Categories
Jam Istirahat

Bahaya Kesehatan Mengintai Buruh Elektronik di Asia

Foto: Park Min-sook bersama anaknya di rumah. Park bekerja selama tujuh tahun di sebuah pabrik semikonduktor Samsung, kemudian mandul dan keguguran, sebelum akhirnya didiagnosa mengidap kanker payudara.

Dua puluh lima tahun lalu, perusahaan-perusahaan teknologi Amerika Serikat dipaksa berhenti menggunakan bahan kimia penyebab keguguran dan cacat janin. Namun mereka membiarkan pemasok mereka di Asia tetap menggunakan bahan kimia beracun.

Membuktikan kaitan antara lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja bukanlah hal mudah. Penelitian epidemiologi (ilmu penyakit) jarang tiba pada kesimpulan lugas, lebih sering berujung pada banyak kemungkinan simpulan. Belum lagi jika kesimpulan penelitian ternyata didikte oleh uang (ingat, perdebatan antara industri tembakau versus peneliti kanker). Tantangan ini pula yang dihadapi pada oleh Harris Pastides, pengajar epidemiologi di Universitas Massachusetts, Amherst.

Dari James Stewart, seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja sebagai petugas kesehatan dan keselamatan kerja di Digital Equipment Corp (DEC), Pastides mendengar kabar banyaknya kasus keguguran di pabrik semikonduktor milik DEC di dekat Hudson, Massachusetts. Sebagian besar (68%) buruh bagian produksi di industri teknologi Amerika Serikat adalah perempuan-perempuan muda. Berbeda dengan orang awam, Stewart mengerti betul bahwa pembuatan cip komputer adalah industri yang menggunakan ratusan jenis bahan kimia beracun. Buruh-buruh perempuan di bagian produksi memang kelihatannya bekerja di ruangan yang steril (disebut clean room) dan berpakaian pelindung khusus.

Pelindung tersebut bukan untuk keselamatan buruhnya, tapi untuk menjaga mutu cip yang diproduksi. Sedangkan buruh-buruh perempuan terus-menerus terpapar bahan-bahan kimia yang meracuni sistem reproduksi, merusak gen, dan menyebabkan kanker. Ada yang bukan hanya terpapar, bahkan bersentuhan langsung dengan bahan kimia.

Untuk urusan keselamatan kerja, ancaman terhadap kesehatan reproduksi adalah masalah yang serius. Bayi dalam kandungan terancam cacat atau sakit-sakitan pada usia dini. Sementara, gangguan kesehatan reproduksi bisa jadi pintu masuk bagi segerombol penyakit seperti kanker, yang sering kali baru diketahui setelah seseorang terpapar bahan kimia berbahaya selama beberapa tahun.

Karena kasus keguguran yang banyak itu, DEC terpaksa bersedia mendanai sebuah studi lanjutan untuk menyelidiki masalah kesehatan reproduksi buruh di pabriknya. Sebagai pakar penyakit, Pastides ditugaskan untuk merancang dan menjalankan studi tersebut. Akhir 1986, seluruh data terkumpul. Hasilnya mengerikan: angka keguguran yang dialami buruh-buruh di pabrik tersebut jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dari keguguran perempuan dalam kondisi biasa.

November 2017, sebelum diumumkan ke masyarakat luas, laporan studi disebarkan ke buruh-buruh dan Asosiasi Pengusaha Semikonduktor (Semiconductor Industry Association, SIA). Pastides dan tim penelitinya dielu-elukan sebagai pahlawan. Namun ia dicemooh sebagian kalangan, terutama oleh pengusaha.

***

Sesudah hasil studi diumumkan, SIA—asosiasi yang menghimpun IBM, Intel, dan lusinan perusahaan teknologi terkemuka lainnya—membentuk satuan tugas khusus yang berisi para pakar. Mereka diterbangkan ke Connecticut khusus untuk menyatroni Pastides. Pertemuan dengan Pastides berlangsung di sebuah penginapan dekat Bandara Internasional Bradley, bertepatan dengan momen Super Bowl Sunday, Januari 1987. “Mereka seperti mengadili saya,” ungkap Pastides. “Suasananya penuh permusuhan. Saya ditekan.”

Kesimpulan dari pertemuan tersebut, menurut catatan internal SIA, studi ini “sangat kurang memuat informasi penting.” Namun, karena tekanan publik terlalu besar, SIA kemudian bersedia mendanai penelitian lebih lanjut. Studi lanjutan tersebut dirancang para ilmuwan University of California, kemudian menjadi penelitian kesehatan kerja yang terbesar dalam sejarah: mencakup 14 perusahaan anggota SIA, 42 pabrik, dan 50.000 buruh.

IBM ogah terlibat dan—sebagai gantinya—perusahaan ini mengupah Universitas Johns Hopkins untuk memeriksa lingkungan kerja di pabriknya. Petinggi IBM berdalih bahwa pabrik mereka lebih aman daripada pabrik elektronik lainnya, kenang Adolfo Correa, salah satu ilmuwan terkemuka Johns Hopkins.

Dalam epidemiologi, studi lanjutan biasanya memiliki cakupan lebih luas dan rumit. Karenanya, hasil-hasilnya sering saling bertolak belakang. Tetapi, pada Desember 1992, terjadi peristiwa langka. Ketiga studi, semuanya dibiayai oleh industri elektronik, menegaskan kesimpulan sebelumnya: di antara ribuan buruh perempuan di pabrik yang berpotensi terpapar bahan kimia, tingkat keguguran rata-rata naik dua kali lipat.

Kalangan industri cepat bereaksi terhadap hasil studi ini. Menurut SIA, penyebab banyaknya keguguran adalah suatu rumpun bahan kimia beracun, yang memang digunakan secara luas dalam produksi cip. SIA dan perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalamnya akan segera menarik bahan-bahan kimia berbahaya tersebut.

IBM bertindak lebih jauh. Bersumpah akan menghentikan penggunaan bahan kimia beracun dalam proses produksi cip di pabrik-pabriknya di seluruh dunia pada 1995.

Pastides yang dulu dicemooh terbukti benar. Baginya, dan bagi banyak orang, studi ini merupakan kemenangan terbesar dalam sejarah ilmu kesehatan masyarakat. Meskipun terus diragukan oleh kalangan pengusaha, tiga studi ilmiah ini berhasil mendorong banyak perbaikan, dan menyelamatkan banyak buruh perempuan dari generasi ke generasi.

Namun, dua dekade kemudian sejarah berbelok ke arah yang lain. Produksi semikonduktor berbondong-bondong pindah ke negara-negara berkembang. Janji menghilangkan penggunaan bahan kimia, yang dulu diucapkan di Amerika, diingkari di negara-negara berkembang.

Data rahasia yang diperoleh Bloomberg Businessweek menggambarkan bahwa ribuan perempuan serta janin dalam kandungan mereka masih terpapar racun bahan kimia yang sama, setidaknya sampai 2015. Besar kemungkinan, ribuan orang masih terpapar hingga hari ini. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa dampak kesehatan yang sama, seperti keguguran, masih bertahan selama beberapa dekade sesudahnya.

Risiko kesehatan ini diperburuk oleh informasi yang ditutup-tutupi. Perusahaan mungkin saja menggunakan zat beracun, yang namanya masih dirahasiakan. Dengan dalih rahasia perusahaan, yang dipertaruhkan adalah kesehatan sekian generasi buruh perempuan, para pembuat perangkat elektronik, yang bekerja di jantung ekonomi dunia.

***

Kim Myoung-hee adalah dokter yang mempelajari epidemiologi. Sejak menempuh pendidikan S3 di Harvard beberapa tahun yang lalu, Kim selalu berhasrat melakukan lebih banyak riset kesehatan masyarakat. Demi mewujudkannya, pada 2010 ia berhenti mengajar di sebuah sekolah kedokteran untuk menjalankan sebuah lembaga riset kecil di Seoul, Korea Selatan.

Di tempat kerja yang baru, ada fenomena yang menarik perhatiannya: kasus kanker bermunculan di industri mikroelektronika Korea Selatan. Kasus itu menimpa menimpa dua orang buruh Samsung Electronics. Selama bertahun-tahun, mereka berdua bekerja berdampingan di meja kerja yang sama dan terpapar bahan-bahan kimia yang sama. Keduanya sama-sama terserang leukemia ganas berjenis sama.

Tingkat kematian akibat leukemia di Korea Selatan sebenarnya cukup rendah, hanya 3 dari 100.000 orang. Nyatanya, pada kasus ini, sesudah perempuan yang pertama meninggal, yang kedua menyusul delapan bulan kemudian. Leukemia diketahui berkaitan erat dengan zat penyebab kanker. Pada saat bersamaan, para aktivis menemukan bahwa semakin banyak buruh—terutama perempuan—yang meninggal di pabrik-pabrik Samsung dan perusahaan mikroelektronika lainnya.  Para pejabat perusahaan malah sibuk menyangkal segala tuduhan.

Saat keriuhan berlangsung, Kim terus mengumpulkan dan membaca studi-studi sebelumnya dari seluruh dunia tentang kesehatan kerja di industri semikonduktor. Di Korea Selatan, semikonduktor merupakan industri yang penting, tapi kajian mengenainya sepi peminat. Kim kemudian menemukan ada 40 studi berbeda yang terbit tahun 2010, yang seluruhnya membahas tentang paparan bahan kimia berbahaya.

“Sekarang saya paham,” jelas Kim. “Semikonduktor itu ternyata bukan industri elektronik. Tapi industri kimia.”

Landasan perancangan mikrocip memang ilmu fisika. Namun proses produksinya adalah urusan ramu meramu bahan kimia. Sederhananya, bahan-bahan kimia dan cahaya dikombinasikan untuk mencetak sirkuit secara fotografis pada lempengan silikon. Gordon Moore, pendiri Intel dan tokoh penting dalam pembuatan cip modern tahun 1960, adalah seorang ahli kimia. Dulu, partner Moore untuk urusan mencetak cip adalah fisikawan Jay Last.

“Iya, kami dulu memang memakai banyak bahan kimia beracun dalam produksi,” papar Last, yang diwawancarai bersama Moore oleh Chemical Heritage Foundation untuk penyusunan sejarah lisan industri kimia. “Karena tidak paham bahwa itu mengandung racun, bahan-bahan kimianya kami buang langsung ke selokan.”

Moore ingat  kejadian beberapa tahun sesudahnya. Ketika para pekerja menggali dan membongkar pipa pembuangan bawah tanah, mereka menemukan bagian bawah pipa-pipa tersebut sepenuhnya habis, bolong dimakan buangan bahan kimia. “Barulah kami menyadari bahwa bahan-bahan kimia yang kami gunakan ini harus ditangani secara seksama.” Di kemudian hari, pemerintah Amerika membangun tempat pembuangan limbah bahan kimia di Santa Clara, jantung Lembah Silikon, secara lebih serius dibandingkan tempat lainnya.

Dari studi yang dilakukannya, Kim menyimak satu campuran bahan kimia yang penting dalam proses pencetakan sirkuit. Bahan itu bernama fotoresis. Campuran kimia ini peka terhadap cahaya, karenanya pola sirkuit dapat dicetak secara fotografis pada permukaan cip.

Dalam wawancaranya, Moore dan Last berkata bahwa tahun 1960-an, orang tidak tahu-menahu bahaya campuran bahan kimia tersebut. Padahal, beberapa studi tahun 1930-an sebenarnya sudah pernah ada yang mengungkap itu. Bahan-bahan beracun itu adalah ethylene glycol ether atau EGE. Bahan ini juga terkandung dalam stripper, cairan pembersih yang digunakan dalam proses pencetakan untuk menyeka cip.

***

Menurut Kim, sebenarnya Pastides pernah menyinggung bahan kimia yang sama ketika melakukan studi di DEC. Demikian pula ilmuwan Johns Hopkins yang terlibat menginvestigasi pabrik IBM. Studi di IBM menemukan, khususnya pada perempuan yang bekerja menggunakan EGE, tingkat kegugurannya tiga kali lipat. Studi lainnya mengatakan, EGE mudah menembus sarung tangan karet, layaknya air menembus jaring-jaring. Rembesan EGE melalui permukaan kulit adalah bentuk paparan paling berbahaya, karena tingkat paparannya mencapai 500-800 kali lipat dari kadar aman.

Dengan bukti yang demikian jelas dan melimpah, tahun 1993, Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja AS mengeluarkan aturan ketat yang membatasi tingkat paparan EGE. EGE hanya boleh digunakan pada tingkat yang sangat rendah. Demikian rendahnya, hingga mustahil dipenuhi, sehingga industri dipaksa untuk menyudahi penggunaan EGE.

Semakin banyak menggali, Kim menemukan semakin banyak studi sebelumnya yang mengaitkan produksi mikroelektronika dan kasus-kasus seperti kecacatan janin pada anak-anak buruh laki-laki, kanker pada anak-anak buruh perempuan, kemandulan, dan siklus menstruasi yang berkepanjangan.

Berdasarkan studi-studi tahun 1990-an, menurut Kim, industri semikonduktor di seluruh dunia sudah berhenti menggunakan EGE sejak pertengahan 1990-an karena maraknya masalah kesehatan reproduksi. Hal ini tampak masuk akal. IBM dan perusahaan-perusahaan lain pun menyatakannya. Lebih jauh lagi, standar internasional telah menempatkan EGE sebagai racun reproduktif Kategori 1. Negara-negara di Eropa menggolongkan EGE ke dalam daftar bahan kimia paling beracun yang diketahui ilmu pengetahuan. EGE ditandai sebagai “zat yang paling diawasi.”

Namun, ada sesuatu yang masih mengganjal di pikiran Kim. Dalam sebuah pertemuan, beberapa perempuan muda buruh pabrik cip yang ditemuinya bercerita. Tak sedikit di antara mereka yang berbulan-bulan, bahkan hingga setahun lamanya, tidak mengalami menstruasi—beberapa dari mereka melihat perubahan tubuhnya tersebut sebagai berkah, bukan tanda bahaya. Malah dianggap bagus, berhenti menstruasi membuat hidup jadi lebih mudah. Untuk diingat, bagian produksi industri mikroelektronika di Korea Selatan didominasi oleh buruh perempuan. Jumlahnya mencapai 120.000 orang. Umumnya, mereka direkrut langsung oleh pabrik sesudah lulus SMA. Artinya, mayoritas adalah perempuan muda usia subur.

Berdasarkan fakta tersebut, Kim dan seorang rekan kerjanya berencana memulai studi baru. Sayangnya, di tengah jalan mereka menghadapi hambatan—yang tidak dialami Pastides dan para peneliti AS lainnya—yakni industri tidak mau bekerja sama.

Namun, pada 2013 mereka berhasil membujuk seorang anggota parlemen Korea Selatan untuk mendapatkan data asuransi kesehatan nasional. Dari sini mereka menemukan data penggantian biaya berobat sepanjang lima tahun (2008-2012, -red.) dari sejumlah perempuan usia subur, yang semuanya adalah buruh pabrik Samsung, SK Hynix, dan LG—tiga perusahaan mikroelektronika terbesar di Korea Selatan. Sebagian besar adalah buruh di Samsung dan SK Hynix. Kedua perusahaan tersebut merupakan produsen cip terbesar di seluruh dunia. Tercatat, sekitar 38.000 perempuan berobat setiap tahunnya. Dari angka tersebut, Kim melacak perempuan mana saja yang berobat ke dokter karena keguguran.

Kim lalu kaget sendiri dengan temuannya. Mungkin sama kagetnya dengan Pastides tiga puluh tahun lalu. Lonjakan angka keguguran sangat menyolok. Pada perempuan usia 30-an, tingkat kegugurannya hampir menyamai apa yang terjadi di pabrik-pabrik AS puluhan tahun yang lalu. Bisa dikatakan bahwa angka ini lebih rendah dari kenyataannya. Sebab banyak juga perempuan yang sudah keguguran tidak memeriksakan diri ke dokter. Selain itu, sulit memisahkan data pekerja perempuan bagian produksi dengan yang bekerja di kantor.

“Hasilnya sangat di luar dugaan,” ujar Kim.

Dalam laporan studi yang mereka terbitkan, Kim dan rekannya mengulang peringatan dari banyak studi sebelumnya, bahwa industri seharusnya tidak lagi menggunakan EGE. Namun sukar memastikan pabrik-pabrik itu untuk patuh, tulis Kim di kesimpulan laporannya. Kim dan rekannya mendaftar sejumlah bahan kimia yang biasa digunakan di pabrik, yang meracuni sistem reproduksi dan mencemari lingkungan. Salah satunya adalah radiasi ion. Di akhir laporannya, Kim mencantumkan peringatan: “Mengingat bahwa data yang kami himpun berasal dari tiga perusahaan terbesar di Korea, masuk akal untuk menduga bahwa buruh di perusahaan yang lebih kecil di Korea, atau bekerja di negara berkembang, akan menghadapi risiko paparan yang lebih parah lagi.”

***

Akibat desakan masyarakat, pada tahun 1990-an perusahaan pemasok bahan kimia di AS menyatakan bahwa mereka sudah mengubah campuran kimia saat fotoresis dan produk lainnya. Hal itu berlaku bagi produsen pemasok dari Asia. Namun, data uji yang diperoleh Bloomberg Businessweek menunjukkan bahwa perubahan yang disebutkan tidak berlangsung secepat dan setuntas yang seharusnya.

Tahun 2009, ilmuwan Korea Selatan menguji 10 sampel yang secara acak diambil dari jerigen-jerigen fotoresis di sebuah pabrik Samsung dan SK Hynix. Karena saat itu yang paling dikhawatirkan orang adalah leukemia, uji sampel dilakukan hanya untuk mengetahui keberadaan bahan beracun penyebab leukemia. Salah satu zat yang umum diketahui menyebabkan leukemia adalah benzene, bahan yang sudah membunuh buruh-buruh Samsung. Bahan lainnya yang terkait dengan leukemia, dan tak kalah beracunnya, adalah methoxyethanol atau 2-ME.

Hasil uji menunjukkan, 6 dari 10 sampel fotoresis mengandung 2-ME. Dua sampel dengan kandungan tertinggi berasal dari pabrik SK Hynix dan Samsung. Nama perusahaan yang memproduksi dan menjual bahan kimia tersebut tidak tercatat. Namun dari nomor produknya, yang dilacak melalui data paten, dua fotoresis dengan konsentrasi 2-ME tertinggi tersebut ternyata bersumber dari pabrik yang sama: Shin-Etsu Chemical Co. di Tokyo.

Dalam laporan keuangan tahunannya, Shin-Etsu menyebut dirinya sebagai “produsen fotoresis terkemuka di dunia, menguasai sekitar sepertiga pangsa pasar.” Artinya, 2-ME tersebar sangat luas dan memapari pabrik-pabrik semikonduktor di seluruh Asia.

Pemain penting lain adalah Topco Scientific Co., distributor eksklusif produk kimia Shin-Etsu. Topco berkedudukan di Taiwan, melayani pembeli dari Taiwan dan Cina. Merujuk pada arsip keuangannya, penjualan fotoresis adalah sumber pemasukan terbesar perusahaan tersebut. Seorang eksekutif Topco, yang membawahi penjualan fotoresis, membenarkan isi arsip tersebut. Sudah bertahun-tahun perusahaan mereka memasok dua jenis produk spesifik untuk perusahaan-perusahaan semikonduktor di Taiwan dan Cina, dengan konsentrasi 2-ME paling pekat.

Juru bicara Shin Etsu, Tetsuya Koishikawa, awalnya menolak menjelaskan komponen kimia dari produk-produknya, maupun membicarakan masalah kesehatan reproduksi di pabrik-pabrik pelanggannya. Melalui surat elektronik, Koishikawa mengatakan bahwa Shin-Etsu tidak pernah menggunakan 2-ME dalam campuran fotoresisnya.

***

Pada 2015, menindaklanjuti temuan sebelumnya, ilmuwan Korea Selatan kembali melakukan serangkaian pengujian dengan  mengambil sampel acak dari tujuh pabrik semikonduktor. Kali ini, sampel dari Samsung dan SK Hynix menunjukkan tidak adanya penggunaan 2-ME. Tapi, sampel yang diambil dari perusahaan yang lebih kecil menunjukkan adanya penggunaan zat 2-ME. (Bloomberg Businessweek memperoleh data pengujian ini, tetapi tidak dibolehkan menyebutkan nama perusahaannya).

SK Hynix menolak berkomentar. Sementara Samsung mengatakan bahwa pada 2011 proses produksi mereka sudah sepenuhnya tanpa EGE. Ben Suh, juru bicara Samsung, mengatakan bahwa transisi dari penggunaan EGE telah dimulai lebih awal. Menurutnya, pemasok-pemasok Samsung sudah mengubah campuran kimia sejak pertengahan 1990-an. Saat Samsung mencermati tes 2009 yang hasilnya menunjukkan keberadaan 2-ME di pabriknya, Suh tidak dapat memastikan kebenarannya berdasarkan catatan internal pabrik.

Perusahaan juga mengatakan, “Samsung Electronics mempunyai kebijakan tempat kerja yang ketat terkait hak kehamilan dan persalinan, serta menyediakan program perawatan khusus bagi ibu hamil. Perempuan hamil tidak diizinkan menangani bahan kimia, kerja sif malam, atau kerja lembur.”

***

Pada tahun 2015, 2-ME diketahui masih tetap dipakai di pabrik pembuat cip yang lebih kecil. Beberapa tahun terakhir, pembuat semikonduktor terkemuka telah mengotomatiskan proses-proses produksi penting dalam pembuatan cip untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Langkah ini mengurangi—meskipun tidak menghilangkan—penanganan fisik bahan kimia di pabrik dan dapat mengurangi kemungkinan paparan. Namun, di perusahaan dengan pabrik-pabrik yang lebih tua dan tidak terotomasi, risiko masih cukup tinggi. Ribuan perempuan pabrik di seluruh Asia kemungkinan masih terpapar EGE.

Risiko kerja yang mengancam kesehatan buruh di luar Amerika sebenarnya sudah lama disuarakan oleh para peneliti Johns Hopkins yang dulu bekerja di IBM. Para peneliti ini menyadari bahwa EGE harganya lebih murah, lebih efektif, dan pasokannya banyak. Sementara, bahan pengganti EGE yang lebih aman, harganya jauh lebih mahal. Laporan mereka juga menguraikan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan buruh akan melonjak. Secara khusus, laporan ini bermaksud mengingatkan potensi risiko kerja yang terjadi di negara-negara di luar AS.

Menurut pakar epidemiologi Correa, eksekutif IBM sudah menerima salinan laporan yang memuat peringatan tersebut pada tahun 1995. Waktu itu, perusahaan mencanangkan komitmen untuk menghentikan penggunaan EGE di pabrik-pabriknya. Tapi pada tahun yang sama pula, IBM membuat kesepakatan jangka panjang dengan Samsung dan SK Hynix. Kedua perusahaan akan memasok cip memori bagi perusahaan Amerika tersebut.

Saat kesepakatan ditandatangani, IBM tutup mulut. Namun eksekutif Samsung dan SK Hynix mengungkapkannya dalam sebuah terbitan berbahasa Korea. Kontrak dengan IBM bernilai $165 miliar. Dan, IBM bukan satu-satunya perusahaan besar Amerika yang bekerja sama dengan kedua pembuat cip asal Korea Selatan tersebut.

“Karena ada pasal kerahasiaan kontrak, maka besaran persis dari kesepakatan dan nama-nama perusahaan tidak dapat kami ungkapkan,” ujar Kim Young-hwan, yang saat itu bertanggung jawab atas penjualan SK Hynix ke Amerika, kepada surat kabar Kyunghyang Shinmun, Maret, 1996. Namun, ia mengatakan perusahaannya akan “menjadi pemasok semikonduktor terbesar IBM, dengan menyumbang 20 persen permintaan produksi IBM selama lima tahun ke depan.” Seperti pada SK Hynix, kerja sama dengan Samsung juga berlangsung untuk lima tahun.

Sesudah memastikan pasokan cip memori dari Korea Selatan, IBM memangkas produksi di salah satu pabrik tempat Correa dan rekan-rekannya menemukan lonjakan angka keguguran. Anggota Asosiasi Industri Semikonduktor yang juga mendapatkan pasokan dari perusahaan Korea Selatan adalah Motorola, Texas Instruments, dan HP. Intel, pemegang merek memori prosesor, memakai cip memori pasokan Samsung untuk cipset Pentium — prosesor paling laku di dunia tahun 1996.

Selama perusahaan elektronik asal Korea Selatan terus menggunakan produk yang mengandung EGE, industri elektronik sebenarnya hanya memindahkan lokasi paparan bahan kimia berbahaya. Tadinya meracuni buruh di Amerika, sekarang memapari buruh perempuan di luar Amerika, terutama di Asia.

Apakah dalam kontrak kerja sama tersebut (yang dibuat sesudah maraknya kasus keguguran di Amerika), IBM atau perusahaan Amerika lainnya mengharuskan pemasok melindungi kesehatan dan keselamatan buruh-buruh perempuan Korea yang memproduksi cip? Suh, juru bicara Samsung, menolak menjawab pertanyaan ini, demi “kerahasiaan klien”. IBM menolak berkomentar terhadap tulisan ini.

Selama dua dekade, juara dunia produksi cip memori adalah Samsung dan SK Hynix. Pada 2015, keduanya sama-sama menguasai lebih dari 74 persen pasar. Produknya tertanam di iPhone, ponsel Android, laptop, mobil, televisi, dan konsol gim—atau produk elektronik apapun yang menggunakan cip memori. Bukan melebih-lebihkan, semua konsumen di dunia menggunakan produk yang di dalamnya tertanam cip memori buatan Samsung atau SK Hynix.

***

Sementara dampak kesehatan sudah berhasil dienyahkan dan dibiarkan menetap di luar negeri, diam-diam gugatan hukum terkait kasus cacat lahir terus mengalir balik ke Amerika. Kasusnya memang banyak yang macet. Sesudah gugatan pertama yang dilayangkan pada 1997 terhadap IBM, lebih dari dua lusin perusahaan teknologi dan kimia digugat; terangkum dalam 66 gugatan hukum secara nasional, berdasarkan catatan pengadilan yang dihimpun oleh Bloomberg Businessweek. Beberapa gugatan bersangkut-paut dengan kanker, tapi disertai kasus 136 anak yang lahir cacat atau berpenyakit, dan diduga terkait dengan paparan racun yang menerpa tubuh ibunya yang bekerja di pabrik elektronik.

Jika banyak kasus yang macet, biang onarnya  adalah seorang pengacara class-action asal New York, Steven Phillips. Karena ulahnya, tak satu pun dari kasus cacat kelahiran sampai ke pengadilan. Banyak kasus, termasuk gugatan terhadap IBM, yang dibereskan sembunyi-sembunyi. Itu terungkap dari catatan pengadilan dan menurut ucapan pengacara yang pernah bekerja dengannya. Berdasarkan catatan pengadilan Delaware, satu kasus cacat lahir ditutup pada Juli 2015. Tergugatnya adalah ON Semiconductor Corp, berpangkalan di Arizona. Penyelesaian kasus dilakukan secara tertutup. ON Semiconductor menolak bertanggung jawab. Diminta menanggapi tulisan ini, Steven Phillips tidak menjawab.

Di situs web-nya, firma hukum Steven Phillips di Manhattan dengan bangga mengatakan bahwa mereka berhasil “secara tertutup menyelesaikan sembilan gugatan terhadap produsen Fortune 500 dan pemasok bahan kimia atas nama belasan orang dewasa yang menderita kanker, dan anak-anak yang lahir [dengan] cacat lahir, akibat paparan bahan kimia beracun di tempat kerja.” Nama perusahaan semikonduktornya, tidak disebutkan.

Pakar epidemiologi Kim mengatakan bahwa penyelesaian kasus secara tertutup menyebabkan sedikitnya pembahasan tentang risiko kerja dalam proses pembuatan cip. “Laporan kasusnya tidak dipublikasikan di makalah-makalah akademis,” katanya. “Hanya ada ganti rugi diam-diam antara perusahaan dan korban.”

Sampai sekarang pun, pabrik pembuat cip itu sendiri kadang-kadang bahkan tidak tahu bahan beracun apa gerangan yang digunakan dalam proses produksi dan mencemari tubuh buruh. Situasi ini ditemukan pada SK Hynix pada 2015. Mereka merekrut satu tim ilmuwan universitas untuk menilai risiko racun di dua pabriknya.

Beberapa hasil pemeriksaannya diumumkan kepada publik dalam bahasa Korea, tapi banyak temuan yang dirahasiakan. Ringkasan dari laporan penelitian tersebut, yang ditinjau oleh Bloomberg Businessweek, menunjukkan bahwa kedua pabrik masing-masing menggunakan 430 produk kimia berbeda. Di antaranya adalah 130 bahan kimia kategori berbahaya, atau yang diistilahkan CMR (carcinogen, mutagen, reproductive toxin). Buruh yang terpapar bahan berbahaya ini seharusnya menjalani pemeriksaan kesehatan khusus. Selain benzene dan EGE, bahan berbahaya lainnya adalah arsenik, asam fluorida, dan trikloretilen.

***

Sementara itu, pembuat dan penyalur bahan kimia hanya tahu memasok pabrik pembuat cip, tanpa mengungkapkan formula kimia dari produk-produknya. Dalam penelitian di SK Hynix di atas, dari 157 campuran bahan kimia khusus yang diidentifikasi, ada lebih dari dua zat kimia—dari total 363 zat—yang tidak disebutkan dengan dalih “rahasia dagang”. Bahkan Manajer Kesehatan dan Keselamatan di suatu pabrik cip pun tidak tahu kandungan yang terdapat dalam fotoresis. Karenanya, sulit memantau bahan beracun apa yang ditangani oleh buruh dalam proses produksi, dan bagaimana tingkat risikonya. Padahal, seiring kemajuan teknologi pembuatan cip, kandungan bahan kimia terus berkembang.

***

Jika fotoresis jelas-jelas mengandung racun perusak kesehatan reproduksi dan penyebab kanker, pabrik semikonduktor seharusnya melakukan pemeriksaan kesehatan, untuk melindungi buruh dari paparan bahan beracun. Para peneliti di atas menekankan pentingnya perusahaan membangun sistem pengawasan kimia secara menyeluruh dari atas ke bawah —menurut SK Hynix sistem tersebut telah mereka terapkan. Korea Selatan sendiri pada 2015 melakukan perubahan pada undang-undang rahasia dagangnya. Undang-undang itu, meski belum sepenuhnya dilaksanakan, akan memaksa dikeluarkannya lebih banyak informasi.

Menurut laporan Frost & Sullivan (Februari 2016), perusahaan riset pasar dari Mountain View, California, perdagangan bahan kimia ke pembuat cip adalah bisnis bernilai $20 miliar per tahun. EGE murni diproduksi oleh setidaknya 24 perusahaan dari 10 negara, menurut direktori produsen kimia yang diterbitkan oleh SRI Consulting (2010-2011). Perusahaan Amerika yang memproduksinya antara lain adalah Dow Chemical Co., berpabrik di Texas; dan Monument Chemical, yang membuatnya di Kentucky. Produsen internasional lainnya adalah BASF di Jerman, Clariant yang berbasis di Swiss; dan Sinopec Tianjin, anak perusahaan dari China Petroleum & Chemical Corp, BUMN raksasa dari China.

Laporan itu baru menyebut beberapa yang terkenal saja. Di situs niaga Alibaba, ada lima perusahaan China yang khusus menjual EGE untuk industri elektronik. Salah satunya memasang iklan ”Etoksietanol Kelas 2 dengan harga bagus.” Iklan lainnya menyatakan: “Kualitas Tinggi … barang China termurah, Obral Besar Pengiriman Cepat!!!”

***

Dalam satu dekade terakhir, gerakan di Korea Selatan yang mempersoalkan paparan racun dan dampaknya terhadap kesehatan buruh semikonduktor perlahan-lahan berhasil membangun tekanan politik, sosial, dan budaya. Sepanjang waktu itu pula Samsung melawan, sering secara terbuka dan menyakitkan, dengan menyerang balik keluarga-keluarga buruh yang meninggal atau sakit.

Untuk menghadapi tuntutan ganti rugi, Samsung menyewa pengacara-pengacara terkenal. Tindakan yang ajaib. Karena, kalaupun buruh memenangkan ganti rugi, uangnya bersumber dari asuransi pemerintah, bukan dari dompet perusahaan. Diketahui pula, perusahaan diam-diam menawarkan atau membayar uang kepada keluarga korban, asalkan perkara dicabut dan korban diam.

Pada 2014 gelombang perlawanan berbalik seiring meningkatnya tekanan internasional serta peluncuran Another Promise di Amerika, film tentang perjuangan panjang menuntut tanggung jawab perusahaan di Amerika. Pasca meningkatnya tekanan itu, pemerintah tidak dapat lagi mengabaikan gugatan kompensasi, dan dalam beberapa kasus pengadilan pun memihak pada buruh. Samsung akhirnya menyerah, secara terbuka menyampaikan permintaan maaf atas perlakuan mereka terhadap keluarga korban.

Meskipun terus menyangkal adanya hubungan sebab akibat antara penggunaan bahan beracun dan penyakit akibat kerja, sejak 2016 Samsung dan SK Hynix membayarkan kompensasi untuk buruh, mantan buruh, atau keluarga mereka yang sakit dan meninggal. Menurut Suh, juru bicaranya, Samsung juga membentuk komite khusus (terdiri dari orang di luar Samsung) untuk menyusun perbaikan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Suh mengatakan, hanya dalam beberapa tahun sikap perusahaan telah berubah.  “Kami mengupayakan untuk membantu mantan buruh semikonduktor dan keluarganya yang telah ditimpa penderitaan dan kesedihan.”

Meski begitu, baik Samsung dan SK Hynix tidak sungguh-sungguh konsisten dalam membayarkan klaim atas dampak kesehatan reproduksi—risiko kesehatan yang paling banyak ditemukan dalam industri elektronik. Kompensasi gangguan kesuburan atau keguguran ternyata hanya diberikan untuk perempuan yang masih aktif bekerja di perusahaan. (Buruh yang masih bekerja dan mantan buruh, dianggap berhak mendapatkan kompensasi, bila anak-anak mereka lahir cacat atau pada masa kanak-kanaknya menderita kanker dan penyakit serupa.) Menurut SK Hynix, pada 2016, keguguran merupakan kasus terbanyak (sekitar 40 persen) dari semua kasus yang gugatannya diterima.

***

Di sebuah apartemen pencakar langit di Selatan Seoul, saya menjumpai Kim Mi-yeon (38 tahun). Mulai bekerja di Samsung sejak 1997, seminggu setelah lulus sekolah menengah. Ia anak petani. Naik bus empat jam ke lokasi pabrik pembuat cip global Samsung di Suwon, merupakan pengalaman pertamanya meninggalkan rumah. Ketika naik bis berkeliling bersama sejumlah perempuan muda lainnya, termasuk ke asrama tempat tinggal mereka, ia terkejut melihat besarnya operasi pabrik. “Lebih mirip seperti kota daripada kawasan pabrik,” katanya.

Kim Mi-yeon bekerja di departemen pengemasan dan pengujian. Artinya, pekerjaannya tidak berhubungan langsung dengan fotoresis dan strippers. Meski demikian, ia terus menerus terhubung dengan buruh perempuan lain yang bekerja di ruangan steril. Setelah bekerja beberapa tahun, pola menstruasinya berubah dari normal.

Pada Desember 2007, ia menikah dengan seorang kontraktor yang ditemuinya di Samsung. Pasangan itu berusaha untuk punya anak. Pada Agustus 2008, dokter menemukan kesuburan Kim bermasalah. Berbagai upaya dilakukan tapi gagal, termasuk upaya vitro fertilization. Maret 2012, dokter menemukan ada gumpalan tumbuh dalam rahimnya, sehingga ia dioperasi dan menempuh serangkaian pengobatan. Kim Mi-yeon bersikukuh mempertahankan rahimnya dengan harapan mempunyai anak. Ia lalu memutuskan untuk berhenti kerja dari Samsung pada bulan berikutnya, setelah bekerja selama 15 tahun, dan menuntut kompensasi.

Di bulan yang sama, pemerintah Korea Selatan resmi menyatakan kasus Kim Mi-yeon sebagai kasus gangguan kesehatan reproduksi pertama akibat kerja dari buruh semikonduktor. Proses hukum berlangsung lima tahun. “Sekarang saya senang,” katanya sambil menggendong anaknya yang berusia 10 bulan—yang dikandung melalui inseminasi buatan.

Menurut Kim, peneliti kesehatan publik, mustahil untuk memperkirakan jumlah perempuan yang terpapar oleh zat EGE dan yang kesehatan reproduksinya terdampak di Korea Selatan dan di berbagai negara lainnya. Hal ini disebabkan tingginya tingkat keluar-masuk (turnover) buruh pabrik elektronik. Jumlah 120.000 buruh perempuan Korea Selatan di industri ini belum menghitung buruh kontrak dan buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan sub-kontraktor. Peneliti SK Hynix menemukan banyaknya buruh bagian produksi yang mengerjakan banyak tugas sekaligus. Sehingga memperumit investigasi terkait paparan zat beracun tertentu terhadap pekerja.

Buruh perempuan adalah bagian penting dari industri elektronik di Taiwan, Singapura, dan Malaysia—di mana mayoritas buruh perempuannya merupakan migran. Risiko kesehatan bukan hanya datang dari bahan EGE, yang menyebabkan gangguan kesehatan reproduksi. Hal ini terutama disebabkan betapa banyaknya bahan-bahan kimia beracun dan informasi-informasi penting yang ditutupi seputar bahan beracun tersebut.

Setelah investigasi yang dilakukan di DEC 30 tahun lalu, karier akademik Pastides berkembang pesat. Namun, ingatan akan peristiwa “Super Bowl” dan tekanan berat yang dilancarkan perusahaan elektronik besar membuatnya waswas selama bertahun-tahun. “Tak pernah membayangkan mengalami kejadian itu,” katanya. “Sejujurnya, saya mengalami masa-masa yang sulit untuk menghadapi situasi tersebut.”

Karya penelitian Pastides di DEC sampai sekarang tetap dianggap cemerlang, sementara perhatiannya sudah beralih ke soal lain. Dia tampak terguncang sesudah saya menjelaskan, bahwa perubahan yang terjadi di industri elektronik tidaklah sebanyak dan semendalam yang ia kira.

“Wah, itu kabar buruk,” ucapnya. Sesaat kemudian ia berkata, “kalau perempuan di seluruh belahan dunia saat ini masih terpapar oleh bahan-bahan berbahaya yang—menurut para ahli, termasuk pemimpin perusahaan—seharusnya sudah disingkirkan, bagi saya itu kenyataan yang menyedihkan. Kekalahan besar bagi kesehatan masyarakat.”

Sumber:

Artikel di atas terbit pertama kali di Bloomberg Businessweek. 15 Juni 2017, dengan judul “American Chipmakers Had a Toxic Problem. Then They Outsourced It”. Diterjemahkan dan diterbitkan di Trimurti.id untuk kepentingan pendidikan.

 

Reporter: Cam Simpson, Ben Elgin, Wenxin Fan, Heesu Lee, dan Kanoko Matsuyama

Penerjemah: Astika Andriani dan Rizal Assalam

Editor: Dachlan Bekti