Categories
Kabar Perlawanan

PT HIP Dalangi Kerusuhan di Sulawesi Tengah

Trimurti.id, Pada tanggal 16 dan 17 April 2024, tepatnya dua hari setelah hari raya Idul Fitri, terjadi kerusuhan yang didalangi oleh PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Kerusuhan dilakukan dengan cara memobilisasi buruh perkebunan untuk melakukan panen paksa di Perkebunan Plasma Koperasi Awal Baru, di Desa Balau dan Maniala, Sulawesi Tengah. 

PT HIP berusaha untuk membuka paksa penghentian operasional kebun plasma yang sedang dilakukan oleh masyarakat pemilik lahan. Aksi penghentian operasional kebun plasma oleh pemilik lahan itu dilakukan sejak 8 Februari 2024. Aksi itu bertujuan untuk menuntut keadilan atas tanah, termasuk soal dana bagi hasil yang tak kunjung mereka terima kurang lebih 16 tahun lamanya.

Usaha yang dilakukan oleh PT HIP terbilang sangat tidak profesional dan tidak menghormati keputusan warga pemilik lahan. Dengan memobilisasi para buruh untuk melakukan panen paksa, PT HIP telah memicu gesekan antara kedua belah pihak, yaitu para buruh dan pemilik lahan. Bisa dikatakan PT HIP sedang melakukan adu domba untuk memaksa para pemilik lahan untuk menyerah sekaligus menuai kerusuhan.

“Dalam melakukan pemanenan buruh dikawal pihak security perusahaan. Juga terlihat aparat Brimob di sekitar lokasi kebun plasma tersebut,” kata Fatrisia Ain, dari Forum Petani Plasma Buol (FPPB).

Dalam video yang beredar, terjadi kontak fisik yang dilakukan oleh pihak perusahaan serta ketua koperasi, kepada petani yang bernama Mada Yunus. Saat itu, Mada Yunus melakukan pelarangan pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik pengolahan sawit milik PT HIP yang sudah sempat dipanen paksa.

Aksi protes juga dilakukan oleh dua orang perempuan dengan cara berbaring di bawah truk agar tidak bergerak maju membawa buah sawit yang sudah dipanen untuk diangkut ke pabrik pengolahan PT HIP. Salah satu perempuan itu bernama Masnia. Dia adalah seorang perempuan tani pembela HAM yang suaminya saat ini masih menjadi tahanan setelah dilaporkan oleh PT HIP ketika memperjuangkan tanah plasmanya tiga tahun silam.

Aksi itu kemudian direspons oleh sejumlah buruh perusahaan dan sekuriti perusahaan. Dua perempuan itu dibujuk agar menghentikan aksinya dengan alasan “karena sawit itu terlanjur sudah dipanen dan demi alasan keamanan”. Kali ini Masnia bertekad melakukan segala upaya agar PT HIP tidak beroperasi di kebun plasma.

“Kami ini pemilik lahan tidak mau ribut dengan teman-teman buruh, kami sejak Pilpres sudah mengurangi datang ke kebun plasma karna menghindari dituduh ini itu, sambil tunggu niat baiknya PT HIP. Jadi kami harapkan juga, tolong perusahaan tidak bertindak semena-mena di tanah milik petani. Kasihan kami sudah tidak terima bagi hasil plasma selama ini, masih juga dihina-hina dan\ dilapor-lapor ke Polisi seolah kami ini penjahat yang mencuri di tanah HGU. Padahal jelas ini lahan plasma, bukan kebun inti,” tegasnya.

Para petani pemilik lahan melakukan penghentian sementara operasional kebun karena kerja sama pembangunan plasma ini tidak membawa keuntungan dan keadilan untuk mereka. Selama bermitra dengan PT HIP, petani pemilik lahan tidak mendapatkan bagian hasil panen atau sisa hasil usaha.

Fatrisia Ain menyayangkan tindakan pihak PT HIP yang tidak segera membuka ruang perundingan bersama para pemilik lahan. Perundingan itu akan berguna untuk menempuh penyelesaian secara adil dan terbuka sebagaimana diminta para petani pemilik lahan selama ini. Namun, perusahaan terkesan justru melakukan pembiaran, bahkan melakukan provokasi agar petani menyerah. 

Provokasi itu juga berdampak pada nasib buruh yang dipekerjakannya di kebun-kebun plasma. Fatrisia juga menekan perusahaan agar menempatkan buruh di lokasi kerja baru yang sesuai dan di luar perkebunan plasma sampai ada penyelesaian masalah kemitraan. Menurutnya, cara itu untuk menghindari penghasutan baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa memicu kerusuhan.

“Tidak ada yang menginginkan terjadinya konflik horizontal. Tujuan petani hanya meminta perundingan secara langsung dengan para pimpinan PT HIP dengan keterlibatan Pemda,” tegasnya

Pada video terakhir, terlihat dua orang perempuan petani sedang beradu argumen dengan pihak security perusahaan. Pihak security mengaku hanya mengamankan tempat dan tidak berbuat apapun, tapi di akhir video itu pihak security berbicara “Coba pake otak, pake hati manusia, pake hati nurani”. Dalam pembicaraan itu, baik security maupun perusahaan, secara langsung sudah menganggap petani pemilik lahan itu sebagai hewan yang perlu diusir dari lahan garapannya sendiri.

 

***

Penulis: Dudi Nirwana

Editor: Dedi Muis