Categories
Telusur

Hari Perempuan Sedunia adalah Tentang Perjuangan Kelas

Trimurti.id – Tanggal 8 Maret dirayakan sebagai Hari Perempuan Sedunia. Dalam perayaan itu, biasanya para politisi, pesohor, hingga perusahaan-perusahaan, akan menyuarakan tentang pentingnya perempuan sekaligus komitmen mereka terhadap feminisme. Sementara itu, para pengusung ide feminisme liberal justru memilih berkomplot dengan para pemodal dan perusahaan. 

Tampaknya tak ada contoh yang lebih jelas dari seorang feminis liberal selain Kyrsten Sinema, seorang senator baru dari Arizona (sebuah negara bagian di Amerika Serikat, -ed.). Pada 8 Maret 2021, ia mencuit sebuah pernyataan tentang feminisme di Hari Perempuan Sedunia. Ia berusaha menunjukkan keberpihakannya sebagai perempuan. 

https://twitter.com/kyrstensinema/status/1368943338397831168?s=20

Sinema digadang-gadang sebagai seorang biseksual pertama yang terpilih menjadi anggota senat. Pada awal kemunculannya, ia banyak disukai di media sosial karena berdandan modis dan jadi simbol feminisme #girlboss. Meski begitu, seminggu sebelumnya, ia bergabung dengan tujuh senator Partai Demokrat yang menentang kenaikan upah minimum menjadi sebesar $15 per jam. 

Sikapnya tersebut menggambarkan betapa ide gerakan perempuan liberal adalah omong kosong belaka. Dalam sebuah video, Sinema terlihat berjalan keluar sambil mencamil kue dan mengacungkan jempol ke bawah untuk menunjukkan penolakannya atas kenaikan upah.  

Video itu menggambarkan betapa angkuhnya Sinema terhadap jutaan orang yang hidup di bawah kemiskinan. Video itu juga yang menyulut amarah orang-orang juga perempuan kulit hitam dan latin yang harus bekerja dengan upah $7,25 per jam.

https://twitter.com/BlackBernieBabe/status/1368373817123483648?s=20

Cara singkat menjelaskan feminisme liberal: mendobrak atap kaca, hanya untuk membiarkan banyak buruh perempuan membersihkan belingnya. 

Buku Feminism for the 99%: A Manifesto   memberikan penjelasan yang bagus mengenai gerakan feminisme liberal. Para penulisnya menggambarkan feminisme liberal sebagai “pelayan kapitalisme”: 

“Mereka menginginkan sebuah dunia yang pengaturan eksploitasi di tempat kerja dan penindasan dalam masyarakat di atasnya, bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan secara setara sebagai kelas penguasa. Itulah poin penting tentang visi ‘kesempatan yang sama untuk mendominasi’, pandangan yang ingin membuat orang-orang berpikir bahwa perempuan juga bisa memberangus serikat, mengendalikan drone untuk membunuh orang tua mereka, atau memenjarakan anak-anak di perbatasan.” 

Ucapan-ucapan sompral para feminis liberal tidak berkontribusi apa pun dalam peningkatan kehidupan yang layak bagi kebanyakan perempuan. Para penganut feminisme liberal menggunakan istilah ‘feminisme’ untuk memperkuat kapitalisme dalam mengisap dan memperburuk hidup manusia demi keuntungan segelintir orang. 

Seperti kata Tatiana Cozzarelli, “Feminisme liberal – yang bisa juga disebut feminisme bermental majikan – adalah bagian dari gempuran neoliberalisme, yang memajang ‘wajah’ perempuan pada sistem pengisapan dan penindasan, dengan kelas buruh perempuan sebagai korban utamanya. Feminisme liberal membayangkan sebuah dunia yang di dalamnya ada perempuan “mendobrak atap kaca” dan berbagi kekuasaan dengan laki-laki. Sementara sebagian besar orang berjuang di bawah pengisapan dan penindasan para pemodal.” 

Feminisme liberal adalah sampah, dan seharusnya berada di tempat sampah sejarah. Menempatkan perempuan di tempat yang tinggi menjadi tak berguna jika seluruh sistem kapitalis yang rasis, seksis, dan patriarkis tetap bercokol. 

Pada hari ini, Hari Perempuan Sedunia, tentu kita akan melihat banyak sekali pengusung ide feminisme liberal yang menjual produk mereka di semua berita dan media sosial. Tapi kita tidak boleh mengabaikan nilai penting Hari Perempuan Sedunia. Lebih tepatnya, kita harus merebut kembali akar sosialis radikal dan watak kelas pekerja Hari Perempuan Sedunia. 

Apa itu Hari Perempuan Sedunia? 

Hari Perempuan Sedunia pertama kali diusulkan oleh para perwakilan perempuan dalam Konvensi Nasional Partai Sosialis Amerika tahun 1908. Tahun berikutnya, 1910, Konferensi Perempuan Sosialis Internasional Kedua menetapkan hari itu sebagai Hari Perempuan Sedunia. Dalam Konferensi itu, perwakilan dari Jerman, Clara Zetkin dan Kate Duncker, mengajukan sikap sebagai berikut: 

“Dalam kesepakatan dengan organisasi-organisasi politik dan serikat buruh yang sadar kelas di setiap negara, perempuan sosialis di semua negara harus mengorganisir hari khusus perempuan, terutama yang mengusung hak pilih perempuan. Tuntutan ini harus didiskusikan dalam hubungannya dengan seluruh persoalan perempuan, sesuai dengan konsep sosialis. Hari Perempuan ini harus memiliki karakter internasional dan harus dipersiapkan dengan hati-hati.” 

Pada Hari Perempuan Sedunia tahun 1917, gerakan buruh tekstil perempuan di Rusia bangkit. Para buruh perempuan di pabrik-pabrik Petrograd meninggalkan tempat kerja mereka, kemudian menggedor pabrik-pabrik terdekat untuk mengajak buruh laki-laki ikut bergabung dalam pemogokan. Buruh perempuan menjadi pemicu Revolusi Februari, menggulingkan Tsar dan memuluskan Revolusi Oktober untuk membawa kaum Bolshevik berkuasa. 

Selama beberapa tahun terakhir, para feminis telah menjadikan Hari Perempuan Sedunia sebagai hari perjuangan yang dirayakan dengan pemogokan massal di Italia serta mobilisasi ratusan ribu orang di Amerika Latin dan Eropa. Para feminis ini menunjukkan watak perlawanan dari Hari Perempuan Sedunia. Meski berjalan dengan banyak hambatan, tapi para feminis di seluruh dunia akan tetap bergerak. 

Para perempuan yang berjuang di garis depan  

Buruh perempuan selalu berada di garis depan perjuangan untuk mendapatkan keadilan dan pembebasan seluruh umat manusia. Bayangkan saja, Sylvia Rivera dan Marsha P. Johnson berada di garis depan pemberontakan Stonewall. Lalu ada Harriet Tubman, yang membantu memimpin orang-orang yang diperbudak untuk dibebaskan. Ida B. Wells yang memimpin perjuangan melawan hukuman mati, juga Assasta Shakur dari gerakan kulit hitam. Dan jangan lupakan juga semua perempuan yang berperan dalam gerakan memerangi sistem kapitalis yang rasis dan patriarkis, yang namanya tidak pernah dikenal. Jangan lupakan juga para perempuan di garis depan pemberontakan Black Lives Matter musim panas ini, yang mengorganisir pawai, memimpin yel-yel, dan tak lelah memimpin gerakan. 

Ingat juga, ada para perempuan yang kini di garis depan perjuangan serikat buruh yang cukup penting dalam sejarah baru-baru ini – perjuangan untuk menyatukan (buruh) Amazon. Perempuan seperti Jennifer Bates tahu bahwa serikat buruh ini akan menjadi pukulan besar bagi Amazon dan berdampak besar pada upaya-upaya serikat buruh berikutnya.  

Jennifer Bates menjelaskan, “Saya pikir ini akan menjadi pemicu api bagi banyak perusahaan. Beberapa orang mengatakan, ‘kalian (buruh-buruh) di Amazon telah memberi keberanian bagi kami untuk berbicara dan didengarkan.’ Setelah serikat terbentuk, saya pikir kami akan merasakan dampaknya.” Perjuangan buruh Amazon sebagian dipimpin oleh perempuan kulit hitam. 

Para perempuan juga berada di garis depan perjuangan berskala internasional; para buruh tekstil di Myanmar menggalang aksi mogok untuk menentang kudeta dan terus melakukan protes di jalanan. Ribuan perempuan di India telah bergabung dalam perjuangan petani yang sedang melawan kebijakan-kebijakan neoliberal Modi. Para perempuan berdiri di garis depan perjuangan di seluruh dunia.  

Kapitalisme adalah masalah, feminisme sosialis adalah solusinya 

Selama pandemi beberapa tahun silam, buruh perempuan mengambil peran penting yang tak tergantikan. Pada saat yang sama peran mereka menjalankan pekerjaan penting selama pandemi kurang mendapat perhatian. Sesuatu yang ditolak oleh negara kapitalis, diambil alih oleh buruh perempuan. Itulah sifat dasar kapitalisme. 

Buruh medis seperti anggota Left Voice, Tre Kwon, bahkan mengakhiri cuti melahirkan lebih awal untuk kembali bekerja sebagai perawat demi memerangi pandemi. Ada banyak perempuan seperti dia di seluruh dunia – buruh medis, buruh esensial, buruh supermarket, dan masih banyak lainnya.  

Pandemi ini juga membuat kerja-kerja sosial penting tidak dibayar dan tak dianggap sebagai bentuk pekerjaan. Jutaan perempuan harus menyeimbangkan antara pekerjaan dan merawat anak-anak mereka di rumah karena sekolah-sekolah tutup. Dampaknya, terjadi eksodus massal perempuan dari dunia kerja. Kapitalis harus bertanggung jawab atas itu. 

Untuk terus berjalan, kapitalisme bergantung pada kerja reproduksi sosial perempuan yang tidak dibayar. Kapitalisme mengandalkan perempuan untuk membesarkan anak, memastikan anak berangkat sekolah (daring), memasak, dan membersihkan rumah. Hal-hal “keibuan” yang sering disebut rasa sayang dan dianggap normal itu menjadikan kapitalis tidak perlu membayar biaya pengasuhan anak, atau bertanggung jawab pada reproduksi sosial.  

Kapitalisme juga bergantung pada buruh perempuan seperti Jennifer Bates di Amazon yang dieksploitasi secara berlebihan, demi keuntungan besar orang-orang seperti Jeff Bezos, pendiri dan pemilik saham terbesar di Amazon. Kapitalisme juga bergantung pada imperialisme yang brutal, seperti bom yang baru-baru ini diledakkan Joe Biden di Suriah, juga sanksi-sanksi yang diterapkan terhadap Venezuela, Kuba, dan Iran. 

Kapitalisme juga bertanggung jawab atas kematian akibat pandemi, krisis, penelantaran anak, dan berbagai krisis lain yang dihadapi buruh saat ini. Feminisme liberal malah menjunjung tinggi sistem yang telah membunuh banyak buruh perempuan di seluruh dunia. Karenanya, kami katakan: matilah feminisme liberal. 

Feminisme kami adalah feminisme kelas buruh, internasionalis, dan sosialis. Feminisme kami berakar dari perjuangan unsur-unsur masyarakat yang paling tertindas dan tereksploitasi. Kami berkomitmen untuk menggulingkan sistem yang dibangun di atas pengisapan dan upah kerja kami yang tak dibayarkan. Tujuan kami adalah membangun sebuah masyarakat yang di dalamnya kerja reproduksi disosialisasikan dan menjadi prioritas dalam masyarakat, sebuah masyarakat yang di dalamnya semua produksi dan reproduksi diputuskan dalam musyawarah, bukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk kebaikan masyarakat. 

 

Sumber: Maria Aurelio. “International Women’s Day is About Class Struggle. Down with Liberal Feminism”. Left Voice. Terbit 8 Maret 2021. 

 

Penerjemah: Nia Warniah

Editor: Dachlan Bekti