Trimurti.id,- Kekerasan terhadap petani di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi kembali mencuat. Kali ini, petani yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) kembali harus berhadapan dengan aksi brutal dari ratusan massa bersenjata dari PT Bumisari Maju Sukses (BMS).
Berdasarkan rilis kronologi dari petani Pakel yang kami terima, rentetan serangan tak berkesudahan dari PT Bumisari Maju Sukses (BMS) terhadap lahan garapan petani ini bermula pada 5 Maret 2024. Pada hari tersebut awalnya para petani menemukan pondok di lahan garapan mereka telah roboh dan rusak. Bahkan, ditemukan pula botol berisi bensin yang diduga akan digunakan untuk membakar pondok yang telah dirobohkan.
Empat hari berselang, tepatnya pada Sabtu 9 Maret 2024 sekitar pukul 09.51 WIB, puluhan sekuriti PT BMS yang didampingi sekelompok orang yang diduga preman bayaran menerobos masuk ke lahan reclaiming milik petani di wilayah Pongkor. Mereka kemudian dengan sengaja merobohkan dan membakar pondok-pondok sederhana yang dibangun petani di lahan garapan tersebut. Dalam rilisnya, petani Pakel mengungkapkan meski mereka datang ke lokasi tak lama setelah kejadian, sekuriti dan sekelompok orang yang diduga preman bayaran itu justru memilih untuk mundur.
Namun aksi pengrusakan ternyata tidak berhenti sampai di situ. Sekitar pukul 11.00 WIB di hari yang sama, para petani dikagetkan dengan hadirnya pondok baru yang didirikan pihak PT BMS di tengah jalan menuju lahan di wilayah Pongkor. Keberadaan pondok ini menghalangi akses petani untuk melintas di jalan tersebut. Seraya berjaga di lokasi itu, para petani dilaporkan menyaksikan pihak PT BMS yang tengah melakukan penebangan tanaman dan penghancuran pondok milik petani di wilayah Panasean yang tidak jauh dari Pongkor.
“Karena itu, kami spontan berusaha mengejar dan mengusir mereka agar tidak kembali menebangi tanaman kami. Sejak saat itu, kami harus berjaga-jaga agar tak ada lagi tanaman kami yang ditebangi,” bunyi kutipan dalam rilis kronologi tersebut.
Lebih lanjut, diungkapkan bahwa akses jalan di jembatan Sungai Taman Glugo yang biasa dilewati petani untuk mencapai lahan garapan juga diblokade menggunakan truk yang diduga kuat milik PT BMS.
Pada Minggu 10 Maret 2024 sekitar pukul 10.30 WIB, kerusuhan kembali memanas di lahan garapan petani Pakel. Kali ini, massa dari pihak PT BMS yang diperkirakan berjumlah 150 orang kembali menebangi tanaman dan merusak pondok milik petani di wilayah utara Kali Gondang.
Mengetahui hal tersebut, para petani Pakel lainnya berdatangan ke lokasi. Namun massa yang dikerahkan oleh PT BMS justru bertindak lebih barbar dengan mengintimidasi para petani, mendorong, hingga mengancam dengan menodongkan senjata tajam. Bahkan ada beberapa orang yang diduga preman bayaran yang menantang petani Pakel untuk berduel.
“Pukul 11.00 WIB, kami mulai berdatangan. Awalnya hanya berjumlah sedikit. Setelah petani lain datang semakin banyak, barulah pihak PT Bumisari mundur,” bunyi kutipan dalam rilis kronologi yang dikeluarkan oleh Rukun Tani Sumberejo Pakel tersebut.
Lebih lanjut, pada malam harinya sekitar pukul 19.30 WIB, salah satu petani Pakel yang sedang melakukan rutinitas patroli malam mengalami penganiayaan fisik berupa pukulan di bagian tengkuk hingga harus dilarikan ke puskesmas. Saat itu korban sedang berpatroli bersama 6 orang petani lainnya. Ketika melihat bayangan orang, korban mendekat namun kemudian diserang oleh satu orang bertopeng dengan senjata tajam dan satu orang lainnya yang memukulinya dari belakang hingga pingsan. Sebelum dibantu rekan-rekannya, tigw pelaku tersebut sudah lebih dulu kabur.
Pada Kamis 14 Maret sekitar pukul 08.37 WIB, situasi kembali memanas, PT BMS mengerahkan sekitar 300 orang untuk kembali menyerang lahan petani Pakel secara masif. Disebutkan mereka dengan sengaja membabat dan merusak tanaman petani seluas 2 hektar di Kali Gondang dan Pongkor. Lebih dari 3 pondok petani juga dirusak dan dibakar habis pada hari itu.
Meski petani Pakel berusaha melawan, pihak PT BMS kembali bertindak lebih barbar dengan membawa senjata tajam dan senjata api. Bahkan ada tembakan dua kali ke udara yang diduga untuk menakut-nakuti petani agar mundur. Akibatnya, seorang petani perempuan menjadi korban dengan luka memar di tangan, lengan dan kaki.
Setelah menyerang Kali Gondang, sekitar pukul 11.09 WIB, PT BMS juga menyerang wilayah Pongkor yang diduga untuk memecah konsentrasi petani agar mereka dapat lebih leluasa merusak tanaman. Dalam rilisnya, disebutkan sekitar 20 pohon pisang milik petani habis dibabat pihak PT BMS. Dalam insiden kali ini, beberapa pekerja PT BMS justru memilih pulang dan meminta maaf kepada petani Pakel sembari mengaku telah dibodohi dan dibayar perusahaan untuk menyerang petani pakel.
Eskalasi kekerasan yang dialami petani Pakel tidak berhenti sampai di situ. Pada Kamis 21 Maret 2024 pada pukul 08.55 WIB, menurut rilis kronologi yang dikirimkan petani Pakel kepada kami, sekuriti PT Bumisari mulai memicu Kembali Tindakan provokasi dan intimidasi ketegangan dengan menginstruksikan pasukannya yang bersenjata lengkap untuk maju dan menyebar ke kanan dan kiri area lahan garapan petani.
Awalnya, para petani tidak terprovokasi dan tetap waspada menjaga perbatasan agar pasukan PT Bumisari tidak menerobos masuk serta kembali merusak tanaman milik mereka. Namun, tak lama kemudian sekuriti PT BMS kembali memberi komando dengan mengarahkan pasukannya untuk menebang pohon-pohon di lahan garapan petani Pakel.
Melihat situasi yang kian memanas, petani Pakel pun turun tangan menghadang untuk mencegah aksi perusakan lebih meluas. Mereka menghadang pasukan bersenjata PT Bumisari yang hendak menebang pohon di depan mata mereka sendiri. Insiden ini memicu bentrokan fisik dengan saling dorong dan sikut antara kedua kubu.
Dikutip dari rilis kronologi, pihak PT Bumisari tidak mau mundur dan tetap ngotot berusaha menebangi tanaman milik petani meskipun telah dihadang. Akibatnya, bentrokan pun tak terhindarkan.
Tidak hanya bentrokan fisik, ancaman dan intimidasi juga dilayangkan pihak PT Bumisari kepada para petani yang masih teguh bersikukuh mempertahankan lahan garapan. Dalam rilis disebutkan, beberapa petani bahkan mendapat ancaman akan dipenjarakan jika tetap membandel menghalangi aksi perusakan lahan. Lebih mengkhawatirkannya lagi, pihak PT Bumisari juga mengancam secara gamblang akan kembali merusak tanaman petani jika perwakilan warga menolak untuk datang ke pengadilan. Tentu saja aksi intimidasi demikian memicu trauma dan kekhawatiran mendalam di kalangan petani Pakel yang hanya ingin mempertahankan lahan garapanya.
Meski begitu, tekad mereka untuk tetap mempertahankan lahan garapan tidak pupus. Dalam rilisnya, disebutkan setelah bentrokan dan aksi penyerangan dari PT Bumisari akhirnya mereda sekitar pukul 09.30 WIB, para petani justru kembali berjaga hingga malam hari untuk mengantisipasi serangan tak terduga lainnya.
“Setelah bentrokan itu, kami tetap berjaga sampai malam di sekitar lahan kami untuk memastikan pasukan PT Bumisari tidak kembali menyerang atau merusak tanaman kami lagi,” ungkap Harun yang juga turut berhadapan dalam insiden itu.
Menanggapi insiden kekerasan yang terus dialami petani Pakel, akun Instagram @puputanpakelcommittee mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap negara yang dinilai hanya akan terus hadir sebagai alat penindasan bagi petani Pakel yang memperjuangkan lahan garapan mereka.
“Sayangnya negara hanya akan terus hadir sebagai penindasan,” tulis akun tersebut.
Mereka pun mempertanyakan argumen pihak PT BMS yang dianggap tidak berdasar selain hanya sebagai hasil bayaran semata ketika berbicara data tanpa adanya validitas.
“Yang kami herankan, apa argumen mereka selain hanya hasil bayaran semata ketika berbicara data tak ada validnya,” imbuhnya.
Aksi kekerasan dan pengusiran yang terus dilakukan PT BMS dinilai sebagai tindakan kezaliman, terlebih insiden ini terjadi di bulan suci Ramadhan.
“Dengan teganya menyiksa petani yang hanya bekerja menanam. Di bulan Ramadhan, kedzoliman terus dilakukan,” tulis akun instagram @puputanpakelcommitte
Disebutkan pula bahwa mayoritas petani Pakel yang kini berjuang mempertahankan lahan garapan merupakan petani tak berpemilik lahan. Berpuluh tahun mereka dipermainkan dan dipekerjakan di atas tanah mereka sendiri. Kini Ketika mereka mulai merasakan berkah dari hasil dan tanah yang telah lama dirampas, mereka justru kembali menghadapi kekerasan dan upaya perampasan.
“Mayoritas petani pakel ialah petani tak berkepemilikan lahan. Berpuluh tahun di permainkan dan di pekerjakan di atas tanahnya sendiri. Dan kini, ketika mereka mulai merasakan berkah dari hasil dan tanah yang sudah sangat lama dirampas, mereka kembali terus terusan menghadapi kekerasan dan upaya perampasan,” tulis @puputanpakelcommittee.
Meski begitu, tekad perlawanan petani Pakel untuk mempertahankan lahan garapan mereka tak pernah surut. Mereka bertekad untuk tak mundur dan terus melawan para perampas lahan.
“Tak ada kata mundur. Terus lawan perampas lahan,” pungkas akun Instagram tersebut.
Hingga berita ini dibuat, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT BMS maupun pemerintah setempat atas insiden kekerasan yang terus menimpa petani Pakel dalam memperjuangkan lahan garapan dan ruang hidup mereka itu.
Reporter: Cici Hartono
Editor: Elijah Warobay