Trimurti.id, Bandung—Gelombang pemecatan mulai menghantam buruh-buruh di industri penerbangan. Pada Jumat 26 Juni 2020 lalu, Lion Group mengumumkan pengurangan buruh di sejumlah anak perusahaannya. Akibatnya, sekitar 2600 buruh terancam kehilangan pekerjaan. Sebagian mereka adalah buruh kontrak yang kontrak kerjanya dihentikan, dan selebihnya adalah buruh tetap yang dipecat secara sepihak. Sementara, pemecatan terhadap buruh tetap, terutama menimpa mereka yang berumur lebih dari 55 tahun dan buruh dengan masa kerja kurang dari dua tahun.
Anehnya, pada kejadian pemecatan ini, buruh-buruh tidak akan mendapatkan sepeserpun uang pesangon dan hak-hak lainnya dari Lion Group, perusahaan yang dikendalikan oleh Rusdi Kirana dan Kusnan Kirana, dua bersaudara yang selama beberapa tahun terus menerus dimasukkan oleh majalah Forbes ke dalam daftar orang-orang terkaya di Indonesia.
Lebih buruk lagi, ternyata para buruh kontrak di Lion Group umumnya tidak memiliki salinan kontrak kerja. Keterangan ini keluar dari mulut Indro (yang menolak nama aslinya dituliskan), salah seorang buruh yang bekerja di salah satu anak perusahaan Lion Group di Batam , yakni Batam Aero Teknik. Masa kerja Indro belum masih kurang dari dua tahun. Sesudah namanya tercantum dalam daftar mereka yang kontraknya tidak diperpanjang, Indro dan sejumlah kawan-kawannya segera meminta salinan kontrak kerja mereka. Namun perusahaan menolak untuk memberikannya.
“Kami ini pekerja kontrak dan menuntut apa yang menjadi hak kami yang tertuang dalam salinan kontrak yaitu sisa kontrak dikali gaji,” jelas Indro kepada Trimurti.id, pada Jumat 3 Juli 2020, melalui layanan pesan singkat.
Indro juga menceritakan bahwa kabar pemecatan ini disampaikan di aula hanggar milik perusahaan di Batam, oleh pihak management Lion Group, yang diwakili oleh Dedeng Ahmadi, General Manager HR&GA.
Sesudah pengumuman tersebut, para buruh diminta segera menyerahkan kartu pengenal (ID Card), dengan alasan mereka bukan lagi bagian dari Lion Group. Namun, Indro dan kawan-kawan menolak menyerahkan ID Card, hingga hak-hak mereka dipenuhi. “ID card adalah pegangan kami sampai hal yang dijanjikan terpenuhi,” tegas Indro.
Dalam pemecatan sepihak ini, perusahaan berjuluk “Singa Merah” ini menjanjikan dua hal: verklaring (surat keterangan pernah bekerja di perusahaan) dan tiket pesawat untuk perjalanan pulang ke kota asal masing-masing buruh. Dua hal itu dijanjikan akan diserahkan pada Senin, 6 Juli 2020.
“Yang baru akan dipenuhi yaitu verkrlaring dan itupun harus di tukar dengan ID card. Dan rencana pengambilannya Senin,” tutur Indro.
Berbeda dengan Indro dan kawan-kawannya, umumnya para buruh yang sudah berusia di atas 55 tahun tak bisa menolak ketika ID card mereka dicopot oleh pihak security Lion Group pada Jumat 26 Juni 2020. Alih-alih memberikan pesangon dan memenuhi hak-hak lainnya sesuai ketentuan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, perusahaan hanya melangsungkan seremoni belaka.
Lion Group Melanggar Hak-hak Dasar Perburuhan
Sebagaimana diberitakan oleh Tribunnews.com pada Kamis 2 Juli 2020 (Lion Air PHK 2.600 Karyawan Termasuk Pilot Asing dari Total Kurang Lebih 29.000 Karyawannya), Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro mengatakan, keputusan ini dilakukan dengan tujuan utama untuk mempertahankan kelangsungan bisnis perusahaan di tengah pandemi.
Menanggapi kejadian ini, pengacara Hirson Kharisma mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Lion Group ini sudah melanggar UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
“Perusahaan hanya dapat memPHK setelah ada penetapan dari lembaga PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Jika tidak ada, PHKnya batal demi hukum,” jelas Hirson saat dihubungi Trimurti.id pada Sabtu 6 Juli 2020.
Lebih lanjut Hirson menegaskan, buruh kontrak seharusnya berhak mendapatkan salinan kontrak kerjanya. Pasal 54 UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 ayat 3 menyatakan, perjanjian kerja dibuat sekurang-kurangnya dua rangkap. Baik pengusaha dan buruh memegang perjanjian kerja. “Jadi gak ada alasan pengusaha menahan salinan kontrak kerja” tegas Hirson.
Kehilangan pekerjaan tidak saja menimpa buruh Lion Group di Batam. Kejadian yang sama menimpa pula sekitar 900-an sejawat mereka di Cengkareng, Tangerang. Salah satunya adalah Rizky (bukan nama sebenarnya). Menurut Rizky, kabar pemecatan itu tidak disampaikan secara resmi, melainkan hanya melalui pesan broadcast yang diterimanya pada Minggu, 28 Juni 2020.
“Management mengeluarkan schedule kerja untuk Juli, dan karyawan yang tidak termasuk dalam schedule tidak dipekerjakan lagi. Setelah itu pada tanggal 29-30 kami diarahkan ke terminal 1A untuk pengambilan surat pemberitahuan pengakhiran perjanjian kerja dengan syarat mengumpulkan passport bandara dan ID Card karyawan,” jelas Rizky.
Rizky menuturkan bahwa perusahaan menjanjikan pencairan BPJS, sisa THR yang belum dilunasi, sisa kontrak dan pesangon kepada 900an buruh tersebut. Rizky dan kawan-kawannya kemudian menempuh perundingan bipartit dengan pihak perusahaan. Perundingan bipartit tersebut berlangsung pada Selasa, 30 Juni 2020, di terminal 1A, Bandara Soekarno-Hatta dan Jumat, 3 Juli 2020, di Komplek Bandara Mas Blok F27, Cengkareng.
Namun ternyata, pada perundingan bipartit tersebut Lion Group tetap menyatakan bahwa mereka tidak mampu menjamin akan memenuhi hak-hak para buruhnya, dengan dalih adanya pandemi.
“Kami tidak terima mengenai hasil (perundingan) tersebut,” tegas Rizky. Karena perundingan bipartit tidak membuahkan hasil, Rizky dan kawan-kawanya telah mendaftarkan keluhan mereka ke Dinas Tenaga Kerja setempat, dan meminta pihak Dinas untuk memediasi perundingan dengan pihak perusahaan. Melalui jalur itu buruh-buruh Lion Group ini mendesakkan tuntutan agar perusahaan membayarkan pesangon, sisa THR, sisa cuti yang belum diambil; serta mempekerjakan mereka sebagai buruh PKWTT, dan agar perusahaan segera membayar iuran BPJS yang sudah tiga bulan ditunggak.
Reporter: Abdul Harahap