Categories
Telusur

Terima Kasih Jefri Nichol: Karena Kamu Tengil, Saya Kembali Rajin Berolahraga Walau Upah Barista Pas-Pasan!

Trimurti.id, Bandung – Yunus (bukan nama sebenarnya) sudah bekerja sebagai barista selama dua tahun di sebuah kedai kopi yang cukup terkenal di Kota Bandung. Semenjak bekerja, kehidupan Yunus tak lagi sama seperti sebelumnya. Hari-harinya dilewati dengan sangat monoton: pergi kerja-pulang kerja dan merebahkan diri di ranjang kontrakan. Siklus hidupnya berlangsung seperti itu mungkin sampai iblis tobat dan bersedekah. Kegemarannya berolahraga pun harus sirna seiring waktu kerja menyita separuh hidupnya.

Jangan bayangkan seorang barista seperti Yunus memiliki kehidupan cemerlang layaknya Ben (Chicco Jerikho) dan Jodi (Rio Dewanto) di film layar lebar Filosofi Kopi.

Yunus hanyalah buruh penyeduh kopi biasa yang akan terbangun pada pukul enam pagi. Sesudah terbangun dari peraduannya, ia terlebih dahulu akan menenggak air putih satu gelas agar kerongkongannya tak kering lalu membakar rokok filter sambil menenteng handuk dan berjalan menuruni anak tangga menuju kamar mandi. Setelah mandi dan mempersiapkan diri, ia akan beringsut dengan motor bebeknya menuju tempat kerja sebelum pukul tujuh pagi.

Sesampainya di kedai kopi, beberapa daftar pekerjaan yang ditentukan sang majikan sudah menanti. Pertama-tama, ia akan membuka kedai dan merapikan meja beserta kursi dari segala kuman membandel. Tentunya sebelum pesanan datang ke kasir, ia terlebih dahulu akan melakukan kalibrasi mesin kopi, menyalakan mesin espresso, menggiling sedikit biji kopi ke dalam (mesin) hopper grinder, dan setelah mencicipi rasa kopi yang dianggap layak untuk dihidangkan pada para pengunjung, barulah ia membuka gerbang utama kedai dan menurunkan kursi dari atas meja pelanggan.

Waktu menunjukkan pukul sembilan tepat. Kedai pun mulai beroperasi dan bersiap menerima pesanan. Pekerjaannya tak berhenti sampai di situ, di samping pekerjaan utamanya membuat seduhan kopi, Yunus  juga diminta oleh sang majikan membuat adonan donat yang akan dihidangkan pada pelanggan sebagai teman pendamping kopi. Ia akan menyudahi pekerjaannya itu sekitar pukul tiga sore atau setara dengan delapan jam kerja ketika mendapat jatah bekerja sif pagi.

Beda cerita ketika Yunus mendapat jatah sif malam. Ia akan berangkat menuju tempat kerja pukul tiga sore. Melanjutkan tugas-tugas rekannya membuat kopi dan adonan donat, membereskan peralatan kedai agar tetap bersih, dan pulang menuju kosan sekitar pukul sebelas malam.

Jika tidak merasa terlalu lelah, Yunus akan menyempatkan diri untuk nongkrong dan bersenda gurau dengan kawan-kawan sepermainannya. Namun, hal itu jarang sekali terjadi. Yunus memilih untuk kembali pulang ke kos untuk beristirahat.

“Paling kalo pulang, ya gitu, buka hape, tidur sama nyiapin buat kerja besok,” ujar Yunus kepada reporter Trimurti.id pada awal Juli 2023. Dalam sepekan , Yunus mendapat jatah libur satu hari saja, dan lagi – lagi, waktu liburnya hanya ia gunakan untuk istirahat.

Dari sekian banyak pekerjaan yang dilakoni Yunus. Sang majikan mengupah seluruh waktu dan tenaganya sebesar Rp2.000.000 per bulan. Sebagian upahnya itu segera lenyap untuk membayar kos dan listrik sebesar Rp700.000, sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, sialnya, banyak orang menganggap nominal upahnya itu sudah “lumayan” bagi barista di Kota Bandung. Padahal upah minimum Kota Bandung sendiri telah menyentuh angka Rp 4.048.462,69.

Yunus mengatakan, pemilik kedai lain bahkan ada yang membayar para buruhnya sebesar Rp40.000 untuk satu sif kerja. Jika buruh mengambil jatah makan, maka upahnya akan dipotong sebesar Rp10.000. Dengan nominal upah yang begitu kecil, sangat mustahil untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh tersebut. Yunus juga berharap agar persoalan upah murah tidak dinormalisasi terus-menerus oleh pemilik kedai kopi tanpa embel-embel “kekeluargaan” atau apa pun.

***

Sebelum menjadi Barista rupanya Yunus rajin berolahraga. Yunus kerap melakukan kardio hingga fitness. Tetapi setelah menjadi barista, Yunus terpaksa menghentikan kegemaranya tersebut karena lelah setelah bekerja seharian.

“Capek, baru balik gawe, (red; mending istirahat),” kata Yunus. Sebenarnya Yunus masih bisa meluangkan waktu untuk berolahraga selama 45 menit. Tetapi masalah lain pun muncul. Rupanya untuk melakukan kardio atau fitness, dibutuhkan  biaya yang cukup besar. Sementara upah Yunus pas-pasan dan hanya cukup untuk menyambung hidup hari ke hari.

Singkat cerita. Ibarat mendapat mukjizat dari langit, segala kendala untuk berolahraga berhasil Yunus atasi sesudah melihat unggahan-unggahan Jefri Nichol yang menantang haters-nya beradu jotos di atas ring. Yunus terpana dengan pesona dan ketengilan sang aktor tampan itu, sampai-sampai mendatangi sang haters ke Bandung. Dengan mata menyala, Yunus merasa termotivasi untuk rajin berolahraga kembali dan menantang Jefri Nichol di atas ring.

Beruntung Yunus tahu diri. Ia sadar akan menjadi bulan-bulanan pria kelahiran Jakarta, 15 Januari 1999, tersebut, jika tanpa persiapan dan latihan yang tekun. Berbekal upah bulanan yang pas-pasan, ia memutar otak untuk dapat berlatih tinju hingga fitness setiap hari. Akhirnya, Yunus meninggalkan kosnya dan memilih tinggal di gudang kedai kopi yang ia sulap menjadi kamar tidur sederhana. Biaya yang semula dialokasikan untuk membayar kos, ia alihkan untuk membayar fasilitas tempat fitness dan kursus tinju.

Tetapi yang harus Jefri Nichol tahu, Yunus tidak sungguh-sungguh menantangnya di atas ring. Ia hanya merasa termotivasi dengan tingkah tengil Mas Jefri, dan melakukan apa yang ia mau karena ia merasa karier ini tak ada artinya, bila dibandingkan dengan waktu yang hilang, dicuri sang majikan pemilik kedai kopi dan membuat kegemarannya berolahraga sirna sepenuhnya. Sejak laporan ini ditulis, Yunus telah berlatih secara sungguh-sungguh selama tiga bulan.

Yunus tak lupa berpesan kepada sang aktor tampan itu, “Terima Kasih Mas Jefri: Walau upah menjadi barista pas-pasan, tapi karena kamu tengil, saya kembali rajin berolahraga!”

 

Penulis: Dudi Nirwana 

Editor: Anita Lesmana