Trimurti.id, Buol – Pada 23 Oktober 2024, para petani yang tergabung dalam Koperasi Amanah, yang bermitra dengan perusahaan sawit PT. HIP di Desa Winangun, menghadiri ‘Pertemuan Anggota Amanah’. Rapat tersebut digelar di Balai Desa Winangun, Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol
Pertemuan ini diselenggarakan oleh pengurus koperasi bersama kepala desa tanpa adanya undangan resmi. Dalam kesempatan tersebut, para petani menuntut transparansi terkait laporan hasil kebun kemitraan atau sumber dana Sisa Hasil Usaha (SHU), namun pengurus tidak memberikan keterangan yang memadai.
Japardin, salah satu petani, menyatakan bahwa para pengurus koperasi, termasuk Wakil Ketua Baharudin, Ketua Badan Pengawas Prana dan Fabianus, hanya memberikan jawaban tanpa rincian ketika diminta laporan. “Tidak ada penjelasan atau rincian yang seharusnya kami terima dari koperasi,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, sejumlah petani anggota koperasi menolak pembagian uang yang difasilitasi oleh kepala desa. Penolakan ini dilandasi oleh ketidakpuasan petani atas kurangnya transparansi dalam pengelolaan kebun kemitraan selama tiga tahun terakhir.
Selain itu, pengurus Koperasi Amanah tidak pernah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) selama periode tersebut, sementara laporan produksi dan penjualan Tandan Buah Segar tidak pernah dipublikasikan.
Fatricia Ain, koordinator Forum Petani Plasma Buol (FPPB), turut mendukung penolakan tersebut, menegaskan bahwa tidak ada transparansi dari pihak pengelola kebun kemitraan, PT Hardaya Inti Plantations (HIP), terkait hasil produksi dan penjualan Tandan Buah Segar.
Japardin menambahkan, kekhawatiran petani meningkat karena pada pembagian uang sebelumnya, dana yang diterima petani diklaim sebagai utang oleh pengurus koperasi.
Seniwati, pengurus FPPB, menilai penolakan para petani beralasan. Menurutnya, transparansi dari pengurus koperasi adalah hal yang wajar diminta, terutama karena koperasi ini mengelola lahan petani yang sertifikatnya telah diagunkan (mortaged) di bank.
Seniwati menekankan bahwa Rapat Anggota seharusnya dilakukan minimal setahun sekali, namun pengurus koperasi belum melaksanakannya selama tiga tahun.
Bahkan, beberapa keputusan strategis yang merugikan petani diambil tanpa persetujuan anggota, seperti penandatanganan utang ratusan miliar rupiah kepada PT. HIP, padahal utang pembangunan kebun telah dilunasi.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebelumnya juga telah memutuskan bahwa PT. HIP melanggar hukum kemitraan dengan Koperasi Amanah.
Masalah semakin rumit ketika pengurus koperasi membuat perjanjian dengan perusahaan baru, yang berpotensi membahayakan para petani dengan risiko kehilangan tanah dan sertifikat mereka.
Menurut Seniwati, transparansi dalam kemitraan sangat penting agar kedua belah pihak dapat meraih manfaat. PT. HIP harus lebih terbuka, begitu pula koperasi, yang seharusnya segera mengadakan rapat anggota untuk memperbaiki hubungan kemitraan demi kepentingan petani.
Dikutip dari Majalah Sedane, setelah menandatangani kontrak kemitraan inti plasma pada 2008, para petani menyerahkan tanah mereka untuk dikelola oleh perusahaan.
Namun, PT HIP tidak pernah memenuhi kewajibannya memberikan hak-hak petani sebagai bagian dari perjanjian bagi hasil.
Lebih parah lagi, petani justru dibebani utang sebesar Rp41 miliar oleh PT HIP melalui Koperasi Amanah. Di bawah kontrak kemitraan ini, PT HIP menguasai 1.123 hektar lahan milik lebih dari 500 petani anggota koperasi yang tersebar di Desa Modo I dan Winangun.
Menurut sumber yang sama, PT HIP adalah satu-satunya perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kabupaten Buol selama lebih dari 25 tahun.
Pada periode 2007 hingga 2014, PT HIP menjalin kerjasama kemitraan inti plasma dengan tujuh koperasi tani yang mengelola sekitar 6.746 hektar lahan, melibatkan 4.934 petani di berbagai desa sekitar perkebunan.
Konflik tanah antara PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) dan petani di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah semakin berkepanjangan.
Di sepanjang konflik tanah tersebut, bentrok dan kriminalisasi yang terjadi merugikan pihak petani. Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah mengabarkan konflik ini selalu berujung pada pemidanaan petani.
Sebagai warga yang sedang bersitegang dengan pihak swasta, Forum Petani Plasma Buol menuntut peran pemerintah setempat dan mempertanyakan posisinya.
FPPB melayangkan Rapor Merah kepada Drs. M. Muchlis, MM yang menjabat sebagai P.j. Bupati Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah sedari 13 Oktober 2022 yang memasuki akhir jabatannya pada 18 Oktober 2024.
Rapor Merah diberikan kepada penjabat Bupati Buol karena dinilai tidak dapat menyelesaikan masalah konflik kemitraan pembangunan perkebunan sawit di kabupaten Buol.
Selain itu FPPB menilai Muchlis telah menghambat bahkan memperburuk upaya penyelesaian kemitraan sawit yang selama belasan tahun diupayakan oleh petani.
Padahal PT. HIP adalah anak perusahaan CCM Group yang telah beroperasi di Kabupaten Buol sejak 1995. Perusahaan itu milik keluarga Siti Hartati Murdaya terpidana suap pengurusan izin HGU pada tahun 2012 di Buol.
Koordinator FPPB, Fatrisia Ain, mengatakan catatan buruk bagi pemimpin daerah ini perlu untuk diberikan kepada setiap pemimpin yang telah menjabat dan harus diketahui oleh publik, agar publik tahu dan tidak lupa atas keburukan seorang pemimpin ketika memegang kekuasaan.
Apabila mereka menjadi pemimpin atau mencalonkan lagi menjadi pemimpin, rakyat dapat mempertimbangkan pilihan pemimpin sebaik-baiknya.
Rapor Merah ini penting dikabarkan, terlebih masyarakat Buol akan menghadapi pemilihan Bupati di Kabupaten Buol pada November mendatang.
Sebagai pengingat kepada masyarakat Buol, khususnya kaum tani agar tidak melupakan para pejabat pemerintahan yang selama ini acuh terhadap penyelesaian masalah petani.
Juga mengingat pejabat yang membela kepentingan perusahaan dan mengorbankan kepentingan petani, terutama bagi mereka yang saat ini mencalonkan diri sebagai Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Buol.
Rapor Merah yang diberikan kepada Pj. Bupati oleh FPPB ini bukan tanpa dasar. Menurut Fatrisia sejak tahun 2023, Muchlis didesak oleh para petani melalui aksi dan Rapat Dengar Pendapat untuk menyelesaikan masalah kemitraan.
Sehingga pada 18 Oktober 2023 Penjabat Bupati Buol membentuk tim penyelesaian masalah petani dan koperasi plasma yang diketuai Muchlis.
Namun, genap satu tahun tim gabungan yang beranggotakan pejabat dari dinas-dinas terkait, DPRD hingga ketua-ketua koperasi tani kemitraan itu tidak melakukan pekerjaan yang signifikan, apalagi menyelesaikan masalah.
Bahkan tim tercatat hanya pernah melakukan pertemuan tiga kali, begitupun dengan verifikasi dan validasi keanggotan koperasi sampai saat ini tidak berjalan setelah mendapat hambatan dari para pengurus koperasi.
Sementara pembentukan tim tentu menyertakan penggunaan anggaran daerah tetapi sangat disayangkan tidak menghasilkan apapun dalam upaya penyelesaian masalah.
FPPB sebelumnya telah menduga tim yang dibentuk oleh Pj. Bupati tersebut hanyalah untuk meredam gejolak aksi-aksi damai yang kerap digunakan petani untuk menuntut tanggung jawab pemerintah.
FPPB menduga tim penyelesaian itu malah “dimanfaatkan” oleh pihak PT. Hardaya Inti Plantations untuk berkilah dari segala tuntutan.
Dalam proses sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI, PT HIP kerap kali dengan alasan perbaikan akan menunggu hasil kerja dari tim gabungan Pj. Bupati Buol terlebih dahulu.
Menanggapi hal tersebut, FPPB pernah mengusulkan kepada Pj. Bupati Buol agar Tim Gabungan tersebut dibubarkan, tetapi tidak digubris, justru petani yang ditemui oleh Asisten Tiga saat aksi diminta bersabar dan tidak perlu ada pembubaran tim.
Menurut FPBB tim penyelesaian tersebut tidak saja telah menghambat, tim yang dikepalai Pj. Bupati Buol itu dinilai tidak konsisten dalam tindakannya terkait masalah konflik kemitraan ini.
Pemerintah daerah juga didesak untuk memfasilitasi terlaksananya Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi, mengingat koperasi-koperasi yang menjadi Lembaga dalam membangun kemitraan pembangunan kebun antara petani pemilik lahan dengan PT. Hardaya Inti Plantations.
Pj. Bupati Buol pada bulan Juli 2024 mengeluarkan desakan kepada koperasi-koperasi karena tidak pernah melakukan RAT, tetapi tidak digubris oleh para pengurus koperasi.
Dengan tidak mengambil tindakan apapun agar koperasi bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak merugikan petani sebagai anggota.
Namun di sisi lain pada tanggal 8 Agustus 2024, Pj. Bupati justru memfasilitasi pengurus – pengurus koperasi yang tidak mengindahkan desakan menyelenggarakan RAT.
Tujuan RAT tersebut ialah penandatanganan MoU kerjasama baru antara PT. Usaha Kelola Maju Investasi (UKMI) dengan Koperasi Amanah dan Bersama.
Lebih lanjut penandatangan kerjasama dengan PT. UKMI semakin memperunyam kemitraan karena kejelasan kemitraan.
Masalah kemitraan dengan PT. HIP selama 16 tahun yang terbukti merugikan petani belum terselesaikan, malah sekarang dibuat kerjasama baru dengan PT. UKMI.
PT UKMI sendiri diketahui perusahaan yang baru didirikan pada tahun 2023 dan diduga tidak memiliki izin usaha perkebunan.
Selain itu berdasarkan Akta Notaris PT. UKMI perusahaan tersebut kepemilikanya sebagian adalah orang-orang dari PT. HIP.
Sehingga diduga kuat bahwa peralihan atau memasukan PT. UKMI dalam kemitraan yang sedang berlangsung antara PT. HIP dengan petani pemilik lahan adalah upaya untuk penguasaan lahan dan sertifikat hak milik petani.
Sebagaimana dibuktikan dalam Sidang Putusan Majelis KPPU RI pada tanggal 9 Juli 2024, terkait pelaksanaan kemitraan PT. HIP yang melanggar Pasal 35 ayat (1) UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Baca Juga : Petani Sawit Buol Menanti Perusahaan Kembalikan Lahan, Konflik: Petani Plasma Buol Tuntut Tanggung Jawab PT HIP, Petani Plasma Buol dan Buruh Kebun PT HIP Bentrok, 3 Orang Cedera
Reporter: Abdul Harahap
Editor: Rokky Rivandy