Categories
Kabar Perlawanan

Simpul Puan Menuju Aksi Hari Perempuan Sedunia Tahun 2023

Trimurti.id, Bandung – Masih segar di ingatan, tanggal 12 April 2022 lalu Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah berhasil diundangkan. Itu adalah buah perjuangan yang konsisten dari gerakan perempuan sepuluh tahun lamanya. Penanganan kasus kekerasan berbasis gender kini telah memiliki payung hukum yang berperspektif korban.

UU TPKS diharap dapat menekankan pemulihan hak korban dan menghapus stigma masyarakat yang kerap menyalahkan korban. Undang-undang ini pun dinilai dapat membuat masyarakat melihat kekerasan berbasis gender secara lebih adil, dengan menyadari adanya relasi kuasa dan penindasan tak kasat mata, terlebih banyak kekerasan dan pelecehan seksual terjadi di ranah privat.

Komnas Perempuan mencatat sekurang-kurangnya terdapat 49.762 laporan kasus kekerasan seksual dalam kurun 2012-2021. Angka tersebut belum menghitung korban yang takut melapor. Kehadiran UU TPKS  diharapkan bisa menekan angka tersebut ke titik nol.

Kita bisa merayakan keberhasilan pengesahan RUU itu dengan suka-cita, tapi mengawal implementasinya dalam kehidupan masyarakat menjadi tugas selanjutnya. Suatu masalah sosial tak pernah beres hanya karena adanya UU tertentu. Perjuangan perempuan masih panjang.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat kasus kekerasan di tanah air mencapai 27.589 kasus dengan perincian 4.634 korban laki-laki (20,1 persen) dan 25.050 korban perempuan (79,9 persen). Mirisnya, data ini dihimpun dari Januari hingga Desember 2022, tahun ketika RUU TPKS disahkan.

Mengampanyekan isu perempuan tak pernah menjadi usang, selama patriarki masih tampak di muka bumi. Memperjuangkan kesetaraan tak berhenti di situ dan harus terus berlanjut. Di Bandung, International Women’s Day (Hari Perempuan Sedunia) menjadi momentum pembentukan salah satu perkumpulan perempuan bernama Aliansi Simpul Puan yang dibentuk pada Februari 2023.

Dago Elos, sebagai salah satu daerah di Kota Bandung yang sedang berada dalam sengketa tanah,  menjadi saksi gelaran praacara oleh aliansi yang terdiri dari para perempuan dan kaum marginal di Kota Bandung. Itu mereka lakukan untuk menyongsong Hari Perempuan Sedunia tahun 2023.

Pada 4 Maret 2023 lalu, Aliansi Simpul Puan mengadakan konferensi pers, diskusi, sekaligus konsolidasi untuk aksi tanggal 8 Maret 2023. Pagelaran ini menjadi tanda perjuangan perempuan tidak berhenti setelah pengesahan RUU TPKS.

Perempuan yang selalu diposisikan sebagai kelas dua, yang lebih rendah dari laki-laki, masih jadi keresahan yang mesti disikapi dengan banyak cara. Simpul Puan melihat penindasan terhadap perempuan yang berlapis-lapis di dunia patriarki tidak bisa dianggap hanya sekedar perkara identitas, ada suatu budaya dan ekonomi yang mengondisikan hal tersebut.

Bagaimana tidak, perempuan hari ini dieksploitasi bukan hanya seksualitasnya saja, tapi tubuh dan tenaganya juga dihisap oleh pasar tenaga kerja. Belum lagi diskriminasi upah perempuan dan laki-laki, serta ruang-ruang publik yang masih belum memberi rasa aman untuk perempuan.

Berjuang untuk perempuan berarti berbicara kaum tertindas lainnya: queer, buruh, orang dengan disabilitas, orang kulit hitam dan kulit berwarna. Simpul Puan mengusung sejumlah prinsip. Antara lain ialah antiseksime, antikapitalisme, demokratis, inklusif, dan menjunjung tinggi aksesibilitas serta perlindungan bagi semua yang dirugikan oleh sistem kapitalisme-patriarkal.

Di Indonesia, Hari Perempuan Sedunia pertama kali dirayakan oleh perempuan pekerja. Dengan membawa tuntutan seperti perbaikan kehidupan ekonomi rakyat, perlindungan perempuan dalam perkawinan, dan keterlibatan perempuan dalam politik pembangunan bangsa bersama kaum tani. Simpul Puan berharap perayaan  Hari Perempuan Sedunia tahun ini bisa membangkitkan semangat yang sama, dengan berangkat dari analisa kelas sebagai alat pembacaan atas dominasi relasi sosial yang ada.

Dalam diskusi yang dipantik oleh Sri Derwanti dari Federasi Gerakan Buruh Kerakyatan (FGBK), terungkap bahwa gerakan perempuan dulu hingga kini selalu beririsan dengan perjuangan kelas buruh. Lalu pemateri dari kaum marginal, Luvhi dari Srikandi Pasundan, berbagi kisah perjuangan dan keresahannya sebagai queer di negara yang homofobik. Dari kalangan mahasiswa, Adinda Putri Chaniavatov dari Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Universitas Pendidikan Indonesia (UKSK UPI), memaparkan ketertindasan perempuan di ruang publik bahkan di tempat-tempat akademis.

Dengan pelbagai kegiatan hari itu, Simpul Puan mendeklarasikan diri atas nama persatuan kaum tertindas di muka bumi dan mempertegas arah juang yang akan ditempuh.

Happy International Women’s Day!

 

 

Reporter: Elija Warobay

Editor: Dachlan Bekti