Trimurti.id, Jakarta – Berbagai elemen buruh, pemuda, dan mahasiswa, yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak), menggelar konferensi pers terkait wacana revisi UU Ketenagakerjaan (UUK) No.13 tahun 2003, Selasa, 13 Agustus 2019. Pada intinya, dalam konferensi pers yang dihelat di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu, Gebrak bersikap menolak revisi UUK, karena dianggap akan membuat posisi kaum buruh lebih lemah di hadapan pemodal (Apindo-Kadin) yang sudah disokong regulasi buatan pemerintah melalui Kemenaker.
Sejak beberapa bulan belakangan, mencuat pembicaraan mengenai perlunya merevisi UUK. Berbagai istilah dikenakan pada UUK, seperti dianggap sebagai undang-undang yang “compang-camping”, seperti “kanebo kering”, atau alasan “kekosongan hukum”, sebagaimana dilontarkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri. Belum lagi propaganda yang mengatakan bahwa UUK yang sudah ada membuat investasi enggan masuk dan karenanya mengancam pertumbuhan ekonomi, menjadi wacana andalan bagi pengusaha dan pemerintah untuk mengelabui publik bahwa UUK harus segera direvisi. Sebagian besar serikat buruh menilai sikap pemerintah yang mendukung upaya revisi UUK versi pengusaha tersebut semakin menunjukkan watak asli rezim Jokowi-JK, berpihak pada kaum pemodal.
Dalam sejarahnya, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang melegalkan sistem kerja kontrak dan outsourcing, sempat ditolak oleh sebagian besar serikat buruh. Walau rezim pemerintah terus berganti, kebijakan ekonomi yang menghamba pada pengusaha dan investasi tidak berubah. Berjilid-jilid paket ekonomi yang diluncurkan oleh pemerintah jelas menunjukkan keberpihakan mereka kepada kaum pemodal, bukan kepada rakyat Indonesia, terutama kelas buruh.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos melihat bahwa revisi UUK sarat kepentingan politik untuk membuat pasar tenaga kerja jadi lebih fleksibel. Dari berbagai informasi yang berkembang, usulan revisi UUK yang diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di antaranya terkait perluasan sistem kontrak, outsourcing, dan pemagangan. Selain itu pengusaha akan lebih mudah memperpanjang jam kerja untuk mendulang laba serta profit lebih besar.
Labih lanjut Nining menambahkan, revisi UUK juga merepresi hak politik buruh. Hak untuk berserikat dan melakukan mogok massal, misalnya. “Ini arogansi dari pemerintah, tidak melihat kaum buruh yang memberikan kontribusi pada negara,” ujar Nining saat diwawancara reporter Trimuti.id, 13 Agustus 2019.
Lebih lanjut, Nining berpendapat bahwa revisi UUK tak lain hanya akan mempermudah investasi yang pada akhirnya merugikan kaum buruh. Karenanya, ia bersama KASBI dan elemen pemuda dan buruh lainnya menolak revisi UUK versi pengusaha dan pemerintah.
Reporter: Baskara Putra
Editor: Dachlan Bekti