Trimurti.id, Tarakan – Selayaknya kota-kota besar lain di Indonesia, Tarakan juga menyandang predikat sebagai Kota Pintar (Smart City) sekaligus pusat pendidikan dan pusat industri di wilayah Kalimantan Utara.
Namun, di balik megahnya embel-embel Smart City, Tarakan menyimpan cerita kelam tentang eksploitasi pekerja anak. Banyak dari mereka harus berpisah dengan orangtuanya untuk pergi bekerja dan melepas masa kanak-kanak mereka yang menyenangkan.
Di usia yang sepatutnya mereka habiskan untuk bermain dan mengenal dunia lebih luas dengan imajinasi mereka. Para pekerja anak di kota Tarakan harus berjibaku mencari pundi-pundi rupiah dengan menjadi penyelam mutiara laut, pekerja rumah tangga, penjaja makanan eceran, pekerja tambang, dan lain-lainnya.
Tak hanya pekerja anak, persoalan krisis ruang juga masalah akut di kota Tarakan. Meski dikenal kota pintar, pada kenyataanya kota ini hanya diperuntukan bagi kelancaran bisnis dan perputaran uang belaka.
Sebab, hampir setiap tempat di kota Tarakan adalah milik beberapa kelompok dan individu berdompet tebal yang memiliki kuasa untuk menetapkan norma dan melakukan hal apapun semau mereka.
Dengan memanfaatkan ketersediaan ruang di bagian pesisir yang dirimbuni pohon bakau. Pada tanggal 3 dan 4 Juni 2023, Literasi Jalanan Tarakan melakukan open donasi, pagelaran kesenian seperti musik dan pameran foto, serta membangun ekonomi mandiri untuk terus bersolidaritas.
Open donasi ini bukanlah gerakan amal yang didasarkan pada rasa kasihan. Ini adalah bentuk protes! Kita sedang mengkritik ketimpangan. Dimana sistem pendidikan yang semrawut, kemiskinan struktural, anak terlantar, anak yang dipaksa berpisah dari orang tuanya, anak yang dieksploitasi untuk bekerja di usia bermain, dan sebagainya merupakan kejahatan terorganisir yang harus disebutkan dan harus kita lawan bersama-sama.
Foto bercerita kali ini menampilkan beberapa potret pergelaran musik dan gambar yang dipamerkan oleh Literasi Jalanan Tarakan.
Get up. Solidarity is here.
Foto: Literasi Jalanan Tarakan
Teks: Ahmad Nurmansyah
Editor: Anita Lesmana