Perserikatan Solidaritas Perempuan (SP) adalah organisasi gerakan perempuan yang sejak 33 tahun terus menerus konsisten bersama perempuan tertindas berjuang untuk mewujudkan kedaulatan perempuan atas hidup dan sumber kehidupannya. Perjuangan Solidaritas Perempuan adalah perjuangan untuk menciptakan tatanan yang lebih adil dan demokratis bagi perempuan dan masyarakat secara umum dengan berasaskan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Perempuan (HAP) yang utuh dan bersifat universal. SP adalah bagian dari masyarakat umum terutama perempuan yang tertindas, baik ditingkat pribadi maupun di tingkat publik, yang akan memperjuangkan proses perubahan kebijakan secara bersama-sama1.
Solidaritas Perempuan memantau perkembangan Pemilu 2024 yang jauh dari praktik-praktik demokrasi. Pesta demokrasi Pemilu 2024 yang menyedot anggaran hingga Rp 76 triliun2, nyatanya terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan sehingga jauh dari demokrasi. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden, serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) seharusnya menjadi momentum demokrasi, tidak hanya prosedural, melainkan secara substantif menjadi ruang proses untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan yang adil, setara dan inklusif.
Pemilu dan Pilkada bukan sekedar ajang persaingan partai politik dan politisi untuk memperoleh atau memperluas kekuasaan, melainkan bagian dari proses pendidikan politik, sekaligus momentum untuk memilih dan memberi legitimasi untuk kepentingan rakyat yang berasaskan keadilan dan kemanusiaan serta non diskriminatif dan anti kekerasan dalam politik pemerintahan. Namun, fakta yang terjadi dari masa ke masa, justru menunjukkan dominasi kepentingan yang menyebabkan Pemilu dan Pilkada tidak lagi menjadi momentum demokrasi yang substantif, melainkan menjadi proses transaksi politik untuk kepentingan segelintir orang dan terbatas pada upaya melanggengkan kekuasaan sekelompok elit politik yang tidak berpihak pada hak-hak manusia yang adil dan beradab. Dalam Sistem Politik hari ini, kita hanya disajikan pilihan terbatas, yang lebih mewakili kepentingan politisi dan oligarki ketimbang kepentingan rakyat, terlebih Perempuan3.
Berbagai situasi ketidakadilan masih mewarnai situasi kehidupan perempuan yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Situasi ini menunjukkan bahwa kebijakan dan program yang dikelola pemerintah dan anggota legislatif masih jauh dari keberpihakan terhadap perlindungan hak dan pemenuhan kepentingan untuk kesejahteraan perempuan. Pembatasan akses dan kontrol perempuan dalam berbagai pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan masih dilakukan oleh negara maupun aktor non Negara.
Berbagai bentuk eksploitasi sumber daya alam yang disebabkan oleh berbagai jenis Proyek Strategi Nasional semakin masif dan menyebabkan perempuan kehilangan kedaulatan atas agraria, merusak lingkungan, menghancurkan ruang-ruang hidup perempuan. Proyek Energi Baru Terbarukan (ETB) yang diklaim sebagai energi bersih juga berbanding terbalik dengan yang diharapkan. ETB justru memiskinkan perempuan dan menyebabkan perempuan berada pada posisi rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, verbal, ekonomi, hingga kekerasan seksual; ETB juga menyebabkan perempuan rentan terhadap berbagai jenis penyakit, seperti penyakit kulit, ISPA, hingga gangguan kesehatan reproduksi. Belum lagi proyek-proyek pariwisata super premium yang justru mencerabut perempuan dan ruang hidup dan akar budayanya, perempuan adat kehilangan ritus-ritus adat dan mengancam punahnya identitas sebagai masyarakat adat. Sedangkan ruang-ruang eksplorasi dan eksploitasi terbuka lebar bagi kapitalis dan oligarki. Salah satu faktanya perempuan masih diperhadapkan dengan berbagai Proyek Strategis Nasional yang merampas tanah, ruang dan kedaulatan perempuan, seperti Pelabuhan Makassar New Port, PTPN XIV Takalar Sulawesi Selatan dan kepentingan perempuan di Kalimantan Tengah terutama pengetahuan dan inisiatif terpinggirkan dengan tidak adanya pelibatan di PSN di desa Mantangai Hulu sehingga bibit padi lokal terancam keberadaannya.
Solidaritas Perempuan telah mengeluarkan sikap politik Pemilu 2024 jauh sebelum kampanye di mulai. Sikap politik SP ini penting untuk disampaikan dan menegaskan sebagai sikap Solidaritas Perempuan sebagai bagian dari masyarakat umum, terutama perempuan yang tertindas yang memperjuangkan dan melakukan pembelaan terhadap kaum perempuan, terutama kelas bawah, kelompok rentan dan marginal menegaskan sikap politik pada Pemilu 2024, sebagai berikut:
- SP sebagai organisasi yang memegang teguh prinsip nonpartisan. Artinya bahwa SP secara tegas tidak berpihak atau mendukung salah satu partai politik ataupun kandidat Calon Presiden maupun legislatif. SP juga tidak bekerjasama dalam salah satu politik, maupun beberapa partai politik tertentu dalam bentuk pelaksanaan program, baik yang terkait peningkatan kapasitas, kampanye, dan lain sebagainya
- SP berpegang teguh untuk menolak dan menentang keras segala bentuk ataupun tindakan yang menjadikan perempuan sebagai objek/alat maupun korban dari tindakan eksploitasi dan kekerasan maupun intimidasi yang dilakukan untuk tujuan memenuhi kepentingan partai politik atau elit politik tertentu, serta menolak dan menentang apapun keputusan, maupun rancangan program yang merugikan kepentingan perempuan. Untuk itu, sikap kritis dari seluruh entitas perserikatan dalam melihat rekam jejak maupun agenda/partai politik adalah hal yang mutlak di dalam menggunakan hak pilihnya.
- Menolak politik uang dalam bentuk apapun. Praktik politik uang seringkali menegasikan kepentingan politik perempuan, dimana agenda-agenda substantif terkait demokrasi, hak asasi manusia, dan hak asasi perempuan dikalahkan dengan strategi para calon eksekutif dan calon legislatif yang memanfaatkan kebutuhan jangka pendek masyarakat. Politik uang juga akan memperkuat sifat koruptif negara yang merugikan masyarakat terlebih perempuan
- Menolak keras Politisasi Agama yang setidak-tidaknya diwujudkan dengan tidak terlibat dalam kelompok, maupun kegiatan apapun yang menggunakan politisasi agama, serta melakukan depolitisasi melalui pengorganisasian dan strategi pelaksanaan mandat lainnya. Politisasi Agama yang menguat tidak hanya berdampak dalam momentum Pemilu tapi juga berkontribusi terhadap berbagai kebijakan maupun tindakan diskriminatif yang mengatasnamakan agama.
Untuk itu, Solidaritas Perempuan menyerukan dalam momentum Politik 2024 kepada seluruh Perempuan di Indonesia untuk:
- Bersikap kritis menentukan pilihan politiknya dengan melihat rekam jejak kandidat/partai politik yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hak asasi perempuan, maupun cara-cara politisasi agama, serta mengutamakan agenda-agenda kepentingan perempuan dalam pilihannya
- Bersikap kritis dan terus mengawal terhadap hasil Pemilu 2024, termasuk agenda-agenda pemimpin terpilih ke depan.
Armayanti Sanusi
Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan