Yth. Soerastri Karma Trimurti alias SK Trimurti
Pertama-tama, dalam surat ini, izinkan kami memanggilmu dengan Zus Tri, sebagaimana rekan-rekan sezamanmu menyapamu. Kedua, izinkan kami menyampaikan sedikit gambaran situasi perburuhan di Indonesia yang semakin kelabu.
Delapan tahun sudah Zus Tri meninggalkan kami. Jasa Zus Tri saat menjabat menteri perburuhan pertama di Republik Indonesia tidak mungkin kami lupakan. Zus gigih dan vokal memperjuangkan martabat dan hak-hak buruh, khususnya buruh perempuan, dengan mempromosikan cuti haid juga cuti hamil dan melahirkan.
Kendati masih terpampang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003, pada praktiknya hak-hak itu sering dilanggar dan pemerintah membiarkannya. Modusnya macam-macam. Untuk cuti haid saja disyaratkan adanya surat dokter. Ada juga perusahaan yang diam-diam menghapus hak-hak tersebut dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Tak ada peran dan pembelaan dari serikat karena banyak dari mereka telah dikebiri, dimutilasi, dan dikooptasi pabrik.
Pada banyak situasi, buruh-buruh perempuan tidak bisa menikmati hak-hak yang dulu Zus dan kawan-kawan perjuangkan. Kelas buruh, baik perempuan dan laki-laki, kini bekerja di bawah rezim target produksi. Jam kerja mereka melebihi waktu kerja normal yang dibutuhkan. Tak ada waktu untuk cuti haid, tak ada waktu untuk istirahat dan rekreasi, tak ada waktu untuk belajar dan berorganisasi. Mereka terpaksa ambil lembur agar hidupnya tidak terlalu melarat. Semua itu harus dilakukan agar tetap bisa menyambung hidup.
Zus, dengan berat hati harus kami sampaikan bahwa republik yang lahir dari semangat antikolonialisme dan antiimperialisme ini kini telah berganti haluan. Republik ini semakin getol menunaikan amal ibadah neoliberal yang dititahkan agen-agen imperialis abad ke-21. Salah satu perkaranya adalah fleksibilisasi hubungan kerja—yang segendang sepenarian dengan kemudahan investasi modal asing menancapkan bendera di berbagai penjuru Tanah Air. Pemerintah lebih memfasilitasi kehendak para konglomerat untuk gampang memecat buruh dan merekrut buruh tanpa kepastian hubungan kerja. Masa kerja kontrak diperpanjang. Kerja alih daya (outsourcing) diperluas. Subsidi dan jaminan sosial untuk buruh dipangkas hingga nyaris tak bersisa.
Perkara tersebut menambah ruwet lingkaran setan masalah perburuhan di Indonesia yang tak pernah secara serius pemerintah perbaiki. Upah yang tidak layak, tunjangan hari raya (THR) yang dicicil, pemberangusan serikat serta kriminalisasi terhadap para aktivisnya, masih marak terjadi di mana-mana.
Zus, mengikuti teladanmu, kami semua terus bekerja melawan perampasan hak. Kami mendoakanmu.
Bandung, 20 Mei 2021
Redaksi Trimurti.id
*) Soerastri Karma Trimurti, lahir di Solo (1912) dan meninggal dunia di Jakarta (2008). Pejuang kemerdekaan, menteri perburuhan Indonesia yang pertama (1947-1948).