Trimurti.id, Bandung – Selasa 8 Maret 2021 massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan (PARAPUAN) melaksanakan aksi memperingati Hari Perempuan Internasional di Bandung. Pada momentum hari perempuan tahun ini, PARAPUAN masih mengusung tema yang sama seperti aksi tahun lalu yaitu “Kapitalisme Adalah Pandemi, Persatuan Perempuan Adalah Solusi.”
Sejak pukul 10.30 puluhan massa melakukan long march dari depan Institut Teknologi Bandung sampai ke depan pintu gerbang Gedung Sate. Sesampainya di sana, massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, dan, pelajar melakukan serangkaian bentuk protes untuk menyuarakan keresahan mereka terkait berbagai isu yang menyangkut perempuan. Beragam banner dan poster-poster dibentangkan yang memuat protes terhadap penindasan yang dialami perempuan. Pekikan protes dari orasi-orasi bergema, disusul dengan puisi dan teatrikal yang dihelat oleh mahasiswa.
Seluruh massa aksi sepakat bahwa perempuan selalu mengalami penindasan siapapun, kapanpun dan di manapun. Hal ini juga lah yang disampaikan PARAPUAN dalam rilisnya bahwa penindasan perempuan selalu terjadi di setiap sektor yang berkaitan dengan kehidupan kita. Salah satunya adalah sektor pendidikan. Menurut PARAPUAN hal ini merupakan ironi. Di tengah perjuangan perempuan melawan kondisi ketertindasan mereka di segala sektor, pendidikan seyogyanya menjadi tempat belajar untuk insan intelektual dan wadah untuk menghapus sistem yang menindas. Namun nyatanya, dunia pendidikan juga tak luput beragam kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa perempuan.
Untuk itu, menurut Andili, salah satu massa aksi yang tergabung dalam kolektif GREAT UPI, menambahkan, aksi ini juga sekaligus menyorot implementasi dari Permendikbud No.30/2021 tentang pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi yang menurutnya sampai saat ini masih banyak yang belum mengimplementasikan permendikbud tersebut.
Di sisi lain, para buruh perempuan juga tengah berjibaku dengan beragam penindasan yang mereka alami di pabrik. Hal ini disampaikan oleh Aan Aminah salah satu pengurus SEBUMI (Serikat Buruh Militan), buruh perempuan sampai saat ini masih mendapat diskriminasi di dalam pabrik. Bahkan, sampai hari ini masih banyak buruh perempuan yang dirumahkan selama 2 tahun. Karena pihak perusahaan beranggapan bahwa buruh perempuan itu banyak tuntutannya.
“Bahkan sampai hari ini kami masih dirumahkan selama 2 tahun, dan kebanyakan perempuan. Karena perusahaan berpikir bahwa buruh perempuan banyak tuntutannya. Kalau cuti haid, cuti melahirkan, kan laki-laki nggak ada, banyak perempuan yang dirumahkan, ini adalah salah satu diskriminasi kepada perempuan itu sendir,” ujarnya.
Aan Aminah juga mengatakan buruh perempuan masih banyak yang mendapatkan pelecehan seksual di tempat kerjanya Namun, menurutnya jarang sekali mereka mengadu kepada pengurus serikat. Karena mereka takut mendapatkan intimidasi dari pihak perusahaannya.
“Jarang sekali mereka mengadu, ketika kita mau menjadi saksi, mereka tidak mau karena takut mendapatkan intimidasi, karena ancamannya PHK,” tutupnya.
Kondisi ketertindasan itulah yang menurut PARAPUAN menjadikan peringatan International Women’s Day adalah momentum bagi perempuan dan elemen rakyat lainnya untuk bersatu dan merawat ingatan tentang seluruh masalah yang hadir. Dalam rilisnya PARAPUAN menyerukan seluruh pihak mesti terlibat dan ikut berjuang menuntut kesetaraan antara semua kelompok gender. Jangan sampai terjadi lagi kasus diskriminasi, marginalisasi, kekerasan, dan pelabelan kepada kelompok gender tertentu.
Reporter: Zulfadly Tawainella
Editor: Suyatno