Categories
Orasi

Kasus Kekerasan pada PRT (Pekerja Rumah Tangga) Bukan Bercanda, DPR sebagai Lembaga Legislatif Kerja Apa?

(Trigger warning: artikel ini berpotensi memicu perasaan tidak nyaman saat dibaca terutama terkait kekerasan terhadap perempuan)

Trimurti.id, Bandung – Di suatu malam saat jemari sedang asyik menggulirkan layar gawai, secara tak disadari FYP (Follow Your Page) TikTok saya terus-menerus menampilkan video tingkah lucu Rayyanza Malik Ahmad yang akrab dipanggil Cipung (anak dari selebritas Raffi Ahmad) dan kebersamaannya dengan Suster Rini, pekerja rumah tangga (PRT) yang bertugas mengasuhnya. Bahkan saking seringnya video pendek yang berkaitan dengan Cipung muncul, saya jadi mengetahui perjalanan Suster Rini hingga dapat bekerja di rumah milik ‘Sultan Andara’.

Pada sebuah cuplikan video, Suster Rini bercerita bahwa ia tak pernah menduga dapat bekerja menjadi PRT di kediaman salah satu artis besar Indonesia tersebut. Sebab, yayasan penyalur PRT-lah yang mengatur di tempat mana ia akan bekerja. Baginya yang terpenting adalah bekerja dan mendapatkan upah agar kebutuhan hidup keluarga dapat tercukupi.

Waktu menunjukan pukul 00.00 WIB. Namun, kantuk tak kunjung datang, lalu tiba-tiba saja FYP TikTok menayangkan video kasus kekerasan pada dua orang PRT di Bandar Lampung yang terjadi pada Februari 2023 silam.

Seperti yang dilaporkan pelbagai media, perempuan berinisial DL (23) dan DR (15) berhasil kabur dengan cara menaiki tandon air lalu melompati dinding rumah majikannya di Kecamatan Kalibalok, Bandar Lampung. Kemudian mereka melaporkan kejahatan yang dilakukan sang majikan ke Polresta Bandar Lampung. DL dan DR mengaku kerap dipukul hingga ditelanjangi lalu kejadian tersebut direkam, bahkan mereka juga mendapat ancaman pembunuhan.

DL menuturkan, dirinya pernah dianiaya saat tak mengenakan satu helai pakaian pun karena ada kotoran di lantai yang luput ia bersihkan. Sang majikan dengan keji menyeret tubuh DL yang hanya berbalut busa sabun dari dalam kamar mandi, lalu menjambaknya tanpa ampun.

Tak hanya DL (23) dan DR (15), ketiga PRT lain yang bekerja di rumah tersebut pun mengalami perlakuan yang kurang lebih serupa, namun tak berani kabur karena takut akan ancaman sang majikan. Selain mendapat penyiksaan, DL mengaku dirinya tidak mendapat upah selama empat bulan bekerja di sana.

Sosok majikan yang melakukan penyiksaan terhadap DL (23), DR (15) dan ketiga PRT tersebut merupakan seorang perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai aparatur sipil negara bersama dengan satu orang anaknya. Kini, mereka telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Bandar Lampung.

***

Seolah tak mau berkompromi dengan waktu, rasa penasaran saya kian berkecamuk mengalahkan rasa kantuk yang perlahan menyergap. Sementara itu, jemari masih sibuk menggulirkan layar gawai dan FYP saya terus memunculkan cuplikan video tentang kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Kali ini, sebuah cuplikan video menayangkan kisah Rohimah yang babak belur disiksa dua majikannya. Rohimah mengalami penyiksaan oleh Yulio Kristian (29) dan Loura Francilia (28) di kediaman mereka di Perumahan Bukit Permata, Blok G1, RT 04/RW 22, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Kedua majikan tersebut memukul Rohimah menggunakan alat-alat dapur (panci, ember, teflon, box penyimpanan bayi, centong nasi, sapu hingga peniti) karena persoalan sepele, seperti lupa mematikan saklar air dan tidak menyetrika baju dengan rapi. Rohimah dianggap tidak becus dalam bekerja. Perlakukan keji terhadap PRT asal Garut tersebut makin parah saat ia disekap oleh majikan selama dua hingga tiga bulan.

Menurut penuturan warga sekitar, mereka kerap mendengar Rohimah menangis di malam hari. Bahkan tak jarang, mereka melihat Rohimah berada di luar rumah saat cuaca sedang hujan. Rentetan peristiwa itu menguatkan kecurigaan warga bahwa Rohimah memang benar disiksa oleh majikannya.

Pada Sabtu, 29 Oktober 2022, Rohimah diselamatkan warga sekitar dengan dibawa keluar dari rumah majikan durjana tersebut. Akibat dari tindakan tak manusiawi itu, kedua majikan Rohimah mendekap di balik jeruji besi dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

***

Cuplikan video berikutnya menampilkan seorang perempuan yang sedang menangis di ruang persidangan. Ia adalah Siti Khotimah, PRT asal Pemalang, Jawa Tengah, yang bekerja di rumah sepasang suami istri Metty Kapantow (70) dan So Kasander di apartemen Simprug, Jakarta Selatan sejak Mei hingga Desember 2022.

Siti mendapatkan pekerjaan itu dari salah satu jasa penyalur PRT pada Mei 2022 dengan tawaran upah Rp2.000.000,00/bulan. Ia pun mengiyakan tawaran tersebut. Awalnya, semua berjalan dengan baik, hingga pada September 2022, Siti diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi saat ia difitnah mencuri makanan dan pakaian majikannya.

Apa yang dilakukan majikan kepada Siti sungguhlah di luar akal sehat. Siti disiksa dengan cara dipaksa memakan kotoran anjing, disiram air panas, dipukuli, diborgol di kandang anjing, dirantai, direndam air panas yang mendidih hingga mengalami kekerasan seksual. Lebih mengejutkannya lagi, kedua majikannya melakukan perbuatan keji itu bersama anaknya, Jane Sander, dan turut melibatkan kelima PRT lainnya, yakni Evi (35), Sutriyah (25), Saodah (49), Inda Yanti (38), Febriana Amelia (20), dan Pariyah (31).

Pada 5 Desember 2022, siksaan itu berakhir dan Siti berhasil keluar dari apartemen majikannya lalu pulang ke rumah keluarganya. Saat Siti pulang, sang ayah, Suparno, sangat terpukul melihat anaknya pulang dengan kondisi luka lebam di tubuh dan luka di kaki yang telah membusuk.

Kembali ke sesi persidangan, Siti yang masih menangis lalu meminta persidangan dihentikan. Ia tak kuasa menatap wajah para pelaku duduk di hadapannya dan kuasa hukum para pelaku sibuk membela kliennya.

Kosakata dan Kuasa di Balik Cerita

Tidak ada komentar apapun untuk seluruh cerita tersebut. Bahkan merangkum kisahnya saja sudah membikin darah saya mendidih dan sesak nafas.

Seluruh cerita mereka mendeskripsikan bahwa tempat kerja merupakan tempat yang rentan dengan kekerasan. Sehingga kosakata yang muncul dari setiap kisah tak jauh dari tindakan kekerasan. Mulai dari kata memukul, menyekap, menyiksa, menelanjangi, hingga memborgol.

Menyoal kosakata tentang kekerasan, barangkali, para majikan dan pengurus publik tak paham akan makna dari setiap kosakata tersebut. Pada kesempatan inilah, kita patut mendidik mereka secara harfiah agar mampu menggunakan akal sehat maupun empatinya pada sesama makhluk hidup.

Pertama, memukul. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memukul yang berasal dari kata pukul, yakni mengenakan suatu benda yang keras atau berat dengan kekuatan (untuk mengetuk, memalu, meninju, menokok, menempa, dan sebagainya). (Apakah PRT merupakan benda keras atau berat? Sehingga memukul merupakan keharusan untuk mendapatkan pengakuan secara sosial. Tentu saja, jawabannya bukan.)

Kedua, menyekap. Menurut Kamu Besar Indonesia (KBBI) menyekap yang berasal dari kata sekap adalah menaruh di tempat yang tertutup/ mengurung (menutup, memingit) dalam kamar dan sebagainya/ menahan (dalam penjara); memenjarakan. (Ingat! Para PRT adalah manusia, bukan bahan sembako yang dapat ditaruh pada tempat tertutup dalam waktu yang lama atau tahanan yang dapat dipenjarakan kapan saja.)

Ketiga, menyiksa. Menurut Menurut Kamu Besar Indonesia (KBBI) menyiksa yang berasal dari kata siksa adalah menghukum dengan menyengsarakan (menyakiti, menganiaya, dan sebagainya); berbuat dengan menyengsarakan (menyakiti, menganiaya, dan sebagainya); berbuat bengis kepada yang lain dengan menyakiti (menganiaya dan sebagainya). (Cobalah berpikir keras, dan anggap saja ini latihan berempati: bagaimana jika anda menjadi korban penyiksaan? Apa dampak yang kemudian Anda rasakan kelak?) 

Keempat, menelanjangi. Menurut Menurut Kamu Besar Indonesia (KBBI) menelanjangi yang berasal dari kata telanjang adalah membuka (sekalian pakaian, penutup) hingga telanjang; merampas (pakaian, barang) hingga habis sama sekali; membuka kedok orang hingga rahasianya (kejahatan dan sebagainya) ketahuan; mengkritik habis-habisan. (Camkan! Perbuatan menelanjangi seseorang  = merendahkan harga diri dan merampas harkat-martabat seseorang)

Kelima, memborgol. Menurut Menurut Kamu Besar Indonesia (KBBI) memborgol yang berasal dari kata borgol adalah membelenggu (tangan) dengan borgol. (Ketika Anda Memborgol seseorang, Anda sudah merebut kemerdekaan dan kebebasan seseorang.)

***

Saya tak habis pikir. Manusia macam apa yang tega memaksa manusia lain memakan kotoran dan mengurungnya di dalam sebuah kandang anjing. Bahkan menyekapnya di rumah bagai penculik yang meminta tebusan besar sebagai imbalan sebuah kebebasan.

Apakah perbuatan keji tersebut dilakukan dalam keadaan sadar dan sehat walafiat? Tentu saya tak punya jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dari sekian kisah dan kosakata yang bermunculan dalam kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga, majikan selalu menggunakan kekuasaannya untuk melakukan kekerasan.  Kekerasan dianggap sebagai cara yang paling ampuh untuk mendisiplinkan buruh dan membuatnya patuh.

Terlebih para PRT yang bekerja di ranah domestik. Tentu sangat rentan diperlakukan tidak manusiawi dan dilecehkan. Karena bekerja di ranah domestik yang berada “di dalam” rumah, tindakan kekerasan majikan akan sulit terungkap.

Data JALA PRT, 2023, menuturkan bahwa dari 2641 kasus, 79% PRT tidak bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup hingga mulai meningkatkan intensitas kekerasan dan berujung pada situasi korban yang fatal.

Di tengah daruratnya kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga, pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) adalah hal yang mendesak. Namun, DPR dan pemerintah justru loyo dalam urusan ini. Mereka tak sadar bahwa kekerasan itu penyakit sosial yang dapat menular. Terutama dapat dengan mudah menjangkiti seseorang atau lembaga yang memiliki kekuasaan.

Kita sadar betul bahwa perangkat hukum Indonesia sangat bobrok dan korup. Ikhtiar mendesak pengesahan UU PPRT bukan semata diakui di mata hukum. Namun, lebih dari itu, UU PPRT diharapkan dapat mencegah kasus kekerasan agar tidak terulang kembali dan mendudukan secara setara posisi politik antara para PRT dengan majikan.

Jika UU PPRT tak kunjung disahkan, kita harus menerima kenyataan pahit bahwa kekerasan terhadap PRT merupakan hal wajar. Kemudian, cerita korban-korban kekerasan akan semakin banyak berseliweran di luar sana.

Omong – omong, mengapa dalam setiap kasus kekerasan pada pekerja rumah tangga, penyintasnya selalu berasal dari kelas sosial rendah? Pertanyaan yang cukup rumit untuk dijawab.

Malam itu, layar gawai milik saya menunjukan waktu pukul 04.00 WIB. Azan subuh mulai berkumandang, dan sayup-sayup suara kokok ayam telah terdengar. Saya memutuskan untuk segera tidur. Syukurlah saya terjaga pada hari libur nasional. Saat saya terbangun dari tidur, Algoritma FYP TikTok kembali menayangkan cuplikan video Cipung bersama Suster Rini.

Penulis: Baskara Hendarto

Editor: Nana Miranda