Trimurti.id, Bandung- Organisasi non-pemerintah Perempuan Mahardhika pada Jumat, 17 Maret 2023 melakukan konfrensi
pers online untuk merespon Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global yang terbit pada 7 Maret 2023.
Dalam rilisnya Perempuan Mahardhika menyebut Permenaker ini diskriminatif dan memiskinkan buruh perempuan, mengingat industri padat karya merupakan industri yang mayoritas buruhnya adalah buruh
perempuan. Alih-alih mempertahankan kelangsungan bekerja permen ini justru akan menghilangkan perlindungan, mengabaikan hak reproduksi buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil dan
melahirkan, dan cuti keguguran serta menjadikan buruh tidak memiliki kepastian kerja di tengah masa kontrak kerja yang semakin pendek.
Lebih jauh Perempuan Mahardhika menyoroti permenaker ini sebagai pelanggaran hak yang dilegalkan oleh pemerintah. Karena, upah minimum adalah hak dasar yang tidak boleh dilanggar. Sehingga,
pengurangan waktu dan jam kerja sehrusnya tidak boleh menimbulkan konsekuensi pengurangan upah buruh.
Vivi Widiyawati selaku Koordinator Divisi Politik Perempuan Mahardika menjelaskan, “peraturan- peraturan yang mendiskriminasi (buruh perempuan) di sektor padat karya -seperti penangguhan upah,
minimnya perlindungan kerja, upah yang rendah, dan penangguhan (pembayaran) THR- sudah terjadi sejak lama.” Ia pun menambahkan, Mentri Ketenagakerjaan Ida Fauziah tidak pernah menjadikan buruh
perempuan sebagai pusat di dalam membuat sebuah kebijakan.
Permenaker semakin membuat buruh perempuan menderita
Syanti, seorang buruh perempuan yang hadir dalam konferensi pers ini, menceritakan pula bahwa – bahkan sebelum terbitnya permenaker ini- di kawasan industri Sukabumi tempatnya bekerja, istilah “skorsing” dikenal luas. “Skorsing” adalah kerja lembur tapi upah lemburnya tidak dibayarkan.
Karena itu, “skorsing itu adalah pencurian upah,” tegasnya.
Ia menambahkan, permenaker ini akan memberikan peluang kepada pengusaha-pengusaha “nakal” untuk semakin melegalkan perampasan upah dengan berbagai cara.
“… permenaker ini semakin mengeksploitasi kehidupan buruh perempuan,” ujarnya
Mengakhiri konferensi pers, Perempuan Mahardhika menuntut agar Menteri Ketenagakerjaan segera mencabut Permenaker No 5 tahun 2023 dan memperbanyak jaminan perlindungan bagi buruh
perempuan.
Reporter: Thomas Manuputty
Sumber Foto: Detik News