Trimurti.id, Bandung – Senin 1 Mei 2023, ratusan demonstran yang terdiri dari Aliansi Buruh Bandung Raya (ABBR) dan buruh-buruh lainnya melakukan aksi memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day.
Sedari pukul 12.00 siang, peserta aksi ABBR melakukan pawai sambil membentangkan spanduk dan poster tuntutan, sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan dari Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Dipatiukur, melewati Jalan Singaperbangsa, kemudian berakhir di simpang Jalan Cikapayang, Kota Bandung. Para demonstran lalu menyemut dan mulai melakukan mimbar bebas, berorasi di hadapan para pengguna jalan.
Dalam pernyataan sikapnya, ABBR menyoroti beragam regulasi yang mengabaikan kesejahteraan kelas pekerja. Mulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker), Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, Undang-Undang No. 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), juga Permenaker No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Menurut ABBR, seluruh regulasi tersebut hanya akan membuat kelas pekerja semakin sengsara, sedangkan para majikan dan bos-bos besar industri tetap nyaman berada di surga kekayaan mereka.
Masih dari pernyataan sikapnya, ihwal Perppu Ciptaker dan Permenaker 5/2023, ABBR menganggap bahwa Perppu Ciptaker mempermudah para majikan dan Industri mendapat jaminan perizinan, tanah produktif, buruh murah dan patuh, serta kawasan industri siap pakai dan infrastruktur yang lengkap.
Sementara Permenaker 5/2023 yang melegalkan pemotongan upah 25 persen, dinilai ABBR sekadar dalih untuk menjadikan buruh sebagai tumbal resesi ekonomi. Peraturan itu sendiri merupakan permintaan asosiasi pengusaha yang berdalih mencegah kerugian perusahaan akibat pasar yang lesu.
Berbagai peraturan tersebut membuat buruh-buruh khawatir. Contohnya adalah Janis, salah satu peserta aksi yang enggan menyebut nama sebenarnya. Mahasiswa yang pernah bekerja sebagai admin media sosial di sebuah jenama alas kaki lokal ternama itu mengaku khawatir dengan masa depannya setelah lulus kuliah sebagai pekerja.
“Cukup worry, sih. Sekarang aja kerja sudah susah, mana gaji kecil. Gimana nanti (nasib) kita di masa depan?” ujar Janis kepada reporter Trimurti.id.
Kekhawatiran perempuan muda itu bukan tak beralasan, di jenama tersebut dipekerjakan dengan status buruh harian lepas dengan upah yang jauh di bawah ketentuan.
Ditemui sesudah aksi, Juru Bicara ABBR Riefki Zulfikar mengungkapkan bahwa sebelum Perppu Cipta Kerja berlaku, seluruh regulasi yang ada tidak berpihak pada buruh. Keberadaan Perppu Ciptaker hanya semakin memperparah nasib buruh.
“Situasi gak banyak berubah, para buruh tetap berhadapan dengan persoalan harian seperti upah murah, upah lembur yang tidak dibayar, serta kesehatan dan keselamatan kerja (K3),” ucap Riefki
Pada aksi kali ini, ABBR tak hanya mengampanyekan masalah-masalah perburuhan tetapi juga menyoal masalah lain seperti penyempitan ruang demokrasi. Riefki menambahkan, ABBR membuka Posko Curhat Buruh bagi para buruh yang ingin menceritakan persoalannya di tempat dan mencari pemecahan masalah bersama-sama.
Posko Curhat Buruh telah dibentuk sejak minggu ketiga bulan Ramadan di tiga lokasi: Rancaekek dan Majalaya di Kabupaten Bandung, serta Dago Elos di Kota Bandung. Posko ini terbuka bagi semua buruh dari berbagai sektor industri, baik buruh yang berserikat maupun yang tidak berserikat.
Selain dapat melakukan advokasi bagi buruh-buruh yang hak-haknya dilanggar, melalui Posko Curhat Buruh itu ABBR berharap bisa semakin memperluas serta memperkuat persatuan kelas pekerja.
Reporter: Baskara Hendarto
Editor: Dachlan Bekti