Trimurti.id, Bandung – Dua puluh lima rumah warga Jalan Anyer Dalam, Kelurahan Kebon Waru, Batununggal, digusur paksa oleh PT Kereta Api Indonesia pada Kamis, 18 November 2021. Penggusuran yang melibatkan aparat kepolisian, polisi pamong praja, dan polisi khusus kereta api (polsuska) itu mengakibatkan sejumlah warga terluka.
Sebelum eksekusi dilakukan, sempat terjadi dialog antara pengacara warga Jalan Anyer Dalam dan PT KAI. Namun dialog terhenti akibat kedatangan alat berat dan polsuska. Penggusuran yang dilakukan secara tiba-tiba, membuat warga tidak sempat menyelamatkan harta benda, apalagi mencari tempat tinggal baru. Penggusuran juga dilakukan secara represif sehinga tiga warga dan individu yang bersolidaritas terluka.
“Jadi jam lima, sempat terjadi gesekan, warga dan solidaritas dengan PT KAI. Sampai ada yang kena lemparan batu di kepalanya, dijahit delapan jahitan, kemudian dari warga itu sampai diseret orangnya,” ucap Didin.
Didin, salah satu korban penggusuran, menjelaskan kronologi sengketa penguasaan tanah yang ditinggalinya. Menurutnya, semua berawal dari rencana proyek properti PT Wijaya Karya Realty (Wika), Laswi City Heritage, yang akan dibangun di sekitar lokasi sengketa dan digadang-gadang akan menjadi ikon baru Kota Bandung.
Tanggal 2 Juni 2021, PT KAI sempat mengundang 25 orang pemilik rumah yang akan terkena dampak pembangunan proyek hadir dalam sebuah forum. Pada forum tersebut, warga mempertanyakan beberapa hal. Di antaranya ialah bukti kepemilikan hak atas tanah yang diklaim PT KAI, rencana pembangunan proyek, dan nilai ganti rugi bangunan rumah warga. Namun saat itu PT KAI belum bisa memberi jawaban lalu menjanjikan akan ada forum lanjutan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan warga.
“Di forum itu, warga mempertanyakan bukti kepemilikan tanah, sama rencana proyek, dan ganti rugi. Tapi saat forum tersebut PT KAI belum bisa memberi jawaban,” ucap Didin dalam konferensi pers warga di sekitar lokasi penggusuran, Kamis, 18 November 2021.
Alih-alih mendapatkan undangan forum lanjutan, warga malah dikirim surat peringatan I yang isinya memerintahkan warga untuk mengosongkan rumah-rumah miliknya pada 7 Juli 2021. Warga pun mengajukan mediasi kepada pihak PT KAI. Dalam mediasi itu, PT KAI masih belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan hak atas tanah yang ditempati 25 rumah warga tersebut. Akhirnya warga bersama-sama mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung pada akhir Agustus 2021.
Tanggal 4 Oktober 2021, salah satu penggugat, Mrih Lestari, justru diusir secara paksa dari rumahnya oleh PT KAI. Pengusiran dilakukan tanpa menunggu pemilik rumah untuk berkemas. Seluruh barang-barang di rumahnya diangkut secara paksa, tidak terkecuali surat-surat berharga. Bahkan PT KAI melakukan kekerasan fisik yang mengakibatkan luka memar pada korban.
“Kami mengajukan gugatan ke pengadilan bersama Bapak Tarid, kuasa hukum kami, tapi salah satu penggugat diusir paksa dari rumahnya oleh PT KAI, bahkan untuk mengganti baju dan memakai kerudung pun tidak bisa, jadi hanya baju yang melekat saja dipakai pada waktu pengusiran paksa itu,” lanjut Didin.
Tarid Febriana, selaku kuasa hukum warga Jalan Anyer Dalem, menyayangkan sikap arogan PT KAI. Tarid juga mempertanyakan ganti rugi senilai Rp200-250 ribu per meter. Menurutnya, pergantian harus sesuai dengan Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Akan tetapi PT KAI malah menggunakan surat keputusan direksi sebagai dasar, yang seharusnya surat tersebut hanya berlaku untuk pegawai PT KAI.
“Jadi pergantian tersebut, atau bahasa mereka ‘ongkos bongkar’, seharusnya sesuai dengan undang-undang, tapi PT KAI menggunakan surat keputusan direksi yang seharusnya, kan, itu hanya berlaku untuk pegawai PT KAI, ini warga masyarakat bukan pegawai PT KAI,” tegas Tarid ketika konferensi pers.
Heti, salah seorang warga terdampak, menjelaskan bahwa PT KAI selalu melakukan teror pengusiran melalui pesan WhatsApp pada semua warga yang terdampak.
“Saya sama warga yang lain mendapatkan pesan teror dari PT KAI melalui WhatsApp, saya simpan semua pesannya,” ujar Heti sambil menunjukkan layar ponselnya ka hadapan para jurnalis.
Berdasarkan situs BHUMI.atrbpn milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) yang memuat peta geospasial dan kepemilikan tanah, tanah yang ditinggali warga selama 50 lebih tahun tersebut merupakan tanah negara bebas atau tanah kosong.
Reporter : Nurhakim
Editor : Dachlan Bekti