Trimurti.id—Wawan Supriyanto berusaha tetap tegar meskipun telah kehilangan pekerjaannya. Pabrik tempatnya bekerja, PT Matahari Sentosa Jaya, menghentikan kegiatan produksi sejak menyatakan tutup pada tanggal 21 November 2018. Alasannya, order dari buyer berkurang dan pihak perusahaan mengalami masalah finansial, dan kabarnya aset perusahaan pun sudah dijaminkan ke bank.
“Ya, buruh mah pasti kehilangan mata pencaharian. Jadi susah buat membiayai kehidupan sehari-hari, kaya buat makan sama sekolah anak,” Keluh Wawan Supriyanto saat ditemui di kediamannya di Kampung Hujung Kidul, Rabu 19 Desember 2018.
Pabrik PT Matahari Sentosa Jaya terletak di Jalan Joyodikromo, Kampung. Hujung, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Berdiri tahun 1989, pabrik garmen ini memproduksi kaok kaki (salah satunya merk Kyabi dan Yamatun) dan kapas pintal yang dipasarkan ke luar negeri. Penutupan pabrik tersebut menelantarkan kurang lebih 3600 buruh. Rinciannya sekitar 1600 buruh berstatus tetap dan 2000 selebihnya berstatus kontrak.
Menurut keterangan Wawan, gejala tanda-tanda pabrik sebenarnya sudah sudah terendus sejak 2015. Pembayaran upah sering telat, Tunjangan Hari Raya (THR) tidak ada, dan ternyata pengusaha pun tidak membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Puncaknya, 15 Oktober 2018, sekitar 500 buruh berbondong-bondong mendesak pemerintah kota Cimahi untuk menindak tegas perusahaan, yang menunggak sisa pembayaran upah sebesar Rp. 3.000.000 kepada setiap buruh.
Lebih sial lagi nasib para buruh kontraknya, yang upahnya tidak layak dan tanpa kepastian kerja. Tidak ada pembicaraan tentang masa depan para buruh kontrak, hilang begitu saja bak ditelan bumi.
Banyak buruh PT Matahari Sentosa Jaya berasal dari luar Cimahi. Sehinga, penutupan pabrik juga meresahkan warga yang menyewakan kamar/rumah kos dan pedagang makanan yang mengais pendapatan dari kehadiran pabrik.
Selama ini “pabrik masok air sama listrik juga buat tiga RW. Buat RW 12, RW 07, dan RW 05,” ujar Wawan saat ditemui reporter trimurti.id, Rabu 18 Desember 2018.Seluruh RW (Rukun Warga) tersebut terletak di seputar pabrik, Jalan Joyodikromo, Cimahi Selatan.
Wawan juga menceritakan keganjilan yang lain. PT Matahari Sentosa Jaya sebenarnya tidak hanya membuka pabrik di Cimahi. Pabrik yang lain beroperasi di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Buruh yang bekerja di Batujajar ternyata ditimpa persoalan yang sama, ratusan orang dipecat, dengan cara dipaksa mengundurkan diri dan tidak menerima kompensasi.
Wawan mengatakan sisa order pekerjaan, yang tidak tergarap di Cimahi, kemudian dialihkan ke pabrik di Batujajar. Sekretaris PUK SPSI PT Matahari Sentosa Jaya itu juga mengungkap suatu keganjilan. “Kalau perusahaan [mengaku] rugi pasti yang di sana juga tutup dong, tapi ini enggak ‘kan? Di sana [Batujajar]‘kan buruh-buruhnya banyak berstatus kontrak.”
Keheranan Wawan sejajar dengan pendapat Alfian Al-Ayyubi Pelu dan Syarif Arifin dalam tulisan berjudul Ketika Pabrik Garmen, Tekstil Dan Sepatu Relokasi, (dimuat pada 24 Oktober 2018 di Majalah Online Perburuhan Sedane). Mereka menilai bahwa relokasi dan ekspansi merupakan salah satu strategi memaksimalkan keuntungan dengan menekan biaya produksi. “Ada yang menekan biaya logistik dan transportasi, sehingga mengonsentrasikan seluruh rantai pasokannya dalam satu zona industri. Ada pula yang menekan biaya buruhnya, karena tidak sanggup menekan biaya logistik dan transportasi.” tulis Alfian dan Syarif.
***
Saat ini Wawan masih menunggu surat anjuran mengenai pembayaran pesangon dari Disnakertrans Provinsi Jawa Barat. Rencananya, aset perusahaan berupa 534 unit mesin pemintalan akan dilelang dengan harga Rp. 20 Juta per unit. Jika semua mesin terjual seharga itu, perusahaan akan mengais uang (sekitar Rp. 10,68 Milyar), yang dianggarkan untuk melunasi tunggakan upah selama tiga bulan. Hingga sekarang Wawan dan buruh-buruh PT Matahari Sentosa Jaya bergiriliran menjaga pabrik, agar aset pabrik tidak dibawa lari.
Wawan mengatakan bahwa sejauh ini dia masih lebih beruntung dibandingkan banyak buruh lainnya. Meskipun dia dan istrinya sudah tidak bekerja lagi di pabrik, mereka berdua masih dapat bertahan berkat sokongan dari sanak keluarga. Mereka berdua sudah bekerja kurang lebih 20 tahun, lebih dari separuh hidupnya dihabiskan di pabrik PT Matahari Sentosa Jaya.
Kepada reporter, Wawan menceritakan tentang dua kawannya yang meninggal, masing-masing karena serangan jantung dan komplikasi beberapa penyakit, akibat stres. Wawan mendengar kabar duka tersebut ketika sibuk menggalang aksi protes paska penutupan pabrik. “Yah… kalau gak kuat banget bisa stress,” ucap ayah dua anak itu, sambil mengenang kedua temanny a yang sudah meninggal dunia.
Reporter: Baskara Putra.
Editor: Dachlan Bekti