Categories
Kabar Perlawanan

KSPB: Tangkap, Adili, Penjarakan, dan Cabut Izin Pengusaha Korea yang Melanggar Hukum

Trimurti.id, Bandung – Rentetan panjang kemalangan yang menimpa buruh-buruh di Indonesia, mulai dari pemecatan massal, trend relokasi pabrik yang berdampak pada pemecatan buruh-buruh juga kaburnya para pengusaha tanpa tindakan tegas pemerintah, ketidak-jelasan yang diterima buruh PT. Freeport, hingga pengusiran dan intimidasi buruh AMT Pertamina. Kekacauan itu dilakukan sebagian besar oleh para Pengusaha dari Korea.

Sebuah Press Release yang dikeluarkan oleh KSPB (Komite Solidaritas Perjuangan Buruh) sekaligus aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan, Kedutan Besar Korea Selatan, dan Kantor Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan, menyatakan sebagai berikut:

———-
“Hidup buruh!

Dalam setahun terakhir, setidaknya 8 pabrik dengan investor dari Korea Selatan tutup. Banyak buruh yang menjadi korban PHK besar-besaran sebagai akibat dari penutupan ini. Mereka dikenai PHK tanpa diberikan pesangon, dan semua hak-hak yang melekat pada mereka selama bekerja di pabrik dianggap tidak ada sama sekali. Padahal selama bekerja, buruh dipaksa untuk lembur terus menerus demi mengerjakan barang dengan target yang tinggi hanya untuk memperbanyak keuntungan pengusaha.

Perusahaan-perusahaan Korea yang yang ada di Indonesia kebanyakan memproduksi berbagai produk seperti pakaian jadi, alas kaki, komponen elektronik, dan juga printing dalam rantai pasok untuk merek-merek ternama seperti Nike, Adidas, GAP, JC Penney, H&M, Samsung, dan seterusnya. Selama beroperasi, mereka menikmati betul kemudahan yang disediakan dari pemerintah selama bertahun-tahun: pemotongan pajak dan kebijakan upah murah. Meski sudah diberikan kemudahan-kemudahan, investor Korea tetap saja melanggar hukum. Bahkan sebetulnya hukum dikangkangi begitu saja.

Selain target yang tinggi, lembur paksa, dan jam molor, perusahaan-perusahaan Korea itu juga mempekerjakan buruh outsourcing dan kontrak. Kekerasan berbasis gender juga merupakan hal yang ditemukan sehari-hari di dalam perusahan-perusahaan Korea ini. Bentuk kekerasan mulai dari kekerasan verbal seperti bentakan dan hinaan, atau yang bernada seksual seperti suitan dan ajakan kencan; sampai kekerasan fisik seperti dilempar dengan barang yang belum jadi (bisa pakaian bisa sepatu), didorong; atau yang bernada seksual seperti diremas bagian tubuh buruh perempuan atau dipeluk ataupun diintip. Ancaman bagi buruh perempuan yang menolak adalah diputus kontrak atau tidak dikontrak lagi.

PHK besar-besaran ini terjadi karena perusahaan melakukan relokasi ke tempat lain atau kabur ke luar negeri. Banyak alasan dibuat untuk membenarkan langkah mereka ini.  Beberapa kasus bisa kita sebut untuk memahami bagaimana kelakukan melanggar hukum yang dilakukan oleh investor asal Korea Selatan. Dalam sebulan ini, perusahaan PT Selaras Kausa Busana (SKB) yang berlokasi di Bekasi, menyatakan tutup pada Oktober 2018, setelah sebelumnya selama lima tahun berturut membayar upah buruh di bawah ketentuan upah minimum. Nasib ribuan buruh PT SKB tidak menentu.

Kemudian PT Dada Indonesia. Perusahaan investasi Korea yang terletak di Purwakarta tutup diam-diam tanpa melakukan pemberitahuan. Manajemen mengatakan perusahaan ini mengalami sepi order. Sementara investigasi teman-teman buruh menemukan bahwa pemilik perusahaan PT Dada telah membuka pabrik baru dengan nama PT Laspo, yang berlokasi di Jawa Tengah. Kini, lebih dari 1300 buruh PT Dada sudah tidak lagi bekerja. Mereka masih berjuang menuntut hak-hak mereka dipenuhi.

Belum lama ini ada PT Sentosa Utama Garmindo. Perusahaan investasi Korea yang berlokasi di Sukabumi ini berhutang upah kepada buruh selama 3 bulan berturut-turut. Upah buruh ditunggak oleh perusahaan. Dan tidak lama kemudian terjadi polemik bisnis, perusahaan berhutang kepada berbagai pihak dan pabriknya disegel. Sementara ditepi polemik bisnis ini, hak-hak buruh tidak dihitung sama sekali. Sekitar kurang lebih 700 buruh PT SGU kini di ambang pengangguran.

Untuk melihat sistematisnya pelanggaran hukum dari investor Korea, kita tidak perlu pergi jauh-jauh. Cukup datang ke Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung. Salah satu kawasan berbasis ekspor garmen tertua di Indonesia ini telah bertahun-tahun menyimpan cerita brutal bagaimana pengusaha Korea kabur, melakukan relokasi, rebutan aset antara bank dan pemerintah, sementara hak-hak buruh tidak pernah digubris. Ini berlangsung berulang-ulang setiap tahun. PT Myung Sung, PT Doko Busana, PT BTS Indonesia, merupakan perusahaan-perusahaan Korea yang mempekerjakan ribuan buruh yang kini sudah tutup. Buruh dikenai PHK, pengusahanya kabur, beberapa melakukan relokasi, meninggalkan para buruh tanpa membayar pesangon.

Di bagian lain Indonesia, Freeport merumahkan lalu mem-PHK 8300 orang buruhnya pada tahun 2017 dengan alasan efisiensi. PHK terjadi setelah mereka mengadakan aksi mogok pada Mei 2018 untuk memprotes buruknya kondisi kerja, jam kerja yang panjang. Pasca PHK, BPJS memblokir kepesertaan mereka sehingga tidak dapat mengakses layanan kesehatan. Akibatnya 35 orang meninggal karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Pada Agustus 2018, 70 orang buruh Freeport dari Timika tiba di Jakarta. Sampai kini, masih ada 40 orang buruh Freeport bertahan di Jakarta untuk berjuang.

Sementara itu, 400 orang Awak Mobil Tanki (AMT) Pertamina diPHK sejak tahun 2017. Mereka diPHK dengan alasan tidak lulus tes untuk menjadi buruh tetap, padahal rata-rata mereka sudah bekerja lebih dari 7 tahun. Sebelumnya, pada tahun 2012, buruh buruh dialihkan dari PT Pertamina Patra Niaga kepada perusahaan outsourcing PT GUN. Sampai hari ini, AMT Pertamina masih menuntut Pertamina untuk membayarakan upah lembur yang tidak dibayarkan dan dipekerjakan kembali.

Kebrutalan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengusaha Korea ini tidak pernah dihukum oleh pemerintah. Justru investor/pengusaha Korea terus difasilitasi mencari keuntungan di Indonesia. Mereka yang sudah kabur dan menelantarkan buruh, dapat dengan gampang datang ke Indonesia untuk membuka pabrik lagi, kapan saja jika mereka mau.

Untuk itu kami dari Komite Solidaritas Perjuangan Buruh hari ini melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan, Kedutan Besar Korea Selatan, dan Kantor Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan untuk menuntut:

  1. Pemerintah Indonesia dan Korea harus segera menindak tegas pengusaha-pengusaha Korea yang kabur dan tidak membayar pesangon.
  2. Pemerintah Indonesia harus mengawasi dengan ketat setiap perusahaan, BUMN ataupun bukan, di Indonesia yang berpotensi melanggar hukum ketenagakerjaan.
  3. Adili, penjarakan dan cabut izin perusahaan yang tidak taat hukum ketenagakerjaan di Indonesia

Demikian pernyataan pers ini dibuat.

Hidup buruh!

Jakarta, 20 Maret  2019

Narahubung: Kokom Komalawati (08128870192)”

————