Trimurti, Bandung – Pria itu selalu memasang postur tegap dan wajah serius, seakan bersiap ketika genderang perang ditabuh kapan pun. Ucapannya penuh kata-kata motivasi layaknya pejabat publik di acara-acara seminar kebangsaan. Begitulah Yadi (bukan nama Asli) menampakan dirinya pada saya. Jujur saja, melihat perangainya itu membuat leher saya terkadang ikutan pegal-pegal.
Perjumpaan kami terjadi pada Februari 2023. Petak berukuran 2×3 meter di bibir Jalan Kemuning kini sudah jadi tempat bernaung sejumlah ojol sejak empat tahun yang lalu. Petak yang atapnya ditutupi terpal dan penyangganya menggunakan bambu dan kayu bekas itu ia beri nama Markas Komando (MAKO). Nama ini Yadi pilih karena mewakili fungsi sebagai tempat berkumpulnya para petinggi komunitas yang memberikan komando ke berbagai cabang di sejumlah wilayah di Bandung Raya.
Namun sepertinya, gestur yang ditampilkan Yadi boleh dibilang cukup sukses mengangkatnya jadi orang paling disegani di komunitas. Kesimpulan itu tak hanya saya peroleh setelah menonton videonya yang beredar di grup-grup facebook ojol. Tapi juga pada saat pertama kali saya berjumpa dengannya di MAKO.
“Ya, Alhamdulillah. Berkat dukungan rekan-rekan, Abah bisa tetap amanah memegang jabatan ini,” ucapnya sambil mengangkat sebelah tangan, diikuti oleh sejumlah ojol yang mengantri untuk menyalaminya bergiliran sambil membungkuk. Saya berdoa, semoga wajah terkesan yang saya pasang bisa menyembunyikan kedongkolan yang coba saya usir.
Entah kenapa siang itu matahari seolah menambah-nambah ujian saya. Begitu terik dan membuat ojol-ojol yang hampir mati bosan menunggu orderan menanggalkan jaket mereka. Yadi tak ketinggalan, ia lantas melepas jaket dan rompi yang melekat di badannya. Tangannya lantas menggerayangi saku kemeja. Seolah barang yang ia cari bakal muncul begitu saja di tempat yang sama setelah ia mengeceknya berulangkali.
“Kalo Abah biasanya merokok yang ringan-ringan siang begini mah,” ucapnya sambil menyandarkan punggungnya pada kursi bambu dan lantas bertongkat lutut.
Satu di antara ojol kemudian melangkah ke kios yang menyatu dengan MAKO, mengambil uang yang kumal dan tergulung-gulung beserta uang koin yang ia rogoh sana-sini. Tak lama ia kembali, membawa sekotak rokok dan sebotol teh yang ia ambil dari dalam cooler box, lalu meletakkannya di atas meja di depan kami.
“Aduh, gausah repot-repot gini, Abah jadi sungkan,” ucapnya sambil memajukan badannya ke meja, meneguk teh dan mencomot sebatang rokok.
Ia lantas bercerita lagi. Dulu, katanya, ngebid di wilayah Bandung Raya itu ibarat maju ke medan perang bagi ojol. Bahaya di sejumlah tempat mengintai. Terutama di wilayah-wilayah di mana ojol dilarang beroperasi oleh ojek pangkalan. Suatu ketika, Yadi dan rekan-rekan komunitasnya mendapat kabar mengejutkan: empat sepeda motor milik ojol dilempar ke sungai akibat bersitegang dengan ojek pangkalan yang melarang ojol mengangkut penumpang di trayek mereka.
“Ya, karena Abah punya jiwa sosial tinggi lah ya. Abah akhirnya berangkat,”
Sesampainya di lokasi, Yadi mengaku langsung melerai pertikaian di antara ojol dan opang. Ia bahkan memberikan ultimatum di depan para opang apabila ada salah satu ojol yang terluka ketika melintasi wilayah ini, maka ia tak segan-segan akan mengobrak-abrik pangkalan mereka.
Setelah mendengarnya saya tiba-tiba teringat foto yang ia unggah di Facebook. Di foto itu Yadi tampak mengenakan kacamata hitam, berdiri, melipat kedua tangannya di dada sambil sedikit mengangkat dagunya. Sementara di samping kanan kirinya terdapat dua orang yang berpose mengangkat jempol sambil mengenakan kemeja yang di dada kirinya terdapat logo ormas kedaerahan.
Pria yang lebih suka saya panggil Abah ini rupanya memperoleh reputasinya dari konflik tersebut. Yadi mengaku, setelah peristiwa itu, banyak ojol yang mengucapkan terima kasih kepadanya di media sosial dan grup-grup komunikasi ojol. Mereka juga memintanya untuk diikutsertakan ke dalam komunitas.
“Ya Abah menganggap ini amanah. Namanya amanah kan harus ditunaikan,” ucapnya sambil tertawa formal. Saya hanya mengangguk sambil tertawa kering.
Ekspansi Gojek ke Bandung Raya
Lain halnya dengan Yadi, Ijat–begitu sapaan akrabnya–terpaksa harus ngaspal untuk menutupi kebutuhan pasca kontraknya sebagai buruh minimarket tidak diperpanjang lagi.
“Ya gimana lagi kang, dari pada ga ada pemasukan sama sekali,” jelasnya.
Orang-orang seperti Ijat inilah—yang di mata Nadiem dan koleganya—merupakan pangsa pasar menjanjikan bagi bisnis yang mereka jalankan. Dikutip dari bareksa.com setelah mendapatkan suntikan dana dari taipan-taipan bisnis yang menanamkan uangnya pada firma modal asal Singapura, Northstar Group, perusahaan yang mulanya bernama resmi PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) ini berhasrat untuk meraup untung lebih banyak dengan merambah pasar ke Bandung Raya pada tahun 2015.
Sementara para pemilik perusahaan dan taipan-taipan bisnis di Northstar Group menikmati hasil keringat ojol sambil bertaruh dan saling mengakuisisi perusahaan, orang-orang seperti Ijat mesti menelan resiko di jalan demi menambal kebutuhan.
Pada pertemuan kami di penghujung Februari 2023 itu, pemuda bernama lengkap Ruhiyat Putra Dewangga ini berkisah perjalanannya sebelum bergabung bersama komunitas.
Awalnya, Ijat cuma menclok dari satu shelter ke shelter ojol yang lain, tergantung kemana order membawanya pergi. Ia tak merasa perlu bergabung jadi anggota komunitas, baginya cuan adalah prioritas.
“Ya saya mah ikut ngecas sama istirahat aja, kalo untuk ikut KOPDAR (Kopi Darat) atau acara yang lain takutnya malah bonus ga ke kejar,” terang Ijat.
Mulanya memang begitu. Bonus melimpah dan nominalnya yang cukup besar membuat Ijat dan banyak ojol saling berburu bonus. Tapi tentu, sebagaimana kemunculannya di Jakarta, kehadiran Gojek di Bandung Raya sama ‘berdarah-darahnya’. Bonus yang berlimpah, juga diikuti dengan resiko yang mengincar.
Ijat adalah salah satu korbannya. Baru beberapa bulan on bid, ia terpaksa mengantarkan penumpang ke wilayah ‘zona merah’. Pangkalnya adalah penumpang yang ngotot untuk diantarkan hingga ke depan rumah, dengan alasan ia tahu jalan ‘tikus’ agar tidak melewati pangkalan ojeg di mulut gang.
“Sebenernya saya juga was-was, tapi resiko performa akun turun juga bikin saya lebih takut,”
Sial memang. Belum juga sempat melepaskan atribut yang melekat di badannya, ia keburu kepergok oleh salah satu opang (ojek pangkalan) yang kebetulan melintas.
“Itu saya dikasih pilihan, kasih hp sama bayar 100 ribu atau saya dikeroyok,” terangnya.
Pilihan pertama jelas lebih masuk akal bagi Ijat. Sejumlah uang yang ia berikan saat itu tak jadi soal. Namun hp yang ia berikan kepada opang akan menyusahkannya dalam mencari cuan kelak.
Kebetulan, tak jauh dari lokasi tersebut. Ada beberapa ojol yang sedang mengaso beristirahat sambil menunggu order datang. Peristiwa konflik ojol dan opang saat itu menunjukkan, meski tak saling kenal ojol bisa saling membantu bahkan mengerahkan massa untuk menolong rekan seprofesinya. Untuk itu ia datang ke shelter tersebut.
“Alhamdulillah ojol-ojol yang disitu langsung gercep (gerak cepat) nolongin saya,” jelasnya.
Ijat berhasil mengambil hpnya. Namun, tidak dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi tak apa, katanya. Sebab mau bagaimana lagi, usaha tersebut pun sudah menimbulkan ketegangan awalnya.
“Alhamdulillah, Abah bersama satgas bisa menjadi penengah lah di situ,”
Ijat lanjut menerangkan, ketegangan tersebut berhasil dicairkan dengan kehadiran salah satu pihak manajemen aplikator. Ijat menduga, salah seorang perwakilan satgas lah yang mengundang orang tersebut untuk datang menjadi mediator. Meski alot, opang akhirnya sepakat untuk membuka akses wilayah tersebut bagi ojol, seturut dengan bergabungnya mereka menjadi “mitra Gojek”.
“Siapa yang ga mau kang, saya aja ngantri lama di kantor buat daftar,” sebut Ijat.
Bagi Ijat, tawaran manajemen kepada opang jelas menggiurkan. Sebab saat itu antrian pendaftaran di kantor Gojek bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Menurutnya, masuk akal apabila mereka sepakat untuk bergabung menjadi driver Gojek. Sebuah tawaran yang dapat menghemat waktu dan biaya pendaftaran.
Bukan Kedermawanan, Ini Hanya Cara Memperoleh Keuntungan
Ojol dan publik boleh saja mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh aplikator dengan memediasi konflik-konflik tersebut sehingga tercipta zona bebas ojol. Tapi tak bisa dipungkiri opang-opang ini adalah bagian penduduk kota Bandung yang menurut aplikator merupakan target potensial untuk diserap dalam skema kerja tanpa perlindungan.
Untuk itu Gojek bahkan berlaku lebih jauh dengan menggunakan Satuan Tugas (SATGAS) sebagai alat untuk merekrut opang, alih-alih sebagai mediator sebagaimana yang mereka sebutkan. Hal ini dibuktikan melalui butir-butir kesepakatan antara Satuan Tugas (SATGAS) Gojek dengan sebuah komunitas ojol di Bandung Raya bernama Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek. Dalam notulensi pertemuan yang dipublikasikan di Facebook mereka terdapat pernyataan sebagai berikut
“Perdamaian terwujud jika pelaku dan opang setempat bersedia bergabung menjadi driver Go-Jek tanpa syarat”
Masih dalam notulensi yang sama, Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek juga menulis bahwa opang juga sangat membutuhkan fasilitas cicilan hp.
Sebuah rekaman bahkan menunjukan bahwa Satgas berhasil mempertemukan manajemen Gojek dengan opang Ojek Riung Bandung Santosa (ORISA). Lagi-lagi peristiwa semacam ini ditemukan pada Facebook Koalisi Mitra (KOMIT) Gojek. Dalam rekaman pertemuan yang diabadikan melalui kamera ojol. Tampak jelas, manajemen merayu opang dengan berbagai keuntungan yang bisa opang dapatkan.
“Nah, ini pa, saya mah (sebagai pegawai) cuman dapet Rp200 rupiah dari setiap order yang bapak dapat,” jelasnya kepada salah satu opang Ojek Riung Bandung Santosa (ORISA), Rabu 10 Mei 2017.
Tapi sekali lagi, ini jelas bukanlah satu bentuk kedermawanan aplikator. Dalam modul-modul ekonomi manapun sebuah perusahaan pastilah bergerak untuk mengejar profit. Semua budget yang dikeluarkan adalah untuk mendapat cuan yang lebih berlipat.
Tengok saja pernyataan Nadiem dalam berita yang dipublikasikan oleh id.techinasia.com. Baginya, penduduk Bandung yang tech savvy serta masalah lalu-lintas yang dihadapi kota ini menjadikannya sebagai potensi besar bagi Go-Jek. Dengan kata lain, bagi Gojek, ojol bukanlah fakir miskin yang patut disantuni dan diberi fasilitas cuma-cuma. Sekali lagi, semua itu diperlukan agar Gojek bisa mendapat pundi-pundi nominal yang lebih melimpah.
Maka tak heran, melalui ilusi jadi bos bagi diri sendiri, kerja di mana saja dan kesan ‘keren’ karena menggunakan perangkat digital serta seragam sebagai identitas. Pangkalan-pangkalan ojeg di berbagai wilayah di Bandung berubah jadi zona bebas ojol seturut dengan opang yang beralih profesi jadi driver online.
Solidaritas organik yang muncul guna menyiasati resiko di jalan sebagaimana kisah yang dialami Ijat, memang pantas diapresiasi. Kelak di kemudian hari, ini merupakan modal awal bagi terciptanya aksi-aksi massa untuk memprotes kebijakan aplikasi. Namun, kekosongan peran aplikasi menyoal perlindungan driver di jalan, segera ditangkap sebagai gelagat potensi massa bagi ormas.
Afiliasi Komunitas Ojol dan Ormas di Bandung Raya
Kisah Ijat boleh dibilang adalah representasi dari pemanfaatan peluang tersebut. Pasca kejadian pengambilan hpnya. Ijat menyaksikan pamor komunitas Yadi cukup jadi faktor yang signifikan dalam memuluskan proses mediasi dengan opang.
Komunitas yang diresmikan di Sekretariat Perindo Bandung ini, memang cukup disegani oleh komunitas lain. Fakta adanya pertalian erat antara komunitas Yadi dengan salah satu ormas terbesar di Jawa Barat dapat disinyalir jadi faktor utamanya.
Ijat misalnya, di kemudian hari lantas merasa perlu bergabung dengan komunitas. Baginya, komunitas adalah tempatnya untuk berlindung dari bahaya di jalan. Dengan mantap ia lantas mangkal di shelter komunitas Yadi dan mengenakan rompi sebagai tanda bahwa ia telah resmi bergabung dengan komunitas.
Sangat mudah diduga bahwa fungsi lain dari rompi atau emblem yang dikenakan ojol dapat juga dibaca “Jangan Ganggu Saya Jika Anda Tidak Ingin Berurusan Dengan Ormas Ini”. Ya, inilah juga yang ‘dijual’ oleh Yadi dan beberapa aktor lain yang berafiliasi dengan ormas.
Yadi dan afiliasinya dengan ormas cukup mujarab menjadi daya tarik sejumlah ojol. Karena jumlahnya yang kian meningkat, komunitas ini bahkan membagi wilayah keanggotaannya keempat penjuru mata angin: timur, barat, selatan dan utara. Untuk mengetahui asal wilayah anggota komunitas tersebut, lihat saja garis yang melintang diagonal di bagian belakang pinggang rompinya. Sebab keempat wilayah keanggotaan komunitas ini, dicirikan berdasarkan warna yang mewakili pembagian wilayah.
Dengan klaim anggota mencapai 1.100 orang, komunitas Yadi terbilang sangat terstruktur jika dibandingkan dengan komunitas ojol pada umumnya yang hanya terdiri dari Bendahara, Sekretaris dan Ketua atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dari keempat wilayah penjuru mata angin di Bandung Raya, komunitas Yadi membagi divisi ke beberapa tugas: Pertama adalah divisi Satwal. Tugasnya adalah untuk melakukan koordinasi antar anggota komunitas apabila ada di antaranya yang mengalami kecelakaan di jalan. Kedua, adalah divisi Satgas, tugasnya adalah untuk melakukan pengawalan terhadap divisi satwal. Selain itu pada periode kemunculan gojek di Bandung Raya, divisi ini juga bertugas untuk melakukan mediasi bersama dengan Yadi sebagai ketuanya.
Menurut penuturan Yadi, sifat jiwa sosialnya juga sebisa mungkin ditanamkan pada komunitas yang ia dirikan. Itulah kenapa dibentuklah divisi ketiga, divisi sosial yang tugasnya adalah mengadakan acara amal dan bakti sosial. Yadi juga berujar, di antara kesibukan yang dijalani ojol untuk mencari nafkah, sebisa mungkin jangan sampai meninggalkan ibadah sebagai kewajiban, terutama umat muslim. Untuk mengingatkannya, ia mendirikan divisi kelima, yakni divisi rohani yang senantiasa mengingatkan sesama anggota komunitasnya kepada Allah SWT melalui beragam kegiatan seperti tabligh akbar.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, komunitas yang secara struktur hierarkis dan komandois ini tentu memerlukan satuan unit yang bertugas menyebarkan pesan-pesan dan perintah elit organisasi atau komunitas. Maka lahirlah divisi keenam yakni divisi humas. Menurut penuturan Yadi, divisi ini bertugas menyalurkan informasi satu arah dari MAKO sebagai Markas Komando yang menaungi beberapa koordinator wilayah timur, barat, selatan dan utara Bandung Raya.
Dari keseluruhan temuan mengenai sosok Yadi dan komunitas ini, baik secara struktur dan cara pengelolaannya sangat erat dengan cara ormas dikelola. Patut diduga, cara pengelolaan dan bentuk organisasi yang sedemikian rupa, dicangkokan oleh Yadi dari ormas ke komunitasnya.
Dengan jumlah anggota yang mencapai 1.100 orang, komunitas milik Yadi tentu segera menarik perhatian berbagai pihak. Pertama adalah ormas. Pada 27 Februari 2017, komunitas Yadi dengan mantap mengumumkan komunitasnya secara resmi menjadi bagian dari ormas bernama Buah Batu Corps (BBC). Sebelum komunitasnya, ternyata Yadi telah lebih dulu bergabung dengan ormas ini.
Pihak kedua adalah aplikator. Setelah di tahun 2016 komunitasnya dua kali mengadakan aksi, aplikator jadi sering mengundangnya untuk menghadiri kopdar yang disebut mempererat tali silaturahmi antara ojol dan perusahaan.
“Abah juga berusaha agar setiap aspirasi anggota juga sampai ke aplikator pada saat kopdar-kopdar rutin dengan manajemen,” jelasnya. Tak ada yang tahu pasti apakah apa yang disebut Yadi sebagai aspirasi tersebut didengar oleh aplikator atau tidak.
Corak Komunitas Ojol Bandung Raya
Setahun berselang, aplikator lain hadir di Bandung Raya. Melihat perkembangan Gojek di wilayah ini, Grab pun ingin ikut meraup untung dengan mempekerjakan ojol dalam skema kerja tanpa perlindungan dan kepastian dengan dalih hubungan kemitraan. Periode bakar uang aplikator perlahan mulai usai dan protes juga marak terjadi. Namun, fakta melimpahnya buruh-buruh yang mengantri di pasar tenaga kerja serta jamaknya PHK massal di pabrik-pabrik, merupakan faktor yang tak bisa dikesampingkan bagi larisnya skema tipu-tipu bernama kemitraan ini.
Hal ini setidaknya ditunjukan melalui data yang dilansir oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun 2017. Dikutip dari cnnindonesia.com ada 9.822 pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Januari hingga November 2017. Jumlah PHK itu berasal dari 2.345 kasus di seluruh wilayah di Indonesia.
Sementara itu, dikutip dari kompas.com pada tahun yang sama Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang.
Tentunya angka-angka yang disebutkan akan jauh lebih banyak dibanding yang dituliskan oleh kedua lembaga tersebut. Namun, setidaknya dari data tersebut kita bisa membayangkan bahwa terdapat animo yang cukup besar seiring munculnya kompetitor Gojek ke Bandung Raya.
Di sisi lain, ojol yang terdaftar sebagai driver Gojek juga berusaha menyiasati pendapatan mereka yang semakin mengecil akibat periode bakar duit yang mulai berakhir. Maka, tak heran apabila cukup banyak ojol yang terdaftar sebagai driver pada aplikasi Grab. Setidaknya ini juga dikuatkan dengan hadirnya komunitas-komunitas kecil ojol di Bandung Raya yang banyak mencantumkan nama aplikasi ini di identitasnya.
Kehadiran komunitas-komunitas kecil ini rupanya merupakan awal kemunculan komunitas dengan corak relawan kemanusiaan. Selain rutin mengadakan kegiatan amal, mereka juga sigap memberikan pertolongan pertama pada korban kecelakaan hingga kegiatan mengawal ambulan. Sebagaimana namanya Unit Reaksi Cepat (URC), komunitas jauh lebih bisa diandalkan ketimbang satlantas kepolisian. Identitas mereka sebagai ojol dan jaringan komunikasi yang mereka miliki membuat kerja-kerja yang mereka lakukan sangat efisien dan efektif.
Tapi, tidak semua ojol memiliki jiwa mulia dan sempurna seperti Yadi. Budaya tolong menolong di antara mereka memang murni muncul karena desakan kondisi kerja yang mereka hadapi di jalan. Sebab aplikator akan selalu menyangkal bahwa itu semua adalah tanggung jawab mereka. Sementara peran pemerintah dan aparatusnya jelas sama sekali tidak bisa diharapkan.
Tak diketahui dengan pasti apakah para ojol yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC) mendapatkan imbalan atau upah atas kerja-kerja tersebut. Namun yang pasti, aktivitas kerelawanan ini tentunya menguras waktu dan tenaga mereka. Padahal, satu-satunya pendapatan mereka adalah dengan antar jemput penumpang, barang dan makanan.
Selain hadirnya komunitas yang memiliki corak relawan kemanusiaan, hadir juga komunitas-komunitas yang aktivitasnya sangat erat dengan club motor. Acara-acara seperti anniversary yang diselenggarakan tahunan, touring yang dilakukan bulanan hingga kopdar yang dilakukan mingguan adalah agenda-agenda yang memadati aktivitas ojol di komunitas-komunitas tersebut.
Dari apa yang mereka unggah di media sosial, baik komunitas dengan corak relawan kemanusiaan maupun club motor, sama-sama tidak tampak adanya aktivitas-aktivitas yang mengarah pada tuntutan perbaikan nasib ojol.
Memang, sejak awal kemunculannya di medio 2015, banyak komunitas mampu menjawab masalah yang saat itu dihadapi oleh ojol yakni ancaman ojek pangkalan. Sesuatu yang bahkan tidak dijamin oleh aplikator maupun negara.
Inilah yang menjadikan komunitas ojol saat itu relevan dengan persoalan yang dihadapi oleh ojol di Bandung Raya. Selain itu, berbagai inisiatif tolong menolong antar driver juga menjadi terwadahi dan terencana seiring tumbuhnya komunitas-komunitas yang bercorak kemanusiaan. Namun, alih-alih bergerak menuju organisasi yang memiliki daya tawar di hadapan aplikator, komunitas-komunitas yang ada di Bandung Raya justru berakhir sebagai organisasi profesi di mana berbagai kegiatan seperti hobi, silaturahmi dan seremonial ditemukan.
Kekosongan agenda-agenda persatuan ojol yang mengarah pada perjuangan nasib inilah yang dimanfaatkan oleh ormas, di tengah kebutuhan ojol akan jaminan keamanan ketika bekerja. Sebagaimana lazimnya ormas di Indonesia, mereka tentunya akan berlagak seolah pahlawan dengan menawarkan bantuan kekerasan. Motifnya, tentu adalah penambahan jumlah anggota. Apa untungnya? Dengan jumlah anggota yang terus bertambah dan terdiri dari berbagai latar belakang profesi, maka akan menambah daya tarik ormas di hadapan partai-partai politik.
Daftar Pustaka
Detik.com (2018, 27 Juli). Ojol vs Opang di Bandung, 4 Motor Dilempar ke Sungai. https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4137330/ojol-vs-opang-di-bandung-4-motor-dilempar-ke-sungai
Bareksa.com (2015, 28 September) Northstar Pemegang Saham DOID Suntik Go-Jek. Ini Profilnya. https://www.bareksa.com/berita/berita-ekonomi-terkini/2015-08-28/northstar-pemegang-saham-doid-suntik-go-jek-ini-profilnya
KOMIT GOJEK. Facebook.com (2017, 15 Januari). Notulensi Pertemuan Antara Satgas Internal Go-Jek Bandung Bersama Driver Go-Jek Bandung Kamis, 22 Desember 2016. https://www.facebook.com/MitraGoJekBandung/posts/bismillahirrahmanirrahimnotulensi-pertemuan-antara-satgas-internal-go-jek-bandun/1102439859867462/
KOMIT GOJEK. Facebook.com (2017, 10 Mei). Silaturrahim Bersama Manajemen GI dan Orisa. https://www.facebook.com/komitgojek/videos/788680061280569
Pendra Budiawan. Facebook.com (2017, 27 Februari). Deklarasi HDBR korsus LASKAR LBI 15. https://www.facebook.com/pendra.budiawan/videos/1360937153968532
cnnindonesia.com (2017, 29 Desember) Nyaris 10 Ribu Pekerja Kena PHK di Sepanjang Tahun Ini.
Kompas.com (2017, 6 November) Agustus 2017, Jumlah Pengangguran Naik Menjadi 7,04 Juta Orang
Penulis: Ilyas Gautama
Editor: Anita Lesmana
*)Tulisan ini adalah bagian dari seri tulisan #DibawahKontrolAplikator. Setiap tulisan merupakan hasil temuan Trimurti sepanjang Februari-Desember 2023 dari berbagai komunitas ojol di Bandung Raya.