Trimurti.id, Bandung – Akhir pekan lalu, 10 Februari 2024, merupakan puncak libur akhir pekan cukup panjang. Setelah perayaan hari Isra Mi’raj, perayaan tahun baru imlek turut menorehkan tinta merah dalam almanak tahun ini. Sebagian besar warga kota Bandung dan kota lainnya menyambut hari libur itu dengan pergi berekreasi ke tempat-tempat wisata di wilayah Bandung Utara. Merasakan udara sejuk Kota Bandung, dan melepas penat dari tuntutan pekerjaan.
Terpantu sejak sore menjelang petang, berbagai kendaraan roda dua maupun roda empat memadati Jalan Ir. Haji Juanda hingga Terminal Dago Elos. Namun, kemarin di tengah guyuran hujan, dan kendaraan yang tunggang langgang meloloskan diri dari kemacetan. Ratusan warga Dago Elos berdiri tegak dan membagi ke dalam tiga barisan. Mereka membawa poster tuntutan tentang bahaya penggusuran yang sedang mengintai mereka, membagikan selebaran publikasi, dan mengingatkan para pengguna jalan bahwa “Kota Bandung Darurat Penggusuran”.
“Hari ini Dago Elos Digusur, besok bisa aja rumah kalian!” ujar seorang ibu paruh baya yang bersuara melalui megafon yang melingkar di lengannya.
Aksi langsung di lahan yang menyerupai pawai akhir pekan ini, bukan pertama kali dilakukan oleh Warga Dago Elos. Sebelumnya, pada tahun 2017 silam, kala itu kabar mengenai tiga Muller bersaudara (Heri Hermawan, Dodi Rustendi, dan Pipin Sandepi) yang menggugat dan mengklaim kepemilikan lahan seluas 6,9 hektar di Dago Elos tersiar kepada seluruh warga. Kabar tersebut membuat warga geger. Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk mengajukan banding ke pengadilan tidaklah sedikit. Tanpa tedeng aling, warga berinisiatif melakukan penggalangan dana di ruas jalan terminal Dago hingga melakukan kampanye publik melalui penyelenggaran Festival Kampung Kota pada 2017 dan 2023.
Tujuh tahun berselang, seperti yang diceritakan di awal, warga kembali melakukan aksi langsung. Kali ini, nuansa aksi langsung cukup berbeda, terlebih warga telah benar-benar mengenali siapa musuh mereka. Trio Muller Penipu! Begitu warga melafalkannya dengan lantang di sepanjang aksi. Ketiga Muller Bersaudara telah membuat warga tidak nyenyak tidur lelap, mengurangi nafsu makan, dan pening kepala akibat memikirkan nasib mereka jika lahan yang mereka tempati benar-benar lenyap.
Barangkali kita perlu mengingat, jikalau tiga bersaudara Muller memancing amarah warga karena telah mengklaim lahan yang sudah mereka tempati selama beberapa generasi. Syahwat tiga bersaudara Muller sungguh tak terbendung, mereka mencoba meyakinkan hakim Pengadilan Negeri Bandung serta Mahkamah Agung (MA) dengan menunjukan dokumen penetapan ahli waris (PAW) beserta silsilah lengkap keturunan keluarga mereka. Bahwa hanya mereka yang berhak mewarisi lahan yang ditinggalkan buyut mereka, George Hendricus Wilhelmus (Muller). Padahal nama Muller tidak pernah tercatat dalam riwayat tanah Dago Elos yang dimiliki Kantor Pertanahan Kota Bandung.
Ketiga bersaudara Muller tidak bergerak sendiri dalam operasi perampasan lahan ini. Terselip nama PT Dago Inti Graha, perusahaan milik keluarga Hartanto. Entah bentuk kolaborasi apa yang mereka lakukan, penulis menduga peran perusahaan–yang nampak dibuat asal-asalan ini–hanyalah makelar tanah yang akan menawarkan lahan di Dago Elos kepada perusahaan properti raksasa untuk dijadikan sebuah bangunan yang memiliki nilai tambah.
Warga Dago Elos: Percepat Penyidikan Trio Muller Bersaudara!
Petang berganti malam, kendaraan wisatawan terus bertambah memadati area jalan di depan terminal Dago Elos. Hujan memang mereda, berganti dengan hawa dingin malam, namun warga tetap berada di posisinya melakukan aksi kampanye.
Tetapi sebelum aksi berlangsung, tepat beberapa hari sebelumnya sebuah surat relaas Aanmaning dari Pengadilan Negeri Bandung mendarat di rumah warga. Surat itu adalah kabar buruk bagi warga sekaligus pertanda bahaya penggusuran kian mendekat. Kurang lebih surat itu berisi perintah warga mengosongkan lahan Dago Elos selambat-lambatnya delapan hari sesudah surat itu dikeluarkan.
Keluarnya surat relaas Aanmaning tentu sangat mengganggu proses pelaporan dugaan pemalsuan dokumen oleh tiga bersaudara Muller ke pihak Polda Jawa Barat. Warga dan Tim Advokasi Dago Elos mengendus kejanggalan dalam dokumen penetapan ahli waris (PAW) yang digunakan untuk menggugat warga di Pengadilan. Pertama, keterangan yang menyebut Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah orang yang ditugaskan oleh Ratu Belanda, Wilhelmina. Kedua, keterangan bahwa Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah kerabat dari Ratu Wilhelmina. Ketiga, munculnya nama Renih secara misterius dalam dokumen ahli waris.
Ade Suherman, warga Dago Elos, mengatakan bahwa ketika menelusuri keterangan yang disodorkan ke pengadilan diduga kuat palsu. Seperti pengakuan keturunan Kerajaan Belanda, dan orang ditugaskan oleh Kerajaan Belanda tidak ditemukan fakta otentik atau bukti sejarah yang valid. Paling mengejutkan, menurut Ade, adalah hilangnya nama Heri Muller dan munculnya nama Renih dalam dokumen penetepan ahli waris padahal nama Renih tidak ditemukan dalam silsilah keluarga.
“Ini semua cerita bohong, buyut Muller CS cuma anak dari administratur perkebunan swasta,” ucap Ade dalam konferensi pers yang dilangsungkan saat aksi kampanye berlangsung.
Jika melihat bukti-bukti yang dimiliki warga, pihak Polda Jawa Barat seharusnya bergerak cepat untuk meringkus ketiga Muller bersaudara dan menetapkannya sebagai tersangka. Namun menurut Lia, pihak kepolisian malah sibuk memanggil dan mewawancarai warga untuk memastikan kebenaran bukti-bukti yang dimiliki warga. Menanyakan hal-hal yang tidak ada kepentingan dengan urusan penyidikan. Sebaliknya, proses penyidikan Muller nampak agak mandek.
“Saya bertanya kepada polisi apakah Muller sudah diperiksa, polisi menjawab “Iya” namun tidak memberikan buktinya pada saya.”ujar Lia.
Bagi Wisnu Prima, Tim Advokasi Dago Elos, pemanggilan dan BAP hanya akan memperpanjang proses penyidikan dan memperbesar kemungkinan ketiga Muller bersaudara memalsukan bukti dokumen.
“Proses-proses ini seharusnya dilakukan secara cepat dan taktis. Kalau begini hanya menunda keadilan untuk warga Dago Elos,”tanda Wisnu.
Lanjut ia menambahkan, pihaknya tidak mempersoalkan benar atau tidaknya klaim bahwa Trio Muller merupakan ahli waris dari George Hendrik Muller. Pihaknya hanya peduli proses penyidikan segera dilakukan tanpa perlu bertungkus-lumus dengan alur birokrasi
Di akhir sesi konferensi pers, Ayang Warga Dago Elos lainnya menekankan agar pihak kepolisian untuk mempercepat proses penyidikan. Karena persoalan lahan merupakan urusan hidup dan penghidupan bagi warga Dago Elos.
Terkait surat relaas Aanmaning, Ayang menyebut warga tidak gentar dengan ancaman tersebut. “Pada tanggal 20 (Februari) nanti, kami akan terus berjuang!”
***
Sekitar pukul 10 Malam, warga Dago Elos menyudahi rangkaian aksi kali ini dan kembali ke rumah masing-masing. Malam kian larut, antrian kemacetan dari kendaraan berbagai plat daerah perlahan menyurut. Jalanan kembali lenggang, saut-saut suara klakson hilang, ini saatnya saya kembali pulang. Perjalanan menuju pulang sangat syahdu manakala gawai saya secara acak memutar lagu Utha Likumahuwa berjudul tersiksa lagi, yang meluncurkan suaranya secara santun menuju earphone yang saya kenakan.
Saat tulisan ini diturunkan, pemilihan umum (Pemilu) mungkin sudah digelar, dan pengurus publik yang baru sudah terpilih. Tentu yang menang, bersuka cita merayakan kemenangan hajat politik praktis lima tahunan tersebut, setelah membakar banyak uang untuk biaya kampanye dan menyakinkan publik.
Namun pemilu sekalipun, tak mampu menghentikan ancaman penggusuran di Dago Elos. PT Dago Inti Graha dan Trio Muller masih melenggang bebas di luaran sana. Hmmm apa jangan-jangan pemilu hanya menambah pilu catatan perampasan lahan dan membuat para warganya tersiksa lagi?
Photo: Baskara Hendarto
Penulis: Baskara Hendarto
Editor: Hirson Kharima