Categories
Orasi

May Day 2020, Saatnya Membangun Solidaritas Baru!

Tahun 2020 ini agaknya merupakan tahun yang sulit bagi segenap kaum buruh, serikat buruh, dan organisasi rakyat lainnya untuk berjuang. Ancaman penggerusan hak-hak perburuhan terus mengintai, bahkan sejak tahun lalu, sejak pemerintah menyodorkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Badai berikutnya, kita semua tahu, adalah penularan virus Corona penyebab jenis penyakit baru yang disebut Covid-19. Penyakit yang membawa banyak kematian ini pertama kali terdeteksi di Wuhan, China, kota industri padat berpenduduk 11 Juta orang, dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Kemudian, yang sungguh membuat kesal bukan main, adalah tanggapan pejabat-pejabat pemerintah terhadap ancaman virus Corona. Dari mulai mengumbar amarah terhadap Prof. Marc Lipsitch dkk dari Harvard, orang yang sejak awal memperingatkan bahwa virus ini sudah menjangkau banyak negara termasuk Indonesia; lalu meremehkan bahkan memperlakukan ancaman virus sebagai lelucon. Antara lain dengan menyebutnya tidak bisa menyebar di Indonesia karena “sulit izinnya” dan dapat ditangkal dengan “doa qunut” saja. Padahal, jumlah yang terinfeksi terus bertambah.

Begitu ancaman semakin nyata, sesudah satu babak kebingungan dan perdebatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; datanglah anjuran untuk diam di rumah, bekerja dari rumah, dan berdoa di rumah, lalu penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di beberapa wilayah, disusul beberapa penyesuaian anggaran dan terbitnya beberapa program bantuan untuk rakyat yang terdampak.

Di saat bersamaan, aktivitas ekonomi rontok, nilai tukar Rupiah terus merosot. Sementara perusahaan mengabaikan himbauan pemerintah dan dengan keras kepala terus beroperasi sambil mengabaikan keselamatan buruhnya. Banyak pula perusahaan yang kemudian mengurangi operasi, meliburkan buruh tanpa bayar upah; atau sama sekali tutup, sehingga ribuan buruh sekonyong-konyong kehilangan pekerjaan. Banyak pula perusahaan yang ditengarai sengaja melepaskan buruh menjelang hari raya Iedul Fitri untuk melepaskan tanggung-jawab membayar Tunjangan Hari Raya. Kementerian Tenaga Kerja mencatat kurang lebih 2.8 juta pekerja dipecat dan dirumahkan. Jutaan orang dilempar ke parit kemiskinan yang anyir, dirobek seragam sekolah anak-anaknya, dipecahkan periuk nasinya, dan dapur terancam tak ngebul. Angka 2.8 Juta itu bukan angka bisu.

Berikutnya, dengan berbagai kekacauan pembagian bantuan sosial, yang nilainya pun tak cukup untuk menopang hidup, buruh-buruh yang sudah kehilangan pekerjaan tidak bisa lagi bertahan di kota lalu  segera bergerak untuk pulang kampung. Pada akhir Maret 2020 saja, sebanyak 25.450 orang memasuki wilayah Jawa Timur. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indah Parawansa, memprediksi bahwa masih akan ada tambahan pemudik sekitar 15 ribu orang. Antara lain adalah sopir ojek daring yang kantongnya kosong melompong akibat order yang semakin sepi. Jajak pendapat Kompas pada 20-21 April mencatat adanya arus migrasi antara lain ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Riau, dan Lampung. Sebanyak 15 persen responden pulang kampung karena dipecat, 30 persen lainnya karena usahanya tutup, sementara  50persen sisanya dirumahkan tanpa diupah.

Selanjutnya, kisah-kisah tragis dari orang-orang miskin yang kelaparan mulai bermunculan di berbagai media. Seorang supir ojek daring dan keluarganya diusir dari kamar kontrakan karena tak sanggup bayar, hingga terpaksa tidur di emperan toko Jalan Kartini, Depok. Supir ojek online lainnya, di Yogyakarta, harus menjual ponselnya demi bisa membayar cicilan sepeda motor. Pada Selasa 21 April 2020, seorang pria ditemukan meninggal gantung diri di kamar kosnya di kawasan Jakarta Barat, sesudah dipecat dari pekerjaannya. Lalu, seorang perempuan di Serang, Banten, menemui ajal karena tak punya segenggam beraspun untuk dimasak dan bertahan hanya dengan minum air. Korban dikabarkan sempat meminta bantuan sembako kepada Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat. Bantuan tak didapat karena bantuan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Serang tak kunjung datang. Ketika bantuan datang, semua sudah terlambat.

Waktunya Untuk Membangun Solidaritas Baru

Berbagai rangkaian kejadian hingga empat bulan pertama tahun 2000 ini memberi refleksi tentang apa yang sesungguhnya mampu dikerjakan pemerintah dan pengusaha di masa krisis. Namun juga memberi tantangan baru bagi gerakan buruh dan rakyat pada umumnya. Ini pula waktunya bagi serikat buruh untuk merenung. Jika serikat tak mampu menunjukkan kekuatannya, lebih mudah pula pencurian hak terjadi, dan lebih mudah pula buruh kehilangan pekerjaan. Jika banyak orang terlalu mudah kehilangan pekerjaan, lalu siapa pula yang akan menjadi anggota serikat buruh?

Namun demikian, pemandangan keseluruhan tidak seluruhnya gelap. Di berbagai penjuru, selalu ada inisiatif menyegarkan yang terus memelihara harapan. Mari kita tengok upaya dari Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) melalui program Lumbung Pangan Buruh dan Tani. Program distribusi pangan in bertujuan untuk memastikan buruh-buruh di perkotaan dapat membeli beras dengan harga terjangkau, langsung dari petani langsung di desa. Selama ini, petani kerap dihadapkan pada jalur distribusi pangan yang panjang untuk menjangkau konsumen. Sementara, di masa krisis harga bahan pangan rawan menjadi mainan para tengkulak dan spekulan.

Melalui Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (GESLA), KPA menyerap panen raya dari basis-basis petani Serikat Tani Indramayu. Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan program ini akan menguntungkan baik buruh dan tani. “Keluarga petani bisa tetap tersenyum panennya membawa berkah, keluarga buruh pun tersenyum dapat nikmati beras berkualitas dengan harga sangat ekonomis jauh dari harga pasar karena rantainya sudah diputus,” ungkapnya.

Hingga tahap ini, sudah 2.5ton beras dialirkan dari desa ke kota. Kemudian, KPBI menyalurkan pasokan beras tersebut ke federasi-federasi anggota. Sekretaris Jenderal KPBI Damar Panca menjelaskan 1 ton beras itu hingga Jumat, 17 April 2020 sudah terserap habis ke anggota-anggota. “Lumbung Pangan Buruh dan Tani akan terus berlanjut, beras akan di distribusikan ke khalayak luas bagi para anggota,” ujarnya. Program ini akan berlanjut. “Organisasi petani maupun buruh berharap kerjasama ini bisa berlangsung lebih jauh ke depan, tidak saja di saat pandemik,” tuturnya.

Tak hanya KPBI, resah dengan kondisi sekarang, bersama teman-temannya di Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK), Bono bergerak membagikan hand sanitizer dan melakukan penyemprotan disinfektan. Mereka memulainya dari wilayah sekitar sekretariat SERBUK di daerah Klari, Karawang Timur. Mereka sudah memulai inisiatif ini sejak Februari lalu.

Inisiatif lainnya datang dari Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (Sindikasi). Melihat banyaknya pekerja lepas yang kehilangan pendapatan akibat pembatalan pekerjaan, Sindikasi membuka thread bertagar #pekerjabantupekerja pada laman twitternya (diunggah pada 11 April 2020). Para pekerja freelance maupun pekerja kreatif hanya perlu membalas thread tersebut dengan menyertakan produk, karya dan jasa yang mereka dapat sediakan. Sindikasi akan membantu mempromosikannya.

Di luar dua cerita di atas hanya, tentunya ada banyak inisiatif dan bentuk-bentuk baru solidaritas yang saat ini sedang berkembang di banyak tempat. Krisis sudah datang, dan entah kapan berakhir. Saatnya bagi serikat buruh untuk menjawab tantangan terbaru ini.

Selamat memperingati Hari Buruh Internasional 2020.

Penulis: Rendra Soedjono