Categories
Kabar Perlawanan

Jangan ada Domein Verklaring (Lagi) di Dago Elos

Trimurti.id, Bandung – Sehari pasca gelaran Pengadilan Rakyat pada Selasa, 21 Mei 2024, warga Dago Elos melangsungkan diskusi terkait putusan peninjauan kembali (PK) dan kebangkitan politik domein verklaring yang merupakan pangkal persoalan sengketa lahan Dago Elos di Lapangan Balai RW 02 Dago Elos.

Dalam diskusi tersebut, Lia Piltasari salah seorang warga mengatakan, putusan peninjauan kembali (PK) sangat berdampak kepada kelangsungan hidup warga Dago Elos sebab putusan tersebut membuat ancaman penggusuran kian nyata.

“Ada ketakutan kalau nanti sewaktu-waktu digusur.” ujar Lia sambil menahan tangis.

Lia menambahkan, banyak hal yang harus ia pikirkan ketika tergusur dari Dago Elos. Mulai dari masa depan pendidikan anak, pekerjaan, dan hubungan sosial di antara warga. Pindah ke lingkungan baru tidaklah mudah.

Meski keadaan tak memihak warga, Lia meyakini bahwa mempelajari politik hukum merupakan sebuah keharusan agar warga tak mudah dikibuli oleh Tiga Muller Bersaudara (Heri Hermawan, Pipin Sandepi, dan Dodi Rustendi) dan PT Dago Inti Graha (PT DIG).

Sesudah mempelajari politik hukum, Warga Dago Elos menjadi paham dan mencurigai majelis hakim peninjauan kembali (PK) melakukan praktik peradilan sesat usai dikabulkannya gugatan Muller Bersaudara dan PT DIG atas kepemilikan lahan seluas 6,9 hektar.

Senada dengan kecurigaan warga, Siti Rakhma Mary akademisi STHI Jentera menjelaskan, putusan PK sudah salah menafsirkan fakta-fakta hukum dengan menjadikan Eigendom Verponding sebagai dokumen yang memperkuat klaim kepemilikan lahan di Dago Elos.

Penafsiran fakta-fakta hukum itu jelas menihilkan keberadaan warga yang sudah menduduki dan menggarap lahan Dago Elos selama lebih dari 20 tahun.

Dokumen Eigendom Verponding yang hangus sejak pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 sudah jelas tidak bisa digunakan Muller Bersaudara serta PT DIG. Terlebih bila dokumen tersebut tidak dikonversi menjadi hak milik, yang kala itu diberi batas hingga tahun 1980.

“Dampak ketika PK mengakui Eigendom Verponding, masyarakat rentan digusur,” ujar perempuan yang akrab disapa Rakhma.

Sepanjang keterlibatan Rakhma dalam penanganan konflik agraria di berbagai wilayah, ia berpendapat bahwa putusan hakim pengadilan acap kali merugikan warga yang tengah berkonflik.

Selain itu, banyak kejanggalan dalam dokumen Penetapan Ahli Waris (PAW) yang digunakan oleh Muller Bersaudara. Seperti ketidakcocokan silsilah keluarga Muller pada dokumen pengadilan, klaim bahwa mereka adalah kerabat Ratu Wilhelmina, dan bukti penjualan surat tanah dari Tegal Simongan Fabriek.

Menurut Nella Sumika Putri, Akademisi Universitas Padjadjaran, (dokumen-dokumen Muller Bersaudara di Pengadilan) perlu untuk terus dikritisi warga Dago Elos dan banyak pihak. “(sejak awal) dari kasus ini berjalan, banyak kejanggalan dan diduga sesat dalam pengambilan keputusan hukum.”

Politik Domein Verklaring di Dago Elos

Politik domein verklaring atau penguasaan kerajaan Belanda atas tanah negara jajahan belumlah musnah di kampung Dago Elos. Jika dahulu pelakunya adalah kerajaan Belanda, kini pelakunya bersalin rupa menjadi sekumpulan mafia tanah yang terorganisir.

Dianto Bachriadi, peneliti Agraria Resource Center (ARC), menjelaskan bahwa para mafia tanah akan mengincar tanah berstatus Eigendom Verponding sebagai sasaran empuk.

Para mafia tanah akan menggugat warga yang menghuni tanah tersebut. Setelah memenangkan gugatan, mereka akan mengajukan pendaftaran sertifikat dengan bukti putusan pengadilan.

“Itu cara kerja mafia tanah, sangat mungkin ada (indikasi) permainan di pengadilan,” tegas Dianto.

Penjelasan Dianto persis dengan lini masa perampasan lahan di Dago Elos. Warga digugat oleh Tiga Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha. Lalu, pengadilan memenangkan duet Muller X PT DIG. Akhirnya saat ini warga terancam kehilangan tanahnya.

Sekadar informasi, lahir dari politik domain verklaring, Eigendom Verponding dibuat untuk alas hak tanah bagi orang-orang Eropa.

Kini sudah tujuh puluh tahun lebih Indonesia merdeka, menurut Dianto, Eigendom Verponding serta seluruh hak barat sudah tamat riwayatnya sejak UUPA tahun 1960 ditetapkan.

Pada kasus sengketa Dago Elos, kakek buyut Muller Bersaudara (George Hendrik Wilhelmus Muller) tidak dapat memiliki lahan di Dago Elos. Sebab berdasarkan UUPA, dia adalah warga negara asing yang tidak mengkonversikan status tanahnya, selambat-lambatnya tahun 1980 sesuai aturan Kepres No. 73 tahun 1980.

Selain tidak melaksanakan amanat perundang-undangan, Dianto juga mengkritik kekeliruan para pengurus publik dalam menafsirkan frasa “tanah negara” di dalam UUPA. Menurutnya, tanah negara bukan berarti dimiliki pengurus publik maupun instansinya, melainkan dikuasakan kepada pengurus publik untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat.

Sudah tidak patuh terhadap konstitusi, pengurus publik malah mempersulit warga Dago Elos dalam mengakses sertifikat hak milik. Sebagai catatan, warga Dago Elos telah berupaya mengajukan pembuatan sertifikat sejak tahun 1986 dan tahun 2021.

“Seharusnya tanah negara ini diprioritaskan untuk warga Dago Elos yang sudah tinggal lebih dari 20 tahun,” tegas Dianto.

Masa Depan Dago Elos

Melalui sorotan gambar di layar proyektor, Dionisius Dino peneliti urban dari Architecture Sans Frontieres-Indonesia  (ASF-I) menunjukan arsip sejarah yang memperlihatkan bahwa warga sudah menempati lahan Dago Elos sejak tahun 1931.

Dalam lintasan sejarah, Dago Elos tumbuh di tengah hiruk pikuk zaman dan pembangunan. Dari industri perkebunan kolonial Belanda hingga industri jasa-pariwisata rezim Republik Indonesia.

Dada Rosada, ex-walikota Bandung, sudah mewacanakan pembangunan kereta gantung (Cable Car) sejak tahun 2012.

Singkat cerita, tahun 2015 apartemen The MAJ berdiri dan rencana pembangunan kereta gantung di atas terminal Dago dilanjutkan.

Hampir tujuh tahun lamanya rencana pembangunan kereta gantung menguap, tiba-tiba pada tahun 2023 pemerintah Kota Bandung mengkaji ulang rencana pembangunan kereta gantung yang merupakan bagian dari Bandung Urban Transportation Project.

Pada tahun yang sama, warga Dago Elos melakukan pelaporan pidana pemalsuan dokumen oleh Tiga Muller Bersaudara, serta mati-matian menahan gempuran gas air mata dari aparat kepolisian, yang terjadi di depan rumah mereka sendiri.

Reporter: Baskara Hendarto

Fotografer: Nadia Alexandra

Editor: Nana Miranda