Bandung, 24 September 2022 – Hari tani yang jatuh pada tanggal 24 September merupakan momentum untuk memperingati perjuangan para petani yang bertepatan dengan dibentuknya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960. Pembentukan UUPA ini adalah ikhtiar perjuangan rakyat dalam menghapuskan ketimpangan penguasaan lahan di wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan di Indonesia.
Namun, ikhtiar itu seakan pupus ketika rezim Orde Baru berdiri di tampuk kekuasaan selama 32 tahun. Kala itu Soeharto membuka pintu investasi besar-besaran kepada pemodal swasta dan pemodal dalam negeri untuk menguasai jutaan hektar lahan; mengeruk isi perut bumi untuk kemudian memperbesar kekuatan kapital mereka.
Tentunya, setelah perampasan lahan secara masif terjadi, para petani dan warga urban tergusur dari ruang hidupnya. Mereka ditangkapi, dipukuli, dan dihilangkan martabatnya hanya karena mempertahankan ruang hidup. Kisah itu terus berlangsung hingga hari ini meskipun perjuangan rakyat telah berhasil menggulingkan Soeharto dari kursi kekuasan.
Keadaan tak banyak berubah, walaupun sistem kekuasaan menjadi terdesentralisir, yang artinya setiap daerah (Provinsi, Kota, dan Kabupaten) mengurusi urusannya masing-masing.
Di Kota Bandung saja, dalam cetak biru pembangunan nasional dan daerah, wilayah metropolitan tersebut diplot sebagai kota industri jasa dan pariwisata karena ditengok memiliki pesona dari pemandangan alam serta cuaca yang sejuk. Sehingga Bandung sangat cocok bagi orang–orang yang ingin berlibur dan menghabiskan uang.
Untuk menyambut itu, Bandung yang dinobatkan menjadi sentral dari industri jasa dan pariwisata tentunya harus berbenah dan merias dirinya untuk semakin bersolek di hadapan para pemodal maupun konsumennya. Dengan sigap, Pemkot Bandung merancang penataan kota yang berikutnya akan menyingkirkan warga kampung kota dari ruang hidupnya.
Setelah penggusuran di Tamansari, Jalan Karawang, dan wilayah lainnya, kini Pemkot Bandung akan merencanakan hal yang sama di wilayah Bandung lainnya. Melalui penetapan SK Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh (2020), pemkot yang berkerja sama dengan developer bisa menggusur kapan saja 251 Rukun Warga yang tersebar beberapa titik di kota Bandung.
Dan lagi-lagi, kita selaku rakyat yang akan menjadi korban pembangunan dan menjadi turis di wilayah sendiri. Setelah ditampar kebijakan-kebijakan syarat problema seperti RKHUP, Omnibus Law dan lainnya, akhir-akhir ini kita harus menghadapi inflasi di depan muka yang bisa dilihat mulanya dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Apapun yang negara lakukan, rakyat selalu jadi tumbalnya.
Berdasarkan persoalan yang tadi disebutkan, kami Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP) mengajak seluruh warga Bandung bersama-sama menghadang perampasan lahan yang akan merebut semua ruang hidup kita serta nasib anak – cucu kita di masa depan.
Hidup Rakyat!
Salam Hormat,
Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP)