“Berikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak untuk buruh serta permudah buruh mengurus izin tidak bekerja karena sakit”
Bahodopi, 16 Februari 2024. Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) – IMIP menuntut pihak manajemen PT. IMIP memperbaiki sistem layanan kesehatan dan perbaikan fasilitas untuk buruh di Klinik Kesehatan PT IMIP. Selain itu, SBIPE – IMIP juga mendesak seluruh perusahaan yang berada di Kawasan IMIP untuk mempermudah pengurusan surat izin bagi buruh yang tidak bekerja karena sakit.
***
Kamis, 15 Febuari 2024, sekitar pukul 21:30 Wita, Klinik PT IMIP dipenuhi oleh ratusan orang pasien yang merupakan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan yang berada di Kawasan PT IMIP, Morowali. Pemandangan membludaknya pasien di Klinik IMIP tersebut terjadi hampir setiap hari. Dari pagi pukul 07:00 Wita hingga menjelang tengah malam pukul 11:00 Wita.
“Sudah empat tahun seperti ini, kalo mau berobat di sini (Klinik IMIP) selalu mengantri panjang, kadang nunggu seharian hanya untuk berobat, padahal orang yang menunggu itu dalam keadaan sakit,” ucap Eko seorang buruh yang sudah 5 jam menunggu antrian untuk memeriksakan telinganya ke Poli THT Klinik IMIP.
Selain antrian panjang buruh yang berobat di Klinik IMIP, antrian panjang juga dialami oleh buruh-buruh yang hendak mengesahkan Surat Keterangan Sakit (SKS) yang dikeluarkan oleh Dokter di luar Klinik IMIP.
“…[m]ending berobat ke Apotek di luar, yang memang sudah bekerjasama dengan pihak PT IMIP, tidak perlu mengantri panjang” Ucap Irwan yang sedang mengantri pengesahan Surat Keterangan Sakit (SKS) yang dikeluarkan dari paramedis Apotek di luar Klink IMIP.
Untuk diketahui, semua perusahaan yang beroperasi di dalam Kawasan IMIP hanya akan memberikan izin tidak bekerja karena sakit jika buruh tersebut memiliki SKS yang dikeluarkan oleh pihak Klinik IMIP atau SKS yang telah disahkan oleh pihak Klinik IMIP yang dibuktikan dengan stempel basah. Meskipun buruh tersebut berobat di luar Klinik IMIP. Jika syarat pengesahan tersebut tidak dipenuhi oleh buruh, maka ketidakhadiran buruh karena sakit, akan dianggap sebagai perbuatan mangkir.
Ketua Umum SBIPE – IMIP Morowali, Henry mengatakan, persyaratan izin untuk tidak bekerja karena sakit yang diterapkan di perusahaan di Kawasan IMIP hanya akan merugikan buruh, jika perusahaan tidak menyediakan fasilitas dan sistem pelayanan kesehatan yang memadai untuk melayani lebih dari limapuluh ribu buruh.
“Banyak buruh yang tidak bekerja karena sakit tapi dianggap mangkir oleh perusahaan hanya karena tidak memiliki SKS dari Klinik IMIP. Sementara Klinik IMIP quota layananan pasiennya dibatasi,” Jelas Henry
Menurut pihak Klinik IMIP, pihaknya membatasi quota layanan pasiennya hanya sekitar 540 pasien per hari. “Quotanya kita cuma 180 pasien pagi, 180 pasien siang dan 180 sore hingga malam. Itu sesuai dengan kapasitas klinik kita, baik secara fasilitas maupun tenaga medisnya,” Ucap salah satu petugas Klinik IMIP ketika menghadapi protes dari puluhan orang pasien yang tidak mendapatkan nomor antrian karena quota penerimaan pasien telah habis.
Kerugian buruh lainnya menurut Henry adalah, jika quota layanan pasien tidak sebanding dengan jumlah buruh yang bekerja dikawasan IMIP, maka besar kemungkinan akan ada buruh yang tidak mendapatkan hak atas layanan kesehatan dari Klinik IMIP. Situasi demikian membuat buruh harus berobat ke Puskesmas atau ke klinik di luar IMIP.
“Sayangnya, Klinik di sekitar Kawasan IMIP masih sangat terbatas, hanya Puskesmas yang bisa melayani pasien, itupun saat pagi hingga sore hari saja. Di sisi lain, penerapan sistem jam kerja panjang perusahaan yang beroperasi di IMIP menyebabkan buruh mudah sakit. Sementara kapasitas layanan kesehatan baik yang disediakan oleh Klinik IMIP maupun yang disediakan oleh pemerintah terbatas, maka yang lagi-lagi yang dirugikan adalah buruh. Buruh kehilangan hak atas layanan kesehatannya,” tegas Henry.
Mengetahui kapasitas layanan kesehatan tidak mencukupi, PT IMIP bekerjasama dengan Apotek dan klinik di sekitar Kawasan IMIP untuk bisa menjadi tempat alternatif menangani buruh yang sakit ringan. Kerja sama ini berdampak pada pengeluaran biaya tambahan untuk kesehatan ketika mengakses obat ke Apotek dan banyak dimanfaatkan untuk jual beli Surat Keterangan Sakit oleh pihak Apotek.
“Banyak buruh yang sakit dan tidak mau berobat dan antri di Klinik IMIP, mereka biasanya datang ke Apotek yang sudah bekerjasama dengan PT IMIP, biasanya Apotek tersebut mengeluarkan SKS dan mereka harus membayar antara Rp75 ribu hingga Rp100 ribu,” Jelas Henry ketika menjelaskan buruknya layanan kesehatan Klinik IMIP membuat buruh mengeluarkan biaya tambahan yang seharusnya tidak perlu.
Dengan kondisi demikian akan sangat merugikan kaum buruh baik secara kesehatan maupun ekonomi, maka SBIPE – IMIP Morowali menyatakan:
- Menuntut PT IMIP untuk memperbaiki dan menambah kapasitas sistem layanan kesehatan di Klinik IMIP agar semua buruh mendapatkan akses atas layanan kesehatan.
- Mendesak PT IMIP untuk menambah fasilitas alat dan tenaga kesehatan di Klinik IMIP agar sebanding dengan jumlah buruh yang bekerja di Kawasan PT IMIP.
- Hentikan seluruh kerjasama dengan Apotek di luar Klinik IMIP yang berbayar untuk mengambil Surat Keterangan Sehat.
- Mendesak semua perusahaan di PT IMIP untuk mempermudah buruh mengurus izin tidak bekerja karena sakit.
- Hapuskan quota layanan kesehatan Klinik IMIP dan berlakukan secara aktif selama 1×24 jam.
- Mengecam semua perusahaan di Kawasan IMIP yang memberlakukan jam kerja panjang yang akan berdampak pada kesehatan dan keselamatan buruh.
SBIPE adalah salah satu serikat yang ada di Kawasan Industri Nikel (IMIP) Morowali. SBIPE terbentuk setelah aksi solidaritas buruh IMIP atas tragedy meledaknya tungku smelter di PT ITSS. SBIPE mendasarkan pada perjuangannya untuk kesejahteraan dan keadilan atas hak buruh di PT IMIP Morowali.
Salam Solidaritas!
Bahodopi, 16 Februari 2024
SBIPE – IMIP Morowali
Narahubung:
- Henry (081242807839)
- Aris Munandar (082290408612)