Categories
Kabar Perlawanan Orasi

Rawan PHK dan Macetnya Jaminan Sosial: KSN Geruduk Kemnaker dan BPJS

Kantor Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dan Kantor Pusat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan didatangi massa buruh Konfederasi Serikat Nasional (KSN) pada Kamis, 21 Januari 2022. Buruh-buruh KSN itu datang untuk menuntut penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hak yang diderita anggota KSN di sejumlah daerah. 

Mereka datang dengan segala bentuk problema ke kota yang paling sibuk seantero Nusantara, ke jalanan Jakarta yang padat dan panas tapi sedikit terurai oleh gerimis. Buruh-buruh itu datang dari berbagai daerah: Tangerang, Kabupaten Bandung, Bengkulu, Lampung, hingga Sulawesi.

Kemnaker digeruduk karena dianggap memiliki wewenang atas segala rumusan dan kebijakan ihwal pasar tenaga kerja. 

Bendera dikibarkan, spanduk tuntutan dibentangkan. Mereka berbaris di hadapan barisan polisi yang menjaga gerbang. Kurang-lebih jam 10 pagi WIB aksi dimulai sembari menanti kedatangan kawan-kawan yang belum sampai ke titik aksi. Di mobil komando diputar lagu setiap kali sesi orasi selesai. Pengeras suara itu, seperti biasanya, penuh gelora tapi di beberapa waktu terdengar lirih. “Jokowi-Amin,” bergema dari pengeras suara, disusul kawan-kawan yang sedang berbaris dengan serentak berkata, “Rezim upah murah!” 

Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) merupakan produk korporatisme, aturan kerja yang disetir pengusaha, pengupahan yang tidak melihat kondisi buruh, dan mendorong fleksibilitas kerja. Gaungnya persis sama, memberi karpet merah untuk investasi asing guna memonopoli sumber daya alam sekaligus manusianya. Dalihnya pun terkesan serupa, pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur negara demi kemaslahatan bersama. 

Tak perlu menengok perlindungan hak dan kehidupan buruh dalam prosesi tersebut. Jangan tanyakan keberhasilan yang hendak dituju Omnibus Law untuk siapa. Toh dalam aturan-aturan sebelumnya—UU dalam aturan sebelumnya UU Ketenagakerjaan No. 25 Tahun 1997, UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Rancangan Perubahan UU No. 13 Tahun 2003 yang dibuat pada 2010 dan 2006—tak ada yang satu pun yang bertujuan mengubah kondisi buruh. Praktik upah murah terus berlangsung demi keberlangsungan pasar bebas.

Tuntutan demi tuntutan disuarakan. Kondisi yang dirasakan buruh-buruh adalah status kerja temporer dan pendapatan upah di bawah upah minimum kota/kabupaten, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa persetujuan buruh ataupun serikat, bahkan tanpa pembayaran pesangon atau jumlah pesangon yang tidak sesuai masa kerja. 

Pelecehan hak dasar buruh itu tentu berdampak pada kehidupan sehari-hari. Ratusan buruh yang didampingi KSN sampai harus berhutang, menghemat konsumsi keluarga, dan bekerja dengan menggadaikan kesehatan tubuhnya sendiri untuk bisa hidup di hari-hari selanjutnya.

KSN mencatat lebih dari seratus buruh dari dua pabrik di Kabupaten Bandung kehilangan sekitar Rp 1,8 miliar akibat jam kerja lembur tanpa bayaran. 

Terdapat 500 buruh anggota KSN yang terdampak praktik penerapan pasar tenaga kerja fleksibel. Dalam catatan serikat, banyak aturan dan perlakuan yang tidak sesuai dengan Standar Internasional Hak Buruh (Core Labour Standards), aturan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), maupun aturan pemerintah itu sendiri. Melalui Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan UU Cipta kerja No.11 tahun 2020, buruh dijerat regulasi yang menyengsarakan. Di antaranya status kerja tidak tetap dengan masa kerja lebih dari sepuluh tahun.   

Buruh Mengutarakan Kasusnya Saat Audiensi 

Abdilah, buruh Perum Bulog Sulawesi Selatan mengungkapkan perjuangannya menuntut hak selama bertahun-tahun yang belum juga menemukan titik cerah.  Sejak tahun 2011, kontrak kerja antara Unit Bisnis Jastasma sebagai unit kerja dari Perum Bulog sudah berakhir. Artinya pada tahun 2012 hingga 2018, sudah tidak ada lagi kontrak kerja yang mengikat, yang sebelumnya diatur sebagai  pekerja kontrak waktu tidak tertentu (PKWTT). Katanya, pada tahun 2018, Direksi Bulog mengeluarkan perintah untuk memperbarui kontrak. Serikat Pekerja Unit Bisnis Jatasma menolak dengan cara beberapa kali melakukan somasi, tapi tidak ditanggapi. Pada akhirnya, Abdilah dan kawan-kawannya justru dilarang masuk kerja lagi.

Sejak itu, semua hak-hak normatif buruh tidak ada yang diberikan. Lagi-lagi terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan ketika proses hukum belum inkrah. Karenanya, sejak Mei 2018 sampai hari ini, terlepas dari kawan-kawan Abdilah yang dilarang masuk kerja, memang hak-hak buruh termasuk upah itu sudah tidak dibayar. Tunjangan hari raya (THR) juga sudah berapa tahun tidak diberikan. Sementara BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan diputus “Jadi pelarangan ini hanya untuk kami (Serikat UB Jastasma),” ujar Abdilah, yang menolak untuk menandatangani kontrak baru, bersama 36 buruh lain yang sama-sama menolak. 

Seorang kawan Abdilah sudah meninggal tanpa mendapatkan bantuan sepeser pun. Kekecewaan Abdilah dan kawan-kawan berlipat. “Karena dalam proses ini beliau sakit memikirkan itu sampai meninggal, jadi kami anggap ini adalah salah satu perbuatan pembunuhan juga,” tambahnya.  

Setelah Serikat UB Jastasma melapor ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Selatan, ada beberapa kali pertemuan. Dinas Ketenagakerjaan provinsi mengeluarkan nota pemeriksaan khusus yang ditindak lanjuti di Pengadilan Negeri Kelas 1 khusus Makassar. Namun nota pemeriksaan khusus yang sudah disahkan tersebut juga tidak dilaksanakan oleh Perum Bulog.

Gelombang PHK besar-besaran yang dialami anggota serikat pun kembali disorot. Di tengah wabah COVID-19, Kemnaker melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2021 mengizinkan industri yang terdampak pandemi untuk memangkas upah buruhnya.  Namun hal itu tak beriringan dengan jaminan sosial untuk buruh terdampak, malah banyak tersendat dan dinilai menghamburkan uang peserta BPJS Ketenagakerjaan.  Akses yang sulit, pengelolaan dan pemanfaatan dana yang tidak jelas, bahkan dirasa menyalahgunakan wewenang, gedung penyelenggara program jaminan sosial ikut digeruduk.

KSN memilih bersikap ragu atas adanya program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).. Karena pada dasarnya JKP merupakan program inkonstitusional sebab terlahir dari UU Cipta Kerja. Tidak ada kepastian apakah program ini bakal berkelanjutan atau malah gagal di tengah jalan. Mereka beranggapan bahwa JKP hanyalah pemanis dari berkurangnya besaran pesangon di UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kemnaker RI melakukan audiensi di dalam ruangan dengan mengundang beberapa perwakilan buruh di setiap daerah untuk mengutarakan aduannya. Anggota KSN dari Banten mengadu bahwa banyak buruh yang tidak terdaftar di BPJS. Bahkan salah satu buruh harian lepas Guna Kemas Indah Tangerang yang mengalami kecelakaan kerja (jarinya putus) tidak mendapat hak dan tidak memiliki BPJS. Anggota FSBKU PPRP (Lampung) mendapat pemotongan upah dan PHK sepihak. Mereka tidak mendapat gaji lembur ketika bekerja pada hari libur nasional. 

Upaya pemberangusan serikat juga masih kerap terjadi. Banyak anggota serikat mendapat surat peringatan hanya karena mengikuti rapat organisasi. Bentuk pelarangan itu dialami oleh anggota KSN yang bekerja di Alfamart Tangerang. Hal itu juga terjadi pada SKMI PT Jale Kabupaten Bandung. Mereka harus mengikuti bimbingan sebanyak tiga kali dengan perusahaan yang diawasi oleh disnaker hanya untuk pencatatan serikat buruh. Itu pun memakan waktu dua-tiga bulan karena pihak pengawas tidak responsif dan terkesan abai.

Massa buruh KSN ini akan melakukan aksi langsung kembali dengan massa yang lebih banyak. Pasalnya, hasil dari audiensi dengan kedua instansi tersebut kurang-lebih sama: berjanji akan menindak lanjuti aduan dan dugaan dengan proses yang memakan waktu tidak tentu. Selama hak mereka masih tercerabut, aksi langsung akan terus dilakukan. 

Reporter : Rokky Rivandy, Nurhakim
Editor : Dachlan Bekti