Categories
Jam Istirahat

Lebih Jenaka dari Ceu Edoh, PRT dalam Preman Pensiun: Sudah 19 Tahun DPR tak Kunjung Mengesahkan UU Perlindungan PRT

Ceu Edoh gugup bukan main saat hendak mengutarakan niatnya di hadapan kedua majikannya, Kang Muslihat dan Ceu Esih. Wajahnya mengkerut kaku seolah habis mengunyah buah paling masam di dunia. Tapi, Esih yang berdiri tepat di sebelahnya meyakinkannya untuk segera bicara.

“Ceu Edoh mau apa? Bilang,” ujar Kang Mus.

“Saya mau kasbon,” balas Ceu Edoh

“Berapa?”

“150 (ribu).”

“Buat apa?”

“Buat STTB.”

“Ceu Edoh mau nebus ijazah?” tukas Kang Mus keheranan.

“Bukan ijazah.”

Kang Mus kembali bertanya untuk memastikan, “STTB bukannya Surat Tanda Tamat Belajar?”

Agar suaminya tidak semakin bingung, Esih lalu menimpali, “(Huruf) T-nya satu aja. STB.”

“STB,”sambung Ceu Edoh

“STB apa?” Tanya Kang Mus

“Biar bisa nonton Mas Al,” balas Ceu Edoh sambil terkekeh.

“Buat nangkep siaran digital? Set Top Box?”

“Itu apa ceu?” tanya Ceu Edoh pada Esih.

Set Top Box itu STB.”

“Iya kang.”

Itulah cuplikan adegan dalam salah satu episode Preman Pensiun musim ketujuh. Mengambil latar dunia perpremanan di Bandung, Preman Pensiun adalah salah satu serial komedi yang paling berhasil menarik perhatian para penggemar sinema elektronik (sinetron). Pujian pantas dilayangkan untuk sutradara sekaligus penulis naskah Aris Nugraha, yang selalu berhasil menyuguhkan dialog-dialog  sederhana yang mengikuti perkembangan jaman dan mampu mengundang senyum penonton.

Salah satu tokoh yang menarik adalah Ceu Edoh, pekerja rumah tangga (PRT) untuk pasangan Kang Mus dan Ceu Esih.  Ceu Edoh, diperankan oleh Nining Yuningsih, muncul sejak musim pertama penayangan Preman Pensiun (2015).  Sebelum menjadi PRT, sosok perempuan tambun jenaka ini digambarkan dihimpit kesulitan ekonomi.  Suaminya, buruh outsourcing yang dikontrak untuk masa kerja tiga bulan, baru dipecat dari pabrik.  Ceu Edoh lantas memohon kepada Ceu Esih agar suaminya yang pengangguran diberi pekerjaan.

Kang Mus, suami Ceu Esih, tak lantas memberi pekerjaan kepada suami Ceu Edoh. Sebagai preman Kang Mus tentu paham bahwa menagih uang retribusi keamanan dan kebersihan di pasar, terminal, dan jalanan adalah pekerjaan yang penuh risiko.

Karena, bisnis yang dikomandoi Kang Bahar ini sarat dengan kekerasan. Singkat cerita, hanya Ceu Edoh lah yang akhirnya dipekerjakan di keluarga Kang Mus dan Esih.

Ceu Edoh kemudian menyaksikan jatuh-bangunnya bisnis Kang Mus. Dia hadir saat Kang Mus merebut kendali bisnis keamanan dari Kang Bahar. Dia berada di tengah keluarga saat Kang Mus melakukan diversifikasi usaha, dengan membuka usaha olahan makanan kicimpring (semacam keripik). Ceu Edoh bahkan sempat merangkap sebagai buruh bagian produksi kicimpring, selain sebagai PRT dengan tugas memasak, mencuci, dan menyetrika yang tak ada habisnya. Seiring waktu, bisnis Kang Mus berkembang pesat. Produksi kicimpring meningkat, jumlah buruh bertambah. Dan, Ceu Edoh tetap berakhir sebagai PRT biasa.

Pada musim sebelumnya Preman Pensiun sebenarnya pernah menghadirkan tokoh PRT lain bernama Imas. Perempuan muda ini dikisahkan merantau dari kampung halamannya di Sumedang, kemudian bekerja di keluarga Kang Bahar. Sayangnya, peran Imas tidak mendapat banyak porsi cerita. Imas hanya digambarkan sibuk meratapi kisah cintanya yang meliuk-liuk, hingga akhirnya menikah dengan pemuda Dikdik. Sutradara Aris Nugraha agaknya terburu-buru menyudahi perjalanan tokoh Imas.

Mari telisik lebih dalam tentang bagaimana PRT digambarkan dalam Preman Pensiun. Imas diceritakan menetap di rumah keluarga Kang Bahar dan bisa disuruh bekerja kapan saja. Sementara, Ceu Edoh yang tinggal bertetangga dengan majikannya, hanya bekerja lima hari dalam sepekan. Dalam hal ini, sebagai majikan Kang Mus lebih manusiawi dibandingkan begundal preman Kang Bahar.

Untuk dicatat juga, dalam sinetron ini, Ceu Edoh dan Imas masih disebut sebagai pembantu, dan bukan pekerja. Oleh majikan, keduanya dianggap sebagai bagian dari keluarga. Namun demikian, dalam kehidupan nyata ungkapan “sudah seperti keluarga sendiri”sering menjadi dalih bagi majikan untuk memberi upah yang keterlaluan murahnya. Memang, penulis naskah Aris Nugraha luput membahas soal-soal yang penting seperti besaran upah dan tunjangan serta hak cuti dari Ceu Edoh dan Imas.  Juga tak dijelaskan apakah mereka punya asuransi kesehatan atau tidak. Benar pula, PRT senantiasa digambarkan sebagai perempuan bodoh dari kampung dan mereka sering menimbulkan kelucuan ketika mereka salah memahami kata-kata yang meluncur dari mulut orang kota yang modern.

Serupa dengan Ceu Edoh dan Imas yang ditampilkan sebagai perempuan yang lebih bodoh, di layar kaca dan layar lebar PRT dan pekerjaan sejenis digambarkan sebagai pekerjaan untuk kelas sosial yang lebih rendah. Dalam film-film Amerika, peran PRT, penjaga lift, penjaga pintu hotel, pengasuh anak dan orang tua, lebih sering diberikan pada artis peran kulit berwarna. Perempuan dari kelas sosial lebih rendah mungkin pula dianggap kurang bermoral dan karena itu layak diperlakukan sebagai sekedar objek seksual. Itulah sebab film Inem Pelayan Sexy, pertama kali ditayangkan pada 1976, diproduksi berulang-ulang dan tetap mendapat sambutan penonton.

Bagaimanapun Preman Pensiun adalah serial komedi yang diproduksi untuk tujuan menghibur penonton. Jadi, memang tidak dimaksudkan untuk meneror penonton dengan berbagai macam kesusahan hidup PRT akibat perilaku majikan yang bejat (lihat box di bawah). Sekurang-kurangnya, tayangan layar kaca ini patut diapresiasi, membawa suatu kebaruan di kancah industri hiburan, dan menyuguhkan kisah-kisah yang dekat dengan keseharian kita. Setidaknya, suatu selingan yang menarik dibandingkan PRT tidak bernama dalam sinetron bodoh yang ngotot menampilkan romansa semu, kisah perebutan warisan, atau azab pedih yang menimpa umat manusia yang tak tahu diri.

Komentar terakhir, sutradara Aris Nugraha seharusnya paham. Lebih jenaka dari Ceu Edoh, sudah 19 tahun DPR terus menunda pengesahan UU Perlindungan PRT. Kita akan lihat apakah lawakan ini akan muncul pada serial Preman Pensiun berikutnya.

Penulis: Rinaldi Fitra

Editor: Suyatno

Majikan Bejat: Sumber Malapetaka bagi PRT

Dalam kehidupan nyata, banyak majikan adalah sumber dari segala penderitaan bagi PRT. Derita Pekerja: Praktik Kekerasan dan Pelecehan di dunia kerja (Januari 2022), riset yang dibuat oleh Konde.co dan Voice, memuat cerita dari lima PRT yang mengalami pelecehan seksual, kekerasan fisik, diskriminasi kerja, dituduh mencuri, upahnya tak dibayar, dan tidak mendapatkan tempat kerja dan makanan yang layak.

 

Rina (bukan nama sebenarnya):

Dilecehkan oleh majikan laki-lakinya. Perlakukan mesum itu terjadi saat majikan meminta Rina untuk memijat kakinya.  Mulanya si majikan cabul meminta Rina menutup pintu kamar rapat-rapat. Sembari Rina memijat kakinya, tiba-tiba saja sang majikan memperlihatkan alat kelaminnya. Rina yang sontak risih dan tidak merasa nyaman meminta majikan untuk berhenti berbuat tidak senonoh.  Setelah kejadian itu, Rina menerima upah terakhirnya dan dipecat begitu saja. Dan, majikan Rina adalah seorang anggota DPR.

 

Dewi Korawati.

Pada 2016, ia dilecehkan oleh sang majikan cabul. Lantaran dianggap montok, tubuh Dewi sering dicolek-colek majikan. Dewi menceritakan kejadian itu pada suaminya. Suami kemudian meminta Dewi untuk berhenti dan mencari pekerjaan di tempat lain.

Setahun berselang, Dewi mendapatkan pekerjaan sebagai PRT di tempat lain. Namun, bukan nasib baik yang ia peroleh. Dewi harus bekerja dari pukul empat pagi hingga tengah malam. Lebih parahnya pula, ia harus tidur di kamar yang atapnya bocor ketika hujan turun dan hanya diberi makanan sisa majikan.

 

Sutinah.

Pada 2015, Sutinah bekerja sebagai PRT di Jakarta. Tepatnya di rumah keluarga ekspatriat atau orang asing. Tugasnya adalah mengurus rumah dan mengasuh dua anak yang berumur enam bulan dan satu tahun. Malangnya, Sutinah harus berhadapan dengan majikan pemarah dan berwatak diktator. Bayangkan saja, untuk urusan membersihkan lantai rumah dan mencuci baju, Sutinah diharuskan menggunakan cairan pemutih, tanpa alat pelindung diri. Akibatnya, beberapa bagian tubuh sutinah telah terpapar zat berbahaya.

Sekali waktu, majikan marah, sehingga Sutinah hampir terkena lemparan gelas. Ia hanya diam melihat kelakuan majikan yang mengatasi semua hal dengan cara kekerasan.  Tak tahan dengan kondisi kerja yang buruk, terlebih ia harus bekerja dari pukul 05.00 pagi hingga pukul 01.00 dini hari, Sutinah hanya bertahan bekerja selama enam bulan. Ia mengajukan pengunduran diri kepada agen penyalur PRT. Sialnya, majikan sutinah enggan membayar upah kerjanya selama enam bulan.

 

Yuni.

Saat bekerja di sebuah apartemen di Jakarta, Yuni diperlakukan secara diskriminatif. Pengalaman buruk pertama, tidak boleh menaiki lift yang sama dengan majikan. Hanya diperbolehkan naik lift barang yang digunakan oleh pengelola apartemen. Di relung hati terdalam, ia geram diperlakukan sama halnya dengan barang.

Di lain waktu, Yuni hampir dipecat karena dituduh mencuri. Tuduhan itu ternyata salah, sehingga Yuni urung dipecat. Tapi yang membuat Yuni betul-betul geram adalah saat majikan mengancam akan memotong upahnya lantaran Yuni terlambat. Pada saat itu Yuni juga bekerja paruh waktu di tempat lain.

 

Menurut Tim Riset Konde.co dan Voice, karena mereka bekerja dalam ruang-ruang yang tertutup, sebagai perempuan dan dari golongan yang dianggap remeh, PRT rentan mengalami kondisi hidup dan kondisi kerja yang buruk. Bekerja dalam ruang tertutup, mereka tak terlindungi dan tak kuasa untuk melawan. Ranah domestik memang ranah yang seakan tak tampak, dan menyebabkan ada banyak kejadian pelecehan.