Akibat mempertanyakan transparansi tabungan koperasi, 54 buruh PT Metro Tara Bandung mendapat sanksi pemutusan hubungan digugat perusahaan mereka sebesar Rp 13,79 miliar. Gugatan ini didaftarkan oleh perusahaan di Pengadilan Negeri Bandung.
Kejadian bermula ketika 54 buruh PT Metro Tara mempertanyakan transparansi pembagian tabungan koperasi pada Juni 2017 lalu. Sekretaris Umum Federasi Serikat Buruh Militan KASBI, Agus Andri memaparkan, perusahaan membuat program tabungan dengan skema memotong upah buruh.
Buruh yang bekerja sebagai sopir dan kernet memiliki skema pengupahan ritasi. Mereka dibayar setiap mengantarkan paket. “Satu rit itu kalau Bandung-Pulo Gadung, kantor pusat di Jakarta itu sekitar RP 90-120 ribu untuk sopir,” ujar Agus ketika dihubungi trimurti.id baru-baru ini.
Agus menjelaskan, perusahaan memberlakukan potongan wajib setiap kali buruh menerima upah ritasi. Sopir yang baru saja menerima upah pengiriman barang dari Bandung ke Jakarta misalnya, langsung dipotong Rp 40 ribu.
Tabungan koperasi tersebut kemudian dibayarkan pada medio 17-19 Juni 2017 lalu, bersamaan dengan pembayaran tunjangan hari raya Idul Fitri. Di awal kata Agus, perusahaan sepakat untuk merinci tabungan setiap buruh. Namun ketika dibayarkan, perusahaan hanya memberikan nominal akhirnya saja.
“Kita tidak punya hitungan misalnya sebulan kita dapat berapa itu gak ada. Makanya kita pengen kita minta, kita rundingkan dengan perusahaan, perusahaannya juga bilangnya lupa, kepala operasional beralasan lupa,” jelas Agus.
Buruh kemudian berunding dengan perusahaan. Ada dua hal yang dirundingkan. Pembayaran THR dan tabungan. Pembayaran THR selesai dengan baik. Agus menuturkan, perusahaan membayarkan THR Idul Fitri 2017 sesuai dengan ketentuan.
Namun kejelasan perihal rincian tabungan berakhir deadlock. Buruh kemudian menolak untuk mengantar paket ke Jakarta sebelum perusahaan memberikan penjelasan. Puncaknya, buruh menggelar aksi massa pada 28 Oktober 2017.
Pasca-aksi, 54 buruh yang terlibat tidak bisa masuk ke dalam lingkungan tempat kerja mereka yang berada di bilangan Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung. Alasannya, perusahaan sudah men-diskualifikasi mereka. Agus mengatakan, tidak ada surat resmi dari pihak perusahaan. Perusahaan pun terkesan enggan untuk melakukan mekanisme PHK sesuai dengan regulasi.
Selain digantung status kerjanya, perusahaan juga menggugat 57 buruh dengan pasal perbuatan melawan hukum yang menyebabkan PT Metro Tara mengalami kerugian sebesar Rp 13,79 miliar. Kuasa Hukum PT Metro Tara, Benny Wullur mengatakan pihaknya menggugat buruh karena aksi mereka berdampak pada terhambatnya proses pengiriman paket. Selama melakukan aksi protes, buruh yang bekerja sebagai sopir dan kernet menolak untuk mengirimkan paket para pelanggan mereka.
Akibat aksi itu, perusahaannya mengalami kerugian yang cukup besar. Kiriman paket para pelanggan tidak sampai sesuai jadwal.
“Angka Rp 13,79 miliar didapat dari estimasi kerugian perusahaan. Bukan hanya dari paket yang terlambat diantar. Dampaknya ini kan besar. Yang tidak puas pasti tidak akan lagi menggunakan jasa perusahaan kami,” ujar Wullur ketika dihubungi trimurti.id, Rabu malam (25/4).
Wullur menambahkan, aksi pemogokan yang dilakukan buruh juga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Perusahaan tidak pernah mendapat pemberitahuan dari para sopir dan kernet bahwa mereka akan mogok mengantar barang.
Sementara itu, Agus mengatakan, aksi yang dilakukan buruh bukanlah pemogokan. Mereka hanya menolak untuk mengantarkan paket ke Jakarta atau Jawa Tengah hingga tuntutan mereka dipenuhi.
“Nah di situ kita, kalau untuk mogok kita tahu prosedurnya ya, harus ada pemberitahuan. Kita protes, kawan-kawan semua pingin kejelasan,” tandasnya. (Ari Syahril Ramadhan)