produktif saja yang dapat dilepaskan. Salah satu peneliti dalam tulisannya menyatakan bahwa SK MenLHK 517/2018 tentang Pelepasan Kawasan Hutan PT HIP patut diduga keras telah melanggar Inpres Moratorium Sawit dan UU P3H.

Pasar Ekspor PT. Hardaya Inti Plantations (PT. HIP)

Berdasarkan Traceability Summary Wilmar melalui PT. Multi Nabati Sulawesi, Bitung, pada periode Juli 2020-Juni 2021 PT. HIP termasuk dalam salah satu pabrik pemasok (supplying mills) di Wilmar yang menyuplai secara langsung atau direct. Hal ini juga terjadi pada periode sebelumnya yaitu pada Januari-Desember 2019. Selain itu produk hasil PT. HIP juga masuk melalui Musim Mas. Melalui Musim Mas, PT. HIP termasuk dalam daftar pemasok minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (PK) pada rentang periode Oktober – Desember 2022.

PT. HIP juga termasuk dalam daftar perusahaan yang muncul dalam rantai pasokan perusahaan No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE) melalui pembelian spot (spot purchases). Pembelian spot adalah pembelian satu kali yang biasanya dilakukan oleh pedagang untuk menutupi kekurangan pasokan di kilang mereka. Pembelian spot dilakukan di luar kontrak jangka panjang dan seringkali hanya diketahui jika kasusnya diangkat ke publik dan pembeli memberikan penjelasan melalui pernyataan atau daftar keluhannya. 

Beberapa perusahaan yang tidak patuh atau ditangguhkan muncul dalam rantai pasokan perusahaan NDPE melalui pembelian spot, yang mana salah satunya adalah PT. HIP. Pasokan dari pembelian spot PT. HIP termasuk dalam rantai pasokan Sime Darby. Berdasarkan data tersebut ketidakpatuhan pertama (date of first noncompliance) terjadi pada Desember 2017. Pada kuarter pertama 2018 Sime Darby pernyataan publik dan melaporkan kasus tersebut dalam daftar keluhannya dan sejak periode tersebut Sime Darby menyatakan bahwa bahan baku dari PT. HIP tidak lagi termasuk dalam supply chain-nya.

Walaupun begitu masih terdapat perusahaan lainnya yang menjadi supplier PT. HIP untuk masuk ke pasar Amerika. Hal ini terlihat dari terdapatnya PT. HIP dalam daftar perusahaan yang menjadi pemasok untuk Nestlé. Perusahaan yang menjadi supplier bagi minyak kelapa sawit PT. HIP ke Nestlé diantaranya adalah Bunge Loders Croklaan (di Brazil, Channahon, Rexdale, dan Sandston) dan Nisshin Oillio yang termasuk dalam perusahaan utama The Nisshin Oillio Group, LTD.

Berdasarkan laporan yang sama, seluruh supply yang dipasok kedua supplier tersebut kepada Nestlé dihasilkan dari pabrik PT. HIP di Kabupaten Buol. Dalam laporan yang dipublikasi pada Juli 2021, Danone juga tercatat menerima minyak kelapa sawit dari PT. HIP. Selain Nestlé dan Danone, perusahaan besar lainnya yang juga masih menjadi pembeli/pedagang hilir minyak kelapa sawit hasil produksi PT. HIP berdasarkan penelitian tahun 2021 lalu adalah PepsiCo, Wilmar, Cargill (melalui ADM), AAK melalui Wilmar, dan Unilever (2019). 

Pemilik Lahan Menghentikan Operasional Kebun Plasma Untuk Mendapat Keadilan 

 

Tidak ada pilihan lain bagi para pemilik lahan yang bermitra dengan PT. HIP, selain menghentikan operasional kebun plasma untuk sementara sampai adanya pemenuhan hak para petani pemilik lahan. Langkah ini ditempuh setelah berbagai upaya untuk mendapatkan keadilan atas kemitraan yang merugikan para pemilik lahan tidak kunjung diberikan oleh pihak PT HIP. Upaya penghentian sementara kebun plasma merupakan upaya untuk mendesak pihak PT. Hardaya Inti Plantations agar bernegosiasi langsung dengan para pemilik lahan (tidak melalui pengurus koperasi) untuk membahas masalah kemitraan dan memberikan hak-hak para pemilik lahan. 

Penghentian operasional kebun plasma direncanakan mulai pada Senin, 08 Januari 2024 sampai ada kesepakatan dengan pihak PT. HIP. untuk memberikan bagi hasil kebun yang selama ini belum diterima, namun jika tidak terpenuhi tuntutan tersebut, para pemilik lahan bertekad meminta kepada PT. HIP untuk mengembalikan lahan beserta sertifikat tanah yang saat ini masih dipegang oleh PT. HIP, dan menghentikan kerjasama. Sementara ini setidaknya terdapat 4 titik kebun plasma yang akan dihentikan, diantaranya kebun plasma Amanah di desa Winangun, Kebun Plasma Plasa di desa Taluan, kebun Plasma Awal Baru di desa Maniala dan desa Balau, kebun Plasma Bukit Pionoto di desa Suraya.

Penghentian operasional kebun plasma ini dilakukan oleh para pemilik lahan setelah berbagai upaya untuk mendapatkan hak sebagai pemilik lahan yang belum kunjung diberikan oleh pihak PT. HIP. Upaya yang sudah ditempuh oleh para petani pemilik lahan diantaranya adalah dengan melakukan desakan terhadap pengurus koperasi untuk memberikan informasi mengenai utang dan bagi hasil kebun yang belum pernah didapatkan oleh pemilik lahan. Namun para pengurus koperasi tidak dapat memberikan informasi yang cukup sebagaimana keinginan para pemilik lahan. Sebaliknya, mayotitas pengurus koperasi  justru tidak menjalankan kewajibanya bahkan bertentangan dengan anggota dan cenderung berpihak kepada PT. HIP, dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang merugikan pemilik lahan tanpa persetujuan anggota atau melalui Rapat Anggota koperasi, seperti yang terjadi di Koperasi Amanah. 

Lain halnya dengan pengurus di Koperasi Awal Baru yang diduga telah melakukan penggelapan uang dan dilaporkan pemilik lahan ke pihak Kepolisian Resor Buol. Laporan tersebut telah menetapkan 3 (tiga) orang pengurus Koperasi Awal Baru sebagai tersangka, namun kasusnya terhenti dan tidak ada tindak lanjut hingga saat ini. Pengurus-pengurus koperasi juga tidak bersedia untuk menjalankan Rapat Anggota Tahunan (RAT) bahkan tidak mengindahkan teguran dari pihak Dinas Koperasi dan Pemerintah Daerah untuk segera melakukan RAT. Tidak sejalannya pengurus koperasi dengan anggota–-yang merupakan pemilik lahan plasma–kemudian mendorong mereka untuk membentuk forum sendiri sebagai wadah untuk melakukan perjuangan kolektif, mengingat koperasi tidak lagi dapat dijadikan alat untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya. Pada bulan September 2022 para petani pemilik lahan membentuk Forum Patani Plasma Buol (FPPB). 

Melalui FPPB para petani pemilik lahan kemudian melakukan desakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buol agar mengambil peran aktif dalam penyelesaian persoalan kemitraan plasma dengan PT. HIP. Karena desakan tersebut, DPRD Kabupaten Buol kemudian membentuk panitia khusus (PANSUS) pada November 2022. Pansus pertama bekerja 6 bulan dan kemudian membentuk PANSUS kedua selama 3 Bulan. Sayangnya kedua PANSUS tersebut hanya menemukan masalah dalam kemitraan tetapi tidak mengeluarkan rekomendasi. PANSUS yang kedua bahkan belum diparipurnakan hasilnya, padahal sudah berakhir masa kerjanya pada September 2023. Tentu saja kinerja PANSUS ini mengecewakan para petani pemilik lahan, namun yang lebih menyakitkan adalah beredarnya rumor di media yang mengatakan terdapat isu suap yang mengalir ke anggota Dewan. 

Tidak berhenti di situ, karena telah kecewa terhadap kinerja PANSUS, petani pemilik lahan kemudian melakukan desakan kepada Bupati Buol agar bertanggung jawab atas buruknya program kemitraan revitalisasi perkebunan yang merupakan program pemerintah. Setelah berkali-kali melakukan aksi di kantor Bupati akhirnya pada bulan September 2023, Penjabat Bupati Buol membentuk tim “Penangan Penyelesaian Masalah Petani Plasma dan Koperasi Plasma Buol”, tim ini diketuai langsung oleh Penjabat Bupati Buol, M Muchlis dengan beranggotakan dinas terkait, DPRD, BPN, ketua-ketua Koperasi, ketua-ketua Badan Pengawas koperasi serta perwakilan dari Forum Petani Plasma Buol. 

Namun hingga saat ini tim tersebut tidak bekerja secara efektif dan tidak prospektif, terhitung baru tiga kali mengagendakan rapat. Tim yang dibentuk, bahkan tidak memiliki Rencana Aksi/roadmap dalam upaya penyelesaian masalah sehingga diragukan kesanggupan untuk menyelesaikan masalah plasma.

Upaya lain yang secara khusus dilakukan oleh pemilik lahan plasma koperasi Amanah bersama Rasamala Hijau Indonesia ialah melaporkan masalah kemitraan dengan PT. HIP ini kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia pada pada bulan Agustus 2022. Atas laporan tersebut Pihak KPPU menemukan adanya pelanggaran UU Nomor 20 Tahun 2008 yang dilakukan oleh PT. HIP sehingga KPPU sudah memberikan surat peringatan tertulis dan perintah perbaikan kepada Pihak PT. HIP diantaranya;

  1. Terkait dengan transparansi biaya pembangunan, pengelolaan/perawatan, dan pendapatan kebun plasma koptan Amanah, Terlapor (PT. HIP) wajib melakukan audit laporan keuangan kebun plasma sejak masa pembangunan hingga saat ini dengan menunjuk auditor Independen dengan biaya ditanggung oleh terlapor.  Terlapor wajib menyerahkan laporan keuangan kebun plasma Amanah. Sejak masa pembangunan hingga saat ini kepada anggota Koperasi, dan selanjutnya wajib memenuhi hak anggota plasma untuk mendapatkan laporan berkala terkait laporan keuangan, laporan biaya operasional, laporan pengelolaan kebun, laporan hasil produksi kebun plasma.
  2. Terkait pengelolaan kebun plasma Amanah, Terlapor (PT. HIP) wajib melakukan penilaian atas pembangunan dan perawatan fisik serta infrastruktur kebun plasma Amanah, dengan beban biaya ditanggung oleh terlapor. Terlapor wajib mengembalikan seluruh Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterima dari Bank Mandiri kepada petani plasma Amanah. Terlapor wajib bersama dengan koptan Amanah melakukan pemutakhiran data anggota Plasma. 
  3. Terkait Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan. Terlapor wajib membeli TBS kebun plasma Amanah dengan harga sesuai ketentuan dari pemerintah, Terlapor wajib memberikan bimbingan administrasi, manajemen, dan teknis kepada koptan Amanah secara berkala, Terlapor wajib melibatkan anggota plasma Amanah dalam kegiatan pembangunan dan pengelolaan kebun plasma. Terlapor wajib memenuhi hak anggota koptan Amanah untuk mengawasi kegiatan pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran TBS.
  4. Terkait Perjanjian kemitraan antara terlapor (PT. HIP) dengan Koptan Amanah, Terlapor wajib melakukan addendum perjanjian penambahan luasan lahan yang dibangun dan penambahan klausul yang mengatur persentase sisa hasil usaha (SHU) yang harus diterima Plasma Amanah atas penjualan TBS, PT. HIP wajib melakukan addendum perjanjian terkait klausul perjanjian kerjasama mengenai kewajiban memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan kebun plasma selama masa kerjasama kemitraan.

Perintah perbaikan dari KPPU RI kepada PT. HIP hingga saat ini belum dilakukan sama sekali, berdasarkan berbagai upaya yang sudah ditempuh oleh para petani pemilik lahan sebagaimana diatas yang kemudian mendorong petani pemilik lahan memutuskan untuk menghentikan kebun plasma, sebagai upaya untuk mendapatkan keadilan dan pemenuhan hak-hak sebagai pemilik lahan dalam program kemitraan dengan PT. HIP.

Penghentian Operasional Kebun Plasma Oleh Pemilik Lahan  Berusaha Untuk Digagalkan

Segala upaya perjuangan petani pemilik lahan terus mendapatkan hambatan, termasuk rencana penghentian operasional kebun plasma yang saat ini dilakukan. Salah satu upaya penggagalan dilakukan oleh pihak PT. HIP adalah dengan menemui seluruh pengurus koperasi untuk menghentikan pemilik lahan melakukan aksi penghentian operasional kebun. Kabarnya, pihak yang mengaku dari PT. HIP menjanjikan hadiah yang cukup fantastis bagi pengurus koperasi yang tidak ikut serta dan bisa menghentikan aksi. Sebelumnya juga terdapat laporan dari pemilik lahan, bahwa mereka telah didatangi seseorang yang mengaku dari pihak kepolisian, yang meminta agar tidak melakukan aksi penghentian operasional kebun plasma.

Pilihan pendekatan yang dilakukan oleh PT. HIP tersebut sangat disayangkan, seharusnya PT. HIP dapat mengedepankan pendekatan dialogis dan beritikad baik untuk menyelesaikan masalah kemitraan ini. Kami juga mengkhawatirkan pilihan pendekatan yang diambil oleh PT. HIP lebih cenderung menggunakan pengerahan kekuatan dan pelibatan aparat keamanan dalam menyelesaikan masalah kemitraan ini, sebab sejak bulan Januari 2023 sampai Januari 2024 ini telah bergantian pasukan Brimob hingga Bantuan Kendali Operasi (BKO) berjumlah sekitar 60 personil yang ditempatkan di kantor PT. HIP. Kabar terbaru bahkan mengatakan ada rencana mobilisasi bantuan personil dari Polda Sulawesi Tengah untuk menghadapi aksi ini. Oleh karenanya kami juga berharap kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk memahami atas masalah kemitraan inti-plasma ini secara adil dari kedua belah pihak, dan tidak mudah diminta oleh pihak PT. HIP yang pada akhirnya justru akan menjadi masalah baru seperti halnya yang terjadi di Seruyan, Kalimantan Tengah baru-baru ini.

Selain itu PT. HIP tetap memerintahkan buruh untuk bekerja bahkan dengan pengawalan aparat kepolisian pada hari ini, Senin 8 Januari 2024 dimana sudah diberitahukan agar kebun plasma dihentikan operasionalnya untuk sementara waktu. Seharusnya PT. HIP mengalihkan buruh untuk bekerja ditempat lain. Oleh  sebab itu kami menghimbau kepada saudara-saudara kami yang dipekerjakan di kebun plasma untuk tidak terbawa dalam hasutan untuk bermusuhan dengan para petani pemilik lahan yang sedang memperjuangkan haknya, karena selama puluhan tahun tanah milik petani dikelola oleh PT. HIP sama sekali tidak diberikan bagi hasil. Kami berkomitmen akan bersama-sama memperjuangkan hak saudara-saudara buruh jika tidak diberikan/dilanggar oleh PT. HIP dengan menggunakan alasan penghentian sementara operasional kebun plasma oleh pemilik lahan yang sementara berlangsung.

Terakhir, kami mengundang dukungan dan mengharap berbagai pihak terkait untuk dapat membantu penyelesaian masalah kemitraan inti-plasma di kabupaten Buol ini dan memastikan dipenuhinya hak-hak para petani pemilik lahan oleh PT. HIP.

 

Buol, 08 Januari 2024

Fatrisia Ain – Koordinator FPPB 

082288015564

Seniwati S.Si – Sekertaris FPPB