Mediasi kedua gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilayangkan PT Metro Tara terhadap 54 buruhnya belum mencapai titik temu. Mediasi yang digelar di ruang mediasi Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, Selasa, 26 Juni 2018, itu merupakan kelanjutan dari gugatan PT Metro Tara dengan nomor register perkara 62/Pdt.G/2018/PN.Bdg.
Dalam mediasi yang ditengahi hakim mediator Fuad Muhammady itu hadir prinsipal penggugat dan prinsipal tergugat, bersama kuasa hukumnya masing-masing. Sesuai permintaan buruh-buruh selaku prinsipal tergugat pada mediasi sebelumnya, Kamis, 7 Juni 2017, Direktur PT Metro Tara Raymond Gunawan selaku prinsipal penggugat hadir di ruang mediasi.
Mediasi dimulai sekitar jam setengah sebelas siang. Setelah dibuka hakim mediator, Benny Wullur selaku kuasa hukum penggugat memulai dengan memaparkan gugatan dan tuntutan ganti rugi Rp13,79 miliar dari pihak tergugat karena dianggap telah melakukan protes dan pemogokan di lingkungan PT Metro Tara pada 17 Juni 2017 dan merugikan perusahaan.
Pemaparan Benny ditanggapi salah-satu prinsipal tergugat, Agus Andri. Agus menjelaskan kronologi protes buruh-buruh PT Metro Tara yang menuntut transparansi rincian tabungan tunjangan hari raya (THR) kepada manajemen perusahaan.
Menurutnya, “THR normal (1xUMK) sesuai, tapi tabungan THR (Rp40 ribu/rit) tidak, sehingga kami minta rinciannya.”
Agus juga menambahkan, gugatan yang dilayangkan perusahaan pada 9 Februari 2018 berdampak buruk terhadap buruh-buruh yang digugat. Buruh-buruh yang digugat tidak diperkenankan masuk perusahaan untuk bekerja dan tidak mendapat upah.
“Ada buruh yang orang tuanya meninggal karena syok dan ada buruh yang istrinya keguguran,” tutur Agus.
Agus Heri Susanto, salah-satu pihak tergugat lainnya, turut menanggapi pernyataan Benny. Menurutnya, pemaparan Benny terlalu melebar karena membahas protes-protes buruh pasca gugatan. Agus pun mempertanyakan letak perkara yang digugat perusahaan.
“PMH-nya di mana? Karena (waktu protes 17 Juni 2017) perusahaan tetap beroperasi,” ujar Agus Heri.
Namun, Benny bersikukuh bahwa protes yang dilakukan merupakan pemogokan. “Kalau mau bahas apakah itu pemogokan atau bukan,” ujar Benny, “nanti di persidangan. Yang kita permasalahkan bahwa benar terjadi pemogokan.”
Dominikus Kopong, Kepala HRD PT Metro Tara, yang hadir di ruangan turut angkat bicara. Ia memaparkan kronologi protes tahun lalu versinya dan mengatakan bahwa manajemen telah berupaya menegosiasikan apa yang dituntut buruh, termasuk masalah tabungan THR.
Salah-seorang buruh lainnya yang hadir di ruang mediasi membantah. Ia menilai Dominikus tidak bisa membedakan antara tabungan THR dan subsidi. Menurutnya, rincian yang diminta buruh merupakan tabungan THR yang nominalnya Rp40.000,00/rit, bukan subsidi yang Rp12.000,00.
Ruang mediasi sempat panas karena terjadi beberapa kali perdebatan antara kedua belah pihak. Hakim mediator meredamnya dan memberi kesempatan pada direktur perusahaan untuk angkat bicara. Hakim menanyakan sejauh mana direktur mengetahui persoalan dan apa yang dialami buruh.
“Tidak mengerti masalah operasional. Masalah-masalah tersebut saya serahkan ke Pak Cheri Gunawan (kepala bagian operasional),” ujar Direktur PT Metro Tara Raymond Gunawan.
Pernyataannya itu sontak membuat buruh-buruh yang hadir di ruangan kecewa dan geleng-geleng kepala. Hakim mediator pun menasihati Raymond agar mengerti apa yang terjadi di perusahaan yang ia miliki.
Raymond melanjutkan bahwa ia tidak mendapat tembusan persoalan yang dialami buruh dari bawahannya. “Kami biasa berhubungan dengan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Sejak ada KASBI, hubungan dengan karyawan jadi renggang,” ujar Raymond.
Ia pun menyatakan bahwa kerugian yang dialami perusahaan bukan hanya karena protes masalah THR. Tapi dari demo-demo yang lain yang mencemarkan nama perusahaan.
Pernyataannya yang bertentangan dengan isi gugatan itu lantas memancing emosi buruh-buruh untuk bersuara. Agus Heri kembali mengemukakan pengalamannya. Menurutnya, buruh-buruh selalu berunding dengan manajemen jika ada masalah. Tapi sejak tiga tahun lalu, saat manajemen berubah, banyak persoalan muncul.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum penggugat meminta kepada hakim agar kembali ke bahasan awal. Bahasan awal yang ia maksud yakni masalah ganti rugi.
“Silakan bahas mekanisme pembayaran 13 M,” kata Benny.
Perkataannya lantas kembali membuat ruang mediasi menjadi gaduh. Hendra Parulian, salah-satu kuasa hukum tergugat, mengatakan bahwa jangan minta ganti rugi terlebih dahulu jika persoalan belum jelas.
“Siapa yang salah saja belum jelas, sudah minta bahas mekanisme pembayaran,” kata Hendra.
Mediasi berlangsung selama satu jam lebih tanpa kesepakatan. Sebelum hakim mediator menutup mediasi, kuasa hukum penggugat sempat menawarkan opsi pertemuan dengan kuasa hukum tergugat di luar ruang mediasi. Menanggapi hal itu, Hendra mengatakan bahwa posisinya sebagai kuasa hukum tergugat akan bersifat pasif dan menunggu undangan dari pihak penggugat.
Jika pun terjadi pertemuan antarkuasa hukum “kita tetap pada prinsip bahwa gugatan harus dicabut tanpa syarat, karena tidak rasional, dan ada (tuntutan buruh soal) rincian tabungan THR,” ujar Hendra saat diwawancara Trimurti.id setelah mediasi.
Di luar pagar pengadilan, puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Militan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (F Sebumi-KASBI) Kota Bandung menggelar aksi unjuk rasa. Aksi itu mereka lakukan sebagai bentuk solidaritas dan untuk mengawal gugatan yang dihadapi 54 buruh PT Metro Tara.**
Reporter: Dachlan Bekti
Redaktur: Ari Morgan