Trimurti.id, Buol – Rabu 30 Oktober 2024, ratusan petani yang tergabung dalam Forum Petani Plasma Buol (FPPB) menggeruduk gedung DPRD Kabupaten Buol menuntut pertanggungjawaban lembaga yang pada periode sebelumnya membentuk dua kali Panitia Khusus berjanji akan menyelesaikan masalah kemitraan pembangunan perkebunan sawit antara petani dan PT. Hardaya Inti Plantations (PT HIP) yang merugikan petani.
Sejak pukul 10:00 WITA, massa mulai melakukan pawai sambil meneriakan tuntutan dari taman kota menuju kantor DPRD Kabupaten Buol. Massa membawa berbagai poster tuntutan diantaranya “kembalikan SHM dan Tanah kami yang diambil oleh PT HIP”, “pemerintah harus bertanggung jawab atas gagalnya program kemitraan plasma-inti” dan “kami petani bukan teroris, stop kriminalisasi!”
Namun, pihak DPRD Kabupaten Buol justru urung menunjukan batang hidungnya. Tak ada satupun yang tahu tentang keberadaan para pengurus publik tersebut. Padahal, kedatangan petani hanya untuk meminta agar pihak DPRD segera mengambil langkah tegas untuk memastikan dipenuhinya hak-hak para petani pemilik lahan yang dikuasai oleh PT. HIP selama membangun kemitraan pembangunan perkebunan sawit belasan tahun.
Perlu untuk diketahui, pada periode DPRD sebelumnya, dalam kurun waktu sembilan (9) bulan masa kerja, tim PANSUS memang sudah dibentuk sebanyak dua kali. Namun, kehadiran PANSUS sama sekali tidak membereskan permasalahan yang dialami petani plasma sawit, bahkan PANSUS tersebut gagal melahirkan rekomendasi-rekomendasi. Kini, menyambut Anggota DPRD periode 2024-2029, para petani menuntut kembali para pengurus publik untuk membereskan konflik kemitraan di perkebunan sawit.
Permasalahan kemitraan antara petani peserta program kemitraan dengan PT HIP telah berlangsung selama kurang lebih 16 dan 11 tahun. Selama bermitra Petani tidak pernah mendapat transparansi atas pengelolaan kebun. Mereka juga tidak mendapatkan bagi hasil kebun secara adil oleh PT HIP. Bahkan, petani dibebani hutang ratusan miliar rupiah oleh perusahaan bahkan setelah utang kredit mereka berjumlah puluhan miliar telah lunas.
Seperti diberitakan sebelumnya, para petani Koperasi Amanah, salah satu dari tujuh koperasi tani yang bermitra dengan PT HIP, bertemu dengan pengurus koperasi dan kepala Desa. Dalam pertemuan itu, para petani menuntut transparansi terkait laporan hasil kebun atau sumber dana Sisa Hasil Usaha (SHU), namun pengurus tidak memberikan keterangan rincian laporan yang diinginkan oleh petani.
Selain itu, pengurus koperasi tani Amanah sama sekali tidak pernah mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) selama periode tersebut. Sementara laporan dan penjualan Buah Tandan Segar tidak pernah dipublikasikan. Sekonyong-konyong, pengurus koperasi membagikan uang tanpa memberikan transparansi kepada para petani. Jelas petani menolak hal tersebut dengan tegas karena tidak menyelesaikan pangkal persoalan.
***
Pada Juli 2024, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran terhadap pasal 35 ayat 1 Undang undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM, bahwa telah melakukan penguasaan oleh usaha besar yakni PT HIP terhadap usaha kecil/menengah koperasi Amanah. Akibat penguasaan yang dilakukan dengan cara menjerat petani ke dalam skema kemitraan inti-plasma, seharusnya pemilik PT HIP mendapat hukuman seberat-beratnya, untuk kemudian menghentikan aksi tidak terpujinya tersebut.
Karena, patut diingat, usai skema kemitraan inti-plasma menjangkiti Buol. Tak sedikit dari petani yang terpaksa kehilangan lahannya, bahkan kini harus menjadi buruh harian lepas hingga buruh tempel -yang tidak diakui statusnya-di PT HIP untuk dapat bertahan hidup. Mereka bekerja dalam Kondisi yang buruk: Upah tidak layak, tanpa diberikan perlengkapan K3 dan tidak memiliki status kerja yang jelas.
Pun ketika memperjuangkan hak-haknya, para petani dihadang pihak kepolisian yang justru terkesan berada di pihak perusahaan, dan, cenderung melindungi pihak perusahaan. Beberapa waktu silam, misalnya, saat melakukan aksi di lahan, petani mengalami intimidasi hingga kriminalisasi atas laporan perusahaan. Cara terkotor yang dilakukan perusahaan lainnya adalah mengadu domba petani dengan buruh PT HIP agar terjadi kisruh di lokasi kebun kemitraan sawit. Dua pihak yang sebetulnya sama-sama dirampok oleh perusahaan, namun petani seolah dianggap sebagai “pengacau” di tanahnya sendiri.
“Kami juga tidak mendapatkan hak yang sama dihadapan hukum, pihak kepolisian seperti mengabaikan laporan-laporan yang dilakukan oleh para petani, ada paling tidak 8 laporan petani yang sudah keluar STPL.” tulis Fatrisia Ain dalam siaran pers yang diterbitkan pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Di saat bersamaan, janji Pj. Bupati Buol, M. Muchlis untuk menyelesaikan konflik kemitraan sawit menguap begitu saja. Belakangan diketahui, Pj Bupati Buol justru condong mendukung pihak PT HIP, dan malah membuat keadaan memburuk dengan memfasilitasi pengalihan pengelolaan kebun kemitraan bersama koperasi tani kepada perusahaan baru, PT Usaha Kelola Maju Investasi (PT UKMI).
Pemilihan Bupati Buol pada bulan November 2024 mendatang, serta anggota DPRD Buol terpilih akan merumuskan peraturan, dan melakukan giat-giat seperti umumnya pengurus publik. Tetapi, nun jauh di perkebunan Sawit, yang jauh dari kursi kekuasaan, akan selalu ada suara petani yang terus meringis karena sejauh ini tidak satupun pejabat publik dan pihak berwenang mampu menyelesaikan permasalahan kemitraan sawit di Buol. Mereka akan terus menuntut para penguasa untuk memastikan hak-hak petani pemilik lahan kemitraan tidak dilanggar dan segera dipenuhi.
Reporter: Abdul Harahap
Editor: Anita Lesmana