Categories
Kabar Perlawanan

Driver Online Tuntut Payung Hukum Transportasi Online

Trimurti.id – Jakarta, Rabu (15/01/2020), pukul 13.30 WIB. ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai perusahaan aplikator melakukan unjuk rasa ke kantor Kementerian Perhubungan dan Istana Negara. Mereka tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) dari berbagai daerah.

Igun Wicaksono selaku ketua presidium Garda menyebut aksi Garda ini adalah Aksi Ojol Nusantara.

“Ini ada dari teman-teman daerah, ada dari Kalimantan Timur, Bandar Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah. Jadi ini kita menyebut dengan Aksi Ojek Online Nusantara” kata Igun yang juga merupakan Ketua Umum Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI).

Aksi yang dimulai dengan longmarch dari Patung Kuda menuju Kementerian Perhubungan tersebut memiliki tiga tuntutan: 1). Pemberian payung hukum bagi ojek online, 2). Evaluasi soal tarif ojek online, dan 3). Pembatasan pendaftaran driver oleh aplikator.

Mengenai pentingnya payung hukum ojek online, Igun mengatakan persoalan yang sering dihadapi driver adalah pihak aplikator kerap melakukan putus mitra sepihak kepada driver. Padahal menurut Igun persoalan tersebut bukanlah sepenuhnya kesalahan dari driver. Di sisi lain driver tidak memiliki kekuatan untuk melakukan banding, karna tidak memiliki payung hukumnya.

“Kadang aplikator melakukan proses putus mitra secara sepihak. Kami tidak punya kekuatan untuk membela diri. kami tidak bisa banding, kami tidak punya kekuatan hukum. bahwa ini bukan kesalahan semata dari kami.” kata Igun sebelum memulai memulai aksi.

Payung hukum yang dimaksud adalah payung hukum kemitraan yang adil dan setara. Menurut Dul, perwakilan dari Komunitas ojol “Komunitas Ojol Undermainsream” (KUMAN), istilah mitra yang diterapkan oleh aplikator mengaburkan hak-hak driver.

“Kata ‘kemitraan’ hanya pembiasan yang mengaburkan hak-hak kita selaku anak bangsa.” tegas Dul saat menyampaikan orasinya di atas mobil komando.

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu peserta aksi PPTJDI dalam orasinya “Kemitraan ini harus dinyatakan dengan perjanjian. Ketika driver mendaftar ke aplikator tidak pernah ada perjanjian. Disinilah kecurangan besar dari aplikator. Seharusnya kita mendapatkan salinan perjanjian tersebut.” ungkapnya.

Setiba di depan gedung Kementerian Perhubungan, sepuluh orang perwakilan massa GARDA dari beberapa daerah diterima oleh Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi. Sekitar satu jam lebih perwakilan Garda audiensi bersama Kementerian Perhubungan. Sementara di depan gerbang, massa aksi tetep menyampaikan orasi dari masing-masing daerah. lagu Indonesia Raya sempat dinyanyikan secara khidmad oleh massa aksi.

Tanggapan atas  Tiga Tuntutan Garda

Sekitar pukul 15.20 WIB. Salah satu perwakilan dari Kemenhub keluar dengan muka sumringah. Fadil Falher, salah satu perwakilan Garda yang ikut audiensi mengatakan, ketiga tuntutan Garda yang disampaikan mendapat tanggapan positif dari Dirjen Perhubungan Darat.

“Alhamdulillah kementerian perhubungan dari tiga tuntutan, semua akan dibicarakan dan disetujui” kata Fadil yang merupakan Ketua DPD GARDA Kalimantan Timur.

Tanggapan positif dari ketiga tuntutan tersebut diantaranya terkait payung hukum. Pihak Kemenhub sudah mengusulkan ke DPR RI. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat (KP 348) yang Dilakukan dengan Aplikasi akan menjadi pintu untuk dibuatkannya payung hukum ojek online tersebut.

“Payung hukum ojek online ini sudah disampaikan dari kemarin-kemarin. Namun alhamdulillah dengan PM 12 yang didahuluken oleh menteri perhubungan sudah membuka arah untuk payung hukum ojek online akan dibahas di DPR RI.” Jelas Fadil.

Sebagai bentuk jaminan atas keseriusan Kemenhub membuat payung hukum, pihak Kemenhub menjanjikan akan mengundang perwakilan GARDA untuk ikut dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI pada awal Februari 2020.

“Tanggal 9 februari kita akan diundang dari beberapa daerah dari Garda untuk rapat dengar pendapat.” tambah Fadil.

Mengenai tuntutan tarif usulan GARDA yang akan dikembalikan ke Daerah (Propinsi) juga mendapat respon yang baik. “Dirjen Perhubungan Darat akan menyetujui tarif ini akan dikembalikan ke Daerah. Artinya gubernur, akan menentukan sendiri tarif ojek online sesuai dengan keadaan daerahnya masing-masing.”  terang pria yang kerap di panggil “Bang Fadil”.

Terakhir tuntutan mengenai pembatasan ojek online, respon Dirjen akan membicarakan lebih lanjut saat pembahasan payung hukum yang akan dibuat, karena harus melibatkan pihak aplikator. Namun demikian pihak GARDA menginginkan aturan mengenai pembatasan pendaftaran ojol. Terutama di daerah-daerah padat seperti pulau Jawa.

Selain ketiga tuntutan di atas, pihak GARDA juga menyampaikan keluhan mengenai Aplikator Maxim yang melanggar KP 348. Di mana Maxim menerapkan tarif minimum Rp 3.000 untuk 4 kilometer pertama. Padahal dalam KP 348 yang berlaku sejak 1 Mei 2019, tarif minimal Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Kasus ini mendapat tanggapan dari Dirjen.

“Tadi Dirjen Perhubungan Darat sudah menerbitkan surat untuk mengevaluasi operator maxim karena melanggar KP 348” kata Fadil.

Setelah mendapat respon baik atas tiga tuntutan, massa aksi GARDA menuju ke Taman Aspirasi depan Istana Negara. Di sana beberapa perwakilan menyampaikan hasil dari audiensi dengan pihak Kemenhub. Kemeriahan tepuk tangan pun disambut oleh massa aksi sebagai tanda apa yang menjadi tuntutan GARDA mendapat respon baik.

Merasa mendapatkan angin segar dari kementerian perhubungan, aksi GARDA yang direncanakan selama dua hari, 15 -16 Januari 2020 pada akhirnya hanya satu hari saja. Tepat pukul 16.30 massa aksipun bubar dan kembali dengan kendaraan sepeda motornya.

Kontributor Jakarta

Editor: Yusuf Hadid