Sejak 31 Juli, ratusan buruh dari PT Freeport Indonesia tiba di Jakarta, menempuh perjalanan via kapal laut melewati Sorong-Makassar-Surabaya dari Timika dan Jayapura Papua. Kedatangan mereka ke Jakarta, tak lain untuk menuntut haknya atas perlakuan PT Freeport Indonesia yang telah melakukan kebijakan furlough [merumahkan buruh] dan PHK sepihak pada 3.800 orang buruh, sejak Februari 2017 lalu.
Sampai Rabu 8 Agustus, ratusan buruh tersebut kembali melakukan long march dari wisma Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Cempaka Putih mengarah ke Kantor Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan bahkan sampai menginap di halaman Kemenaker untuk bertemu dengan Hanif Dhakiri. Setelah sebelumnya, pada aksi Selasa 7 Agustus dengan agenda untuk bertemu Hanif Dhakiri tidak terlaksana.
Pertemuan tersebut hanya diwakili oleh Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kesehatan Wahyu Widodo. Dilansir dari cnnindonesia.com, Wahyu menyarankan untuk membuat surat audiensi terlebih dahulu untuk selanjutnya disampaikan ke Menteri Tenaga Kerja.
“Kami minta dari perwakilan untuk membuat surat audiensi kembali, supaya nanti bisa diteruskan kepada Bapak Menteri [Hanif Dhakiri]. Kebetulan juga hari ini Pak Menteri sedang ada keperluan lain,” kata Wahyu di depan halaman parkir Kementerian Tenaga Kerja RI, Jakarta, Selasa 7 Agustus.
Sementara itu, koordinator lapangan Patripus Pital menyampaikan, pihaknya telah mengirimkan surat audiensi sejak November tahun lalu. Surat tersebut telah diberikan dan diterima oleh sekretaris menteri. Namun, sampai saat ini, audiensi tersebut urung dilakukan.
Kuasa hukum buruh dari LOKATARU, Nurkholis HIdayat mengatakan, PT Freeport Indonesia telah melanggar undang-undang ketenagakerjaan, karena tidak memberikan hak yang semestinya diterima oleh buruh yang diPHK. Ia menjelaskan, status hukum para buruh pun tidak jelas, dikarenakan hak mogok buruh tidak diakui. (Syawahidul Haq)