Categories
Kabar Perlawanan

AJI Bandung Desak Pengusaha Media Bayar THR Sesuai Aturan

BANDUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung mengingatkan perusahaan media untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerjanya yang akan merayakan hari raya Idul Fitri 2018 (1439 Hijriyah) sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016, perusahaan wajib membayar THR kepada pekerjanya tanpa melihat status hubungan kerja. THR wajib diberikan kepada perkerja yang telah menjalani masa kerja minimal satu bulan.

 

Sementara besaran THR diatur Pasal 3 ayat 2a Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, bahwa besaran THR adalah upah pokok ditambah tunjangan tetap. Tengat waktu pembayaran THR ialah tujuh hari sebelum hari raya.

 

Di industri pers sendiri terdapat sejumlah istilah hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha media. Ada pekerja tetap yang diklasifikasikan dan ada pula status kontributor, koresponden, stringer dan penyedia jasa berita.

 

Mengacu pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, pekerja tetap pada industri pers diklasifikasikan masuk dalam status Perjanjian Kerja Waktu Tetap (PKWT). Sedangkan kontributor, koresponden, stringer dan penyedia jasa berita dianggap masuk ke dalam status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

 

AJI Bandung menegaskan, pekerja media dengan status PKWT maupun PKWTT berhak mendapat THR dari perusahaan tempatnya bekerja.

 

Ketua AJI Bandung, Ari Syahril Ramadhan, mengatakan pengusaha media wajib membayar THR sesuai peraturan yang berlaku tanpa melihat status.

 

“Besaran THR yang harus dibayarkan pengusaha media harus sesuai peraturan, minimal satu kali Upah Minimal Kota (UMK),” kata Ari Syahril Ramadhan.

 

Jika perhitungan honor jurnalis di suatu perusahaan media ditentukan berdasarkan berita, foto atau video yang tayang, maka besaran THR yang harus dibayarkan adalah setara dengan rata-rata honor perbulan atau minimal satu kali Upah Minimal Kota (UMK).

 

AJI Bandung berharap seluruh jurnalis dan pekerja media turut mengawasi proses pembayaran THR dari perusahaannya. Jika ada perusahaan yang tidak menunaikan kewajibannya,  AJI Bandung mengajak jurnalis maupun pekerja media agar melapor ke Bagian Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat.

 

Selain itu, AJI Bandung meminta pemerintah daerah maupun instansti terkait agar turut mengawasi pembayaran THR perusahaan media. Jika menemukan perusahaan yang abai, , AJI Bandung mendorong pemerintah daerah melalui dinas terkait untuk memberi sanksi tegas.

 

Di samping itu, AJI Bandung juga meminta pemerintah daerah maupun perusahaan di luar tempat bekerja jurnalis untuk tidak memberikan “THR” berupa uang atau barang kepada jurnalis yang melakukan kegiatan peliputan di lingkungan mereka.

 

“Kewajiban memberikan ada di pengusaha media tempat jurnalis bekerja, bukan dari penguasa seperti gubernur, walikota/bupati, pimpinan kepolisian daerah atau instansi/perusahaan di luar media,” tandas Ari.

 

Ia menambahkan, pemberian THR yang dilakukan instansi pemerintah maupun swasta kepada jurnalis akan mengganggu profesionalisme dan independensi jurnalis yang bekerja untuk kepentingan publik.

 

Terkait dengan THR perusahaan media, AJI Kota Bandung sudah menggelar survei THR tahunan sejak 2014, 2015, 2016, dan 2017. Dari hasil survei tersebut, masih ada perusahaan media tempat jurnalis bekerja yang tidak memberikan THR, kalaupun ada yang memberikan THR namun mekanismenya tidak sesuai ketentuan, termasuk besarannya yang masih di bawah UMK.

 

Pada 2017, AJI Bandung melakukan survei THR menjelang hari raya Idul Fitri 1438 Hijriah. Hasilnya tak jauh berbeda dengan survei di tahun-tahun sebelumnya, masih ada perusahaan yang mengabaikan kewajiban membayar THR kepada jurnalis. Padahal THR merupakan hak normatif pekerja media.

 

Waktu itu, AJI Bandung melakukan survei terhadap 33 jurnalis yang bekerja di wilayah Bandung Raya. Sebanyak 13 jurnalis bekerja di media cetak, sembilan bekerja di tv, sembilan di media online dan dua jurnalis lainnya berkerja di radio. Sebanyak 10 jurnalis berstatus sebagai pekerja tetap dan 23 lainnya berstatus kontrak dengan system penggajian berdasarkan berita yang ditayangkan.

 

Hasilnya, hanya 23 jurnalis yang mendapatkan THR. Itu pun tidak semuanya menerima THR berdasarkan Permenaker Nomor 6 tahun 2016. Masih ada yang besarannya di bawah ketentuan satu kali gaji. Istilah yang digunakan pun tidak mengacu pada regulasi. Ada yang menyebutnya bantuan hingga santunan.

 

Selain THR, kami menemukan ada 21 jurnalis yang mendapatkan upah di bawah Upah Minimum Kota (UMK). Perlindungan dan jaminan sosial terhadap jurnalis pun masih minim. Dari 33 jurnalis yang disurvei, ada 20 orang yang tidak menapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan dari perusahaannya.

 

Berkaca pada survei ini, AJI Bandung menyatakan sikap:

 

  1. Meminta seluruh pengusaha media untuk patuh pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya. Besaran THR yang harus dibayarkan adalah satu kali gaji (take home pay) atau akumulasi rata-rata honor berita yang besarannya tidak boleh di bawah Upah Minimum Kota (UMK).
  2. Meminta seluruh pengusaha media untuk tidak membeda-bedakan status Perjanjian Kerja Waktu Tetap (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Baik pekerja tetap atau yang berstatus kontrak, koresponden dan kontributor tetap berhak menerima THR.
  3. Meminta seluruh pemilik dan manajemen media untuk melindungi pekerjanya dengan jaminan sosial sesuai UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.
  4. Mendesak Bagian Pengawas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan media terkait hak normatif pekerja media dan memberikan sanksi tegas jika menemukan pelanggaran.
  5. Meminta para pimpinan lembaga dan instansi pemerintahan serta pihak swasta untuk tidak memberikan imbalan atau hadiah apa pun kepada jurnalis.
  6. Mengajak seluruh pekerja media untuk melaporkan pelanggaran hubungan industrial yang dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja dan tidak menerima uang atau barang dari narasumber atau pihak lain yang berpotensi mengganggu independensi.
  7. Mengajak seluruh pekerja media untuk berserikat guna meningkatkan kesejahteraan bersama.

 

Ketua AJI Bandung

Ari Syahril Ramadhan (087824412391)