Categories
Telusur

Mungkinkah Komunitas Tumbuh sebagai Organisasi Perjuangan Ojol?

Trimurti, Bandung – Di dunia sesungguhnya, Kurawa tidak bertempur melawan Pandawa dalam perang Bharatayudha atau mengejar kekuasaan di Hastinapura seperti yang dikisahkan di dunia pewayangan. Kurawa, yang beranggotakan tak lebih dari 20 orang ini,  sibuk mengincar pundi-pundi orderan di sekitar jalan Balonggede. 

Lampu-lampu di sepanjang jalan yang menghubungkan dua Kecamatan (Pungkur dan Sumur Bandung) masih menawarkan harapan. Setidaknya bagi 4 sampai dengan 7 orang ojol yang masih tersisa di pangkalan. Hujan menyisakan genangan di beberapa lubang jalan. Tersisa 1-2 orderan untuk menutup malam setelah seharian ngaspal mencari cuan

Lazimnya tayangan drama di layar kaca, hujan senantiasa menyisakan kenangan indah bagi sang pemeran utama. Tapi hal itu tidak berlaku untuk Irfan (bukan nama asli). Tanggal 17 Mei 2023, tampaknya akan selalu Irfan ingat. Hari itu motor satu-satunya yang ia punya mogok di tengah perjalanan dari Kopo menuju Banjaran. Orderan membawanya terus bergerak menuju Bandung Selatan.

“Seharusnya tadi saya langsung matiin aplikasi. Tapi karena ingat cicilan, ya mau bagaimana lagi,” terangnya seraya menghirup sebatang rokok dan menghembuskannya ke udara.

Duda satu anak ini tak punya pilihan. Tahun ini anak semata wayangnya akan memasuki jenjang sekolah menengah pertama, sejumlah uang kini harus ia siapkan. Sementara cicilan hp masih menyisakan hitungan bulan.

“Saya gak ngerti, harusnya kan dia (penumpang) tau kalo hujan gini jalan pasti tergenang,” katanya

Pasti ada cara, pikirnya. Ia lantas memaksa motornya menerjang genangan. Tapi baru saja motor melaju beberapa meter, mesin motornya sudah terendam. Sementara lokasi penjemputan masih perlu menempuh durasi seperempat jam.

Hujan kian lebat. Irfan tak punya pilihan selain menepikan motor ke lokasi yang tidak terendam. Setengah jam lewat, tak ada tanda-tanda motornya itu menyala. Hanya keringat dan pegal yang justru ia dapat. Anehnya, tak ada tanda-tanda penumpangnya itu membatalkan pesanan.

“Oh ternyata saya lupa, kuota internet saya udah mau abis,” tuturnya

Lelah karena usahanya tak membuahkan hasil. Ia lantas meminta pertolongan pengemudi lainnya. Kebetulan, di lokasi yang sama terdapat beberapa orang yang sedang bernaung dari derasnya hujan.

Rating dan performa ia abaikan. Pokoknya ia hanya ingin beristirahat setelah seharian ngaspal cari orderan. Lewat sinyal internet yang ia minta dari orang di sekitarnya saat itu, segeralah ia meminta bantuan kepada kawan-kawannya di Kurawa untuk menyetep (mendorong motor pakai kaki) hingga ke pangkalan. 

“Untungnya kami emang biasa begini (saling menolong satu sama lain),” jelasnya.

Singkat cerita, Irfan akhirnya tiba di Pangkalan Kurawa. Sementara Acil dan Dudi yang membantunya, sama-sama merebahkan diri di bangku panjang kios itu. 

“Kayanya nama tengahnya dia itu ‘sial’,” seloroh kawannya yang lain sambil menunjuk Irfan yang tengah telentang. Sontak seisi Pangkalan langsung tertawa.

Mereka tahu, bahwa akun yang Irfan pakai pasti akan kena suspend atau penangguhan karena tak memberikan kepastian kepada penumpang. Sebab, bukan kali ini saja Irfan harus pulang tanpa melanjutkan order, tunggangannya itu seringkali mogok. Kawan-kawannya bahkan pernah menggantikan Irfan untuk mengantarkan penumpangnya.

Gapapa sih, di sini emang biasa gitu. Kita sepakat kalo lagi ada kesusahan harus ditolong,” jelas Ema, pemilik kios sekaligus anggota Kurawa.

Ema lanjut menjelaskan, bahkan di Kurawa sudah sering sesama driver meminjamkan akun kepada driver lainnya. Misalnya, apabila ada akun milik salah satu anggota yang sedang anyep atau sepi order, kawan lainnya yang akunnya gacor wajib meminjamkan akunnya. Bahkan Irfan saja kini meminjam akun milik Acil. Sebab di hampir semua aplikator ia kena hukuman. Alasannya sama, motornya yang jarang ia service seringkali jadi penyebabnya.

“Ya, dia (Irfan) ‘kan harus bayar kontrakan, terus bayar cicilan hp. Belum lagi mantan istrinya masih mengandalkan Irfan buat biayain anak mereka,” jelas Ema.

Menurut Ema, kawan-kawan di Kurawa juga sering mengizinkan Irfan untuk membawa sejumlah uang dari kas untuk dibawa pulang ketika motornya ngadat bahkan sebelum berangkat cari orderan.

Pengelolaan Komunitas Ojol di Bandung Raya

Kurawa Bandung lahir pada tahun 2019. Mulanya adalah inisiatif dari Surya, suami Ema. Keduanya membuka kios seblak jajanan khas Bandung di jalan Balonggede, jalan yang terletak tak jauh dari Alun-alun Bandung itu.

Sebelum membuka kios, Surya memang lebih dulu ngojek. Itulah mengapa sejak kios itu dibuka ia dan kawan-kawannya sesama ojol lantas berinisiatif menjadikannya pangkalan. Mereka yang terbiasa mangkal di situ sepakat untuk mendirikan Kurawa.

Pangkalan Kurawa berderet dengan kios-kios lain di sepanjang Jalan Balonggede. Spanduk yang dulunya terpampang pada kios, kini sudah tak tampak. Inilah yang agak membuat sulit menemukan tempat kumpul komunitas ini, sebab di sana banyak juga pangkalan-pangkalan driver.

Maklum, di sekitar pangkalan terdapat 9 sekolah (dari dasar hingga menengah), beragam restoran dan kaki lima. Membuat lokasi tersebut jadi magnet bagi para ojol yang mengais remah-remah rupiah dari perputaran bisnis kuliner di pusat Ibu Kota Jawa Barat itu.

Kios yang beratap terpal dan berdinding triplek itu, memiliki fasilitas minimal yang dimiliki oleh setiap pangkalan pada umumnya: bangku, staker (colokan listrik) dan sedikit lahan seluas 3×1 meter untuk para anggotanya memarkir motor mereka.

Agar fasilitas tersebut berfungsi, masing-masing anggota Kurawa membayar iuran perbulan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dana ini juga disepakati untuk digunakan bagi kebutuhan anggota.

Tak ada agenda-agenda bersama yang khusus dan rutin digelar selain mengisi waktu luang di sela-sela menunggu orderan. Biasanya mereka akan tenggelam dalam hiburan masing-masing di gawai mereka, sesekali mengobrol dan bersenda gurau. Meski begitu, dari unggahan mereka di media sosial Instagram, Kurawa tercatat pernah dua kali mengadakan acara bersama.

Dua tahun yang lalu pandemi melanda. PPKM resmi diberlakukan di berbagai daerah di Indonesia. Banyak jalan ditutup dan diblokade oleh aparat keamanan, membuat akses jalan yang dilalui ojol terbatas. Berlakunya kebijakan itu membuat para ojol kalang kabut menyadari pendapatan mereka menurun drastis.

Tak terima isi kantong dibuat cekak dan dapur rumah tangga terganggu, Kurawa bersama komunitas lainnya di Bandung turut protes terhadap kebijakan pemerintah. Mereka melakukan konvoi ke beberapa ruas jalan utama di Kota Bandung, hingga tibalah di Jalan Karapitan, tepatnya di depan Kampus UNLA (Universitas Langlangbuana) Bandung. 

Dalam foto yang Kurawa unggah di media sosialnya, mereka tampak membawa poster-poster tuntutan. Dari sekian banyak poster, terdapat salah satu poster tuntutan cukup unik, yang menyatakan keinginan agar Nadiem Makarim menjabat kembali sebagai CEO Gojek.

Dapat dibilang Nadiem cukup sukses menata citra sebagai majikan baik hati dan cendikiawan pandai karena kepiawaiannya mengelola bisnis. Rekam jejak moncernya itu mengantarkan Nadiem mengisi kursi menteri urusan pendidikan. Sementara karir Nadiem terus melesat, para ojol tetap saja miskin dan musti mengaspal satu hari penuh meski panas terik menyengat, dan hujan deras mengguyur tubuh.  

“Perjuangan belum usai. Kita tunggu kabar baik untuk semua rekan driver ojol!” tulis akun @kurawa_bandung dalam unggahannya 21 September 2022. 

Sejauh amatan di berbagai kanal media. Tak ada tanggapan apapun terkait protes yang dilakukan oleh ojol. Pasca aksi tersebut, media sosial Kurawa pun tak menginformasikan apapun terkait aksi yang mereka lakukan. Yang muncul setelahnya hanya aktivitas mereka mengadakan penggalangan dana untuk korban gempa di Cianjur pada September 2022. 

Tidak diketahui apakah Kurawa memiliki struktur organisasi atau tidak. Namun, dalam amatan kami, keputusan-keputusan terkait penggunaan uang kas tampak dilakukan melalui musyawarah dan kesepakatan bersama anggota. Seperti pada kasus Irfan, peruntukan dana tersebut disampaikan di grup dan didiskusikan di pangkalan. 

Sementara itu, Baraya Batim Bikers (BBB) punya cara pengelolaan komunitas yang cukup berbeda. Dibentuk pada tahun 2017, BBB punya anggota yang cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah Bandung Raya. Dengan total anggota aktif mencapai 250-300 orang dari total keseluruhan anggota yang berjumlah 600 orang, membuat BBB punya beberapa shelter yang tersebar di Kota Kembang. Dua diantaranya adalah di jalan Sudirman dan Taman Pramuka. Tempat yang terakhir disebut adalah lokasi di mana Gege mangkal menunggu orderang datang, sebelum mengaspal di berbagai wilayah seperti Buah Batu, Binong, Moh. Ramdan dan Laswi. 

Ini sudah tahun kelima Gege ngojol. Upah yang jauh dari kata mencukupi dari tempat kerjanya, membuat Gege berakrobat mencari pendapatan tambahan dengan menjadi driver ojek online.  

“Saya punya motor yang harus diurus, tapi upah sebagai pegawai kontrak di Diskominfo Jabar cuma cukup buat makan dan kontrakan,” jelas perempuan kelahiran 1992 itu kepada Trimurti Agustus 2023.

Sebagaimana ojol pada umumnya, Gege juga mendapat informasi perihal sanksi dan tips memperoleh bonus dari komunitas. Itulah kenapa ia memutuskan untuk bergabung bersama BBB.

“Waktu itu saya ga bisa narik, ada notif akun saya kena suspend,” terangnya.

Bingung karena tak tahu apa yang mesti ia lakukan, Gege akhirnya berinisiatif menggelindingkan motornya di sepanjang jalan Martanegara (Riau). Sebuah kios berukuran 3×4 meter yang ditempeli spanduk Baraya Batim Bikers menarik perhatiannya. Gege lantas memarkirkan motornya tak jauh dari situ. Sekedar mencari peruntungan dan mencari jawab.

“Oh itu mah gara-gara cancel 3 kali, paling 30 menit lagi juga udah bisa on bid lagi,” sebut Gege seraya menirukan ucapan Hendry.

Di kemudian hari Gege rupanya mengetahui bahwa orang yang dia ajak bicara tersebut adalah ketua Baraya Batim Bikers (BBB).

“Orangnya ramah-ramah, bikin saya nyaman. Ga pikir panjang saya langsung setuju untuk gabung,” begitulah Gege menceritakan bergabungnya ia ke BBB.

Serupa dengan Kurawa, BBB punya kebijakan untuk mengalokasikan uang kas untuk kebutuhan drivernya. Biasanya, uang tersebut digunakan untuk berobat atau santunan untuk kerabat dan sanak saudara ojol yang meninggal dunia. Anggota yang mulanya terdiri dari bikers tersebut diwajibkan untuk membayar biaya sebesar Rp10.000 untuk dana kas. 

Gege lanjut menjelaskan, bahwa BBB tidak diniatkan untuk memiliki tujuan tertentu. Sebanyak 13 ojol saat itu berinisiatif untuk membuat kanal komunikasi via grup Whatsapp. Lama kelamaan jumlahnya bertambah dan lahirlah ide untuk mendirikan BBB. 

Berbeda dengan Kurawa,  BBB cukup rutin mengadakan agenda bersama. Diantaranya adalah kopdar dan olahraga seperti futsal atau sepakbola. Di bulan puasa, mereka juga rutin mengadakan buka puasa bersama.

Namun, baik di BBB maupun di Kurawa, belum dijumpai narasi-narasi yang mencerminkan adanya kesadaran bahwa mereka adalah pekerja bukan mitra. Setidaknya hal tersebut tercermin dari agenda dan sikap organisasi terkait permasalahan yang dihadapi ojol. Padahal, kesadaran menyoal posisi tersebut cukup penting, guna memetakan siapakah pihak yang bertanggung jawab atas kondisi kerja yang mereka alami dan keluhkan selama ini.

Kurawa misalnya, dalam poster tuntutan yang mereka unggah pada aksi penolakan PPKM, ketimbang meminta jaminan keselamatan dan tanggung jawab negara terkait resiko di jalan kepada aplikator dan pemerintah, mereka justru menuntut Nadiem Makarim untuk kembali menjabat CEO. Hal ini menandakan bahwa Kurawa mengandaikan semua permasalahan terkait kondisi kerja mereka hanyalah menyoal kesalahan manajemen organisasi dan keputusan direksi yang bisa diatasi dengan mengganti pucuk pimpinan perusahaan.

Tentu sangatlah terburu-buru apabila kita meletakkan kesadaran ojol, dan ketidakmampuan komunitas dalam mengelola agenda, sebagai faktor utama yang melatari jalan panjang komunitas di Bandung Raya untuk menjadi alat perjuangan ojol. 

Jangan lupakan juga, ojol tak ubahnya buruh manufaktur. Baik secara personal maupun kolektif, tetaplah menghadapi tekanan yang sama. Propaganda, intrik hingga perebutan agenda yang diinjeksi perusahaan dan—tak jarang—pemerintah adalah problem harian yang mengikis kesadaran dan persatuan buruh. Dengan demikian upaya membangun komunitas sebagai alat perjuangan ojol, boleh dibilang sama sulitnya dengan membangun serikat dengan fungsi yang sama.

Berebut Agenda di Komunitas Ojol Bandung Raya

Sebagaimana persoalan pada organisasi serikat buruh yang jumlah anggotanya semakin membesar, komunitas ojol juga dihadapkan dengan soal perebutan kepentingan antar elit organisasi.

Di Bandung Raya, kasus ini terjadi pada tahun 2017. Saat itu konflik antara angkutan konvensional masih sering terjadi. Muasalnya adalah mogok kerja yang dilakukan oleh para sopir transportasi konvensional pada 10 Oktober 2017. Dapat dipastikan, protes ini dipicu oleh kombinasi seabrek permasalahan transportasi yang berdampak pada mereka. Mulai dari maraknya transportasi online di Bandung Raya, ketiadaan aturan yang mengatur operasi transportasi online dan buruknya pengelolaan transportasi publik oleh pemerintah, membuat jumlah penumpang terus berkurang dan berimbas pada pendapatan mereka.

Protes ini lantas direspon oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat yang resmi melarang transportasi berbasis aplikasi, baik roda dua maupun empat. Larangan itu sudah disepakati oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat dengan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat. 

Merespon kebijakan tersebut, sebuah forum konsolidasi bernama ‘Bandung Kondusif’ dibentuk. Mereka menggelar pertemuan di restoran bernama Warteg Hipster pada 5 Oktober 2017. Anehnya, dalam hasil kesepakatan yang diunggah dalam Facebook Gojek Bandung Community (GBC) tersebut, tidak ada satu pun butir yang menyinggung pembahasan terkait larangan beroperasinya ojol. Topik perihal “Bandung yang kondusif” justru mendominasi di pertemuan tersebut. Tengok saja ucapan berikut:

Hayuk kita bareng menciptakan Bandung kondusif, agar teman-teman semua nyaman dan aman dalam menjalankan orderannya,” ucap Eko perwakilan Satuan Tugas (SATGAS) Gojek dalam salah satu momen konsolidasi tersebut. 

Eko tidak sendiri, Satuan Tugas (SATGAS) Grab pun hadir di sana, bersama Yadi (tokoh pada tulisan sebelumnya), Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek, dan Asosiasi Driver Online Cimahi Kabupaten Bandung Barat (ADOCK).

Kehadiran ormas seperti Laskar Sarasa Sajiwa (Sasaji) dalam konsolidasi tersebut juga semakin memperkuat dugaan bahwa misi pertemuan tersebut adalah untuk meredam protes ojol. Agaknya ini merupakan rumus umum persekutuan antara perusahaan dan pemerintah. Biasanya ada dua hal yang dialami oleh sebuah organisasi yang anggotanya semakin membesar dan menimbulkan ancaman bagi keberlangsungan bisnis dan stabilitas negara. Di serikat buruh misalnya, kasus-kasus intimidasi dan politik adu domba untuk memecah belah persatuan massa adalah kejadian harian yang mereka hadapi.

Menyoal metode memecah belah persatuan massa juga ditemukan pada dinamika komunitas ojol di Bandung Raya. Kali ini, sosok Yadi akan kembali dihadirkan dalam peranannya untuk memecah fokus tuntutan ojol.

Konsolidasi ‘Bandung Kondusif’ yang dihadiri oleh Satuan Tugas (SATGAS) Gojek dan Grab serta ormas, nyatanya hanya berumur singkat dalam meredam gejolak protes ojol. Pasca konsolidasi tersebut tepatnya 11 Oktober 2017, konsolidasi protes mengenai kebijakan pelarangan ojol untuk beroperasi justru lahir kembali.

Konsolidasi tersebut dihadiri oleh 9 organisasi dan komunitas yang diantaranya adalah  komunitas yang didirikan oleh Yadi, Universitas Gojek (UNIGO), Gojek Bandung Community (GBC), Green Jacket Familia (GJF), Asosiasi Driver Online Cimahi Kabupaten Bandung Barat (ADOCK), Yayasan Entitas Djoeara, Laskar Sarasa Sajiwa (Sasaji), Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek, dan Gabungan Online Bandung Bersatu (GBB). Kesembilan organisasi dan komunitas tersebut akhirnya menyepakati untuk membangun aliansi bernama Aliansi Pengemudi Online (APO) Jawa Barat dan akan melaksanakan rangkaian aksi protes terkait larangan ojol untuk beroperasi pada 13 Oktober 2017 dan 16 Oktober 2017 di depan Gedung Sate, Bandung.

Konsolidasi tersebut juga menghasilkan keputusan bahwa Adrian Mulyaputra dipilih sebagai Koordinator Aksi Aliansi Pengemudi Online (APO) Jawa Barat. Tak diketahui apa alasan pastinya, namun secara tiba-tiba Yadi dan komunitasnya menyatakan menolak hasil keputusan tersebut. Meski masih mempertahankan Adrian sebagai koordinator aksi, Yadi dan komunitasnya merombak hampir seluruh perangkat aksi sebelumnya dan menggantinya dengan nama Gerakan Aksi Bersama Online (GERAM) Bandung Raya. Dan dalam konferensi pers yang diadakan di sekretariat komunitas yang didirikan oleh Yadi, diketahui bahwa seluruh perangkat aksi tersebut berisi anggota komunitasnya.

Aksi yang diinisiasi oleh Gerakan Aksi Bersama Online (GERAM) Bandung Raya, tetap berlangsung. Aksi yang dihelat pada Senin 16 Oktober 2017 tersebut diikuti oleh Komunitas yang didirikan oleh Yadi, Community Online Car (COC), dan Perkumpulan Pengemudi Online Satu Komando (POSKO) Jawa Barat. Sedang nama-nama komunitas sebelumnya tidak ikut serta dalam aksi tersebut.

Dalam berita yang dipublikasikan kompas.id menyoal aksi tersebut, Adrian mengklaim terdapat 5.000 ojol yang memadati Gedung Sate, Bandung. Mereka menyatakan 7 tuntutan terkait peraturan yang melarang beroperasinya angkutan online. Salah satu tuntutan tersebut adalah sebagai berikut:

“Selama proses berlangsung pembahasan atau apapun terkait Perda, tidak boleh ada aksi-aksi yang mengatasnamakan organisasi apapun. Baik oleh pengemudi konvensional maupun oleh online. Jika tuntutan tidak ada realisasi dalam waktu 3×24 jam akan dibatalkan semua keputusan yang dibuat dan kita akan melakukan aksi dengan jumlah massa yang lebih banyak.”

Setelah menyampaikan tuntutannya, kedelapan orang perwakilan massa aksi lantas melakukan perundingan bersama dengan Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat, Dedi Taufik dan–entah apa urusannya–dengan Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Barat. 

Belum diketahui apakah tuntutan tersebut dipenuhi atau tidak. Namun yang pasti kesepakatan larangan ojol untuk beroperasi justru berubah jadi Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 yang resmi disahkan pada 1 November 2017.

Sementara itu beberapa komunitas termasuk ormas yang sebelumnya ikut menginisiasi Aliansi Pengemudi Online (APO) Jawa Barat seperti Gojek Bandung Community (GBC), Asosiasi Driver Online Cimahi Kabupaten Bandung Barat (ADOCK), Laskar Sarasa Sajiwa (Sasaji),  Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek, dan Gabungan Online Bandung Bersatu (GBB) justru membentuk aliansi baru bernama Driver Online Jawa Barat (DOJB). 

Anehnya dalam nota kesepakatan yang dipublikasikan dalam Facebook Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek pada 6 November 2017, tuntutan mengenai penolakan larangan beroperasinya ojol justru tidak ditemukan. Poin yang paling utama muncul justru menyebutkan secara jelas mengenai kesepakatan untuk mendukung “Kondusifitas Jawa Barat”. Topik yang sama yang juga dibahas pada pertemuan sebelumnya yang melibatkan Satuan Tugas (SATGAS) Gojek dan Grab.

 

Tuntutan berkelok, aksi protes menyurut, dan komunitas mulai berpecah kongsi. Tak ada satupun langkah konkret yang menjawab keresahan para ojol. Mereka tetap saja menghadapi segudang persoalan yang mesti diatasi. Benak mereka tak berhenti berhitung dan mempertimbangkan keputusan apa yang paling tepat menjawab panggilan order, menyesuaikan tarif dengan yang bensin yang dikeluarkan selama perjalanan, hingga mempertahankan performa akun agar tetap gacor. 

 

Belum juga usai memikirkan hal tersebut, mereka kembali dipusingkan dengan persoalan harian: memikirkan cara bertahan hidup dengan pendapatan minim, menghindari resiko terburuk di jalanan, dan merawat tubuh agar tetap sehat supaya bisa tetap mencari order di esok hari.  

Seabrek persoalan tersebut sudahlah cukup jadi faktor mengapa kini narasi kemitraan masih jamak mendekam di benak ojol. Belum lagi, penetrasi aplikator seringkali memecah fokus tuntutan dalam gerakan protes yang muncul dari komunitas-komunitas ojol, membuat dinamika komunitas ojol di Bandung Raya belum beranjak dari sekedar medium berbagi informasi dan tips-tips menambah pendapatan. 

 

Catatan: *)Tulisan ini adalah bagian dari seri tulisan #DibawahKontrolAplikator. Setiap tulisannya merupakan hasil temuan Trimurti sepanjang Februari-Desember 2023 dari berbagai komunitas ojol di Bandung Raya. Tulisan awal dapat dibaca di sini

 

DAFTAR PUSTAKA

KOMIT GOJEK Facebook.com (2017, 18 Oktober) Jalan Berliku Menuju #BandungBersatu & #BandungKondusif https://www.facebook.com/komitgojek/posts/pfbid02dxrZmHtfjULTkWf1L8gomrVsNsw84sHWBeuWg9BsV2GyKb7YMYrXY77medtVMgoil 

@kurawa_bandug Instagram.com (2022, September 21) Perjuangan belum usai. Kita tunggu kabar baik untuk semua rekan driver ojol! Panjang umur para pejuang

https://www.instagram.com/p/CixhyezobWS/ 

KOMIT GOJEK Facebook.com (2017, November 6) 

https://www.facebook.com/photo/?fbid=885664558248785&set=pcb.885665371582037 

Kompas.id (2017, Oktober 16) Ribuan Pengemudi Transportasi Daring Gantian Berunjuk Rasa di Depan Gedung Sate 

https://www.kompas.id/baca/nusantara/2017/10/16/ribuan-pengemudi-transportasi-daring-gantian-berunjuk-rasa-di-depan-gedung-sate 

 

Penulis: Ilyas Gautama

Editor: Anita Lesmana