Trimurti.id, Bandung – Warga Tamansari yang tergabung dalam Forum Juang Tamansari Bandung, bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Jawa Barat dan Perkumpulan Insiatif, mengadakan konferensi pers di reruntuhan bekas pemukiman warga RW 11 Tamansari, Bandung, Rabu, 19 Februari 2020. Dalam konferensi pers itu mereka mengecam dan menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bertanggung jawab atas penggusuran paksa atas nama proyek rumah deret yang terjadi di RW 11 Kelurahan Tamansari pada 12 Desember 2019.
“Kami mengecam penggusuran yang terjadi di Tamansari demi pembangunan proyek rumah deret. Penggusuran kemarin, turut menghancurkan ruang hidup, roda ekonomi, dan juga relasi sosial yang warga pertahankan selama berpuluh-puluh tahun,” ujar Eva Eriyani, salah satu warga RW 11 Tamansari yang menolak proyek rumah deret, dalam konferensi pers yang dimulai jam 10 pagi tersebut.
Penggusuran paksa tersebut dinilai berdampak negatif bagi warga Tamansari yang menolak rumah deret. Tepat dua hari pasca Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, warga harus rela kehilangan rumah serta isinya yang digasak oleh ratusan aparat gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Polri, dan TNI.
Aparat gabungan dikerahkan Pemkot Bandung untuk mengusir warga. Mereka pun melakukan tindakan represif seperti pemukulan serta menembakan gas air mata sebanyak lima kali ke arah Masjid Al-Islam, gang pemukiman RW 12, dan massa solidaritas.
Penggusuran tersebut, lanjut Eva, bukan cuma melanggar hukum dan merendahkan harkat martabat manusia. Tapi juga menimbulkan dampak kerugian material berupa kehilangan rumah, harta benda, dan dokumen-dokumen berharga seperti seperti ijazah, akta kelahiran, dan kartu keluarga. Warga pun dirugikan secara fisik dan psikologis setelah penggusuran.
Saat penggusuran berlangsung, Enjo, salah satu warga Tamansari, mendapat hantaman tabung oksigen di bagian alat vitalnya saat berada di mobil ambulans, setelah sebelumnya dikeroyok secara membabi-buta oleh aparat kepolisian. Akibatnya, ia menderita luka serius dan sekarang ia perlu menggunakan alat bantu kursi roda untuk berjalan.
Bahkan, Mika, salah satu anak warga, sering mengigau saat tidur. Diduga ia trauma anggota Satpol PP menghancurkan pintu rumahnya.
Tindakan Pemkot Bandung dinilai kalangan aktivis sebagai contoh pelayanan publik yang buruk dalam menangani konflik agraria. Sebab, dalam pelayanan publik yang baik, pemerintah tidak boleh menggunakan kekerasaan untuk menangani konflik.
Aang Kusmawan, Manajer Program Lapor dari Perkumpulan Inisiatif, mengatakan bahwa saat ini warga memiliki 112 aduan terkait pelayanan publik. Warga Tamansari nantinya akan mengadukan aduan tersebut memanfaatkan aplikasi LAPOR. Aplikasi itu dipilih karena warga kerap mengalami sulit mengakses pengaduan pelayanan publik.
Pelayanan publik dimaksud adalah memperbaiki daya pulih warga untuk mendapatkan akses terhadap kesehatan, pendidikan, juga akses terhadap pekerjaan yang layak.
“Setelah penggusuran kemarin ‘kan warga hilang kartu kependudukan, BPJS, buku tabungan, peralatan sekolah, dan lain-lain,” terang Aang saat memaparkan dampak kerugian material akibat penggusuran.
Ke depan, warga Tamansari akan didampingi PBHI Jawa Barat dalam menuntut tanggung jawab Pemkot Bandung untuk memenuhi aduan pelayanan publik dampak penggusuran rumah deret Tamansari, selama sekurang-kurangnya 100 hari kerja.
Reporter : Baskara Hendarto
Editor: Dachlan Bekti