Categories
Kabar Perlawanan

Hari Perempuan Sedunia 2023: Bangkit Melawan Penindasan!

Trimurti.id, Bandung – Rabu, 8 Maret 2023 kemarin Aliansi Simpul Puan dan masyarakat sipil lainnya melakukan aksi memperingati Hari Perempuan Sedunia. Pada aksi kali ini,  Aliansi Simpul Puan mengusung tema “Think, Agitate, Organize! Our Work Matters!” sebagai pengingat bahwa sistem kapitalisme dan patriarki yang menjadi biang keladi penindasan kelas pekerja perempuan.

Terpantau sejak pukul 10.20 WIB, mereka melakukan long march dari monumen perjuangan menuju depan gedung sate, kota Bandung, provinsi Jawa Barat. Setelah menepi, massa aksi lantas melakukan serangkaian protes untuk menyuarakan keresahan mereka terkait isu yang menyakut harkat hidup kelas pekerja perempuan dan diskriminasi gender.

Dalam siaran persnya Aliansi Simpul Puan menyampaikan bahwa perempuan dianggap sebagai manusia kelas dua yang lebih rendah dari laki-laki. Padahal, kerja domestik seperti memasak, dan mencuci adalah bagian penting dari proses tercukupinya kebutuhan buruh laki-laki, dan anak-anaknya di rumah, hingga mereka siap untuk bekerja atau belajar di ruang publik.

Menurut Aliansi Simpul Puan, ragam penindasan tersebut tercermin dalam beberapa hal. Salah satunya adalah sulitnya mencari pekerjaan yang mengakibatkan banyak perempuan memilih menjadi buruh di luar negeri dengan kondisi kerja rentan mengalami kekerasan, minim perlindungan dan terjerat perdagangan manusia.

Sulitnya mencari pekerjaan juga diungkapkan oleh Depa Ramdani, seorang transpuan yang aktif bersama Srikandi Pasundan sejak tahun 2018. “Selama  ini dalam (red: dunia kerja) cuma menerima gender laki-laki dan perempuan saja,”ujar Depa kepada jurnalis Trimurti.id.

Sementara itu, pekerjaan yang tersedia untuk para transpuan sebagai make up artist atau ditempatkan pada bagian salon. Depa pun berharap untuk seterusnya tidak ada lagi diskriminasi gender dalam urusan mencari pekerjaan. Karena menurutnya transpuan juga bisa bekerja di sektor-sektor industri atau perusahaan lainnya.

Depa menambahkan, sampai saat ini para transpuan masih mendapatkan diskriminasi di lingkungan tempat tinggal mereka. Tetapi mereka tidak berdiam diri, Depa dan kawan-kawan transpuan lainnya mencoba melawan diskriminasi yang mereka alami. Salah satu contohnya adalah turut terlibat dalam kegiatan gotong royong di lingkungan mereka dengan cara membuka salon gratis untuk masyarakat umm.

Di sisi lain, Meti Rahmayanti dan para buruh perempuan lainnya masih harus berjibaku dengan berbagai penindasan yang mereka alami di dalam pabrik. Sejak 2020, Meti Rahmayanti dan kawan-kawan buruh lainnya masih dirumahkan CV Sandang Sari tanpa kepastian kerja. Pabrik tekstil tersebut diketahui mencicil THR, memotong upah buruhnya, dan memecat buruh yang menuntut haknya dipenuhi dengan dalih krisis pandemi, padahal perusahaan tetap menerima order.

Meti menambahkan, kondisi kelas pekerja perempuan kian terancam dengan munculnya beragam regulasi pemerintah yang anti buruh. Ia juga menyerukan persatuan kepada seluruh kelas pekerja perempuan untuk berjuang bersama.

“Dengan disahkannya Perppu Cipta Kerja, buruh perempuan akan terus ditindas, maka persatuan perempuan kelas pekerja adalah suatu cara untuk melawan.” ucap Meti salah seorang buruh perempuan dari SEBUMI.

 

Reporter: Ibrahim Al-Katiri

Editor: Anita Lesmana