Categories
Kabar Perlawanan

Ancaman Penggusuran Dago Elos: PN Bandung Emoh Keluarkan Penetapan Non Executable

Trimurti.id, Bandung – Usai mempetisi Pengadilan Negeri Bandung di Jalan L.L.R. E Martadinata No 74-80 pada Selasa 5 Maret 2024. Kurang dari 40 jam berikutnya, sekitar 100 lebih warga Dago Elos kembali menggeruduk Pengadilan Negeri Bandung. 

Mereka datang dengan tuntutan yang sama: Menuntut ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan Non executable dan menerbitkan izin akses kepada kuasa hukum dan pihak terkait lainnya khususnya penyidik kepolisian untuk membuka akses perkara Dago elos sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1986.

Saat berhasil memasuki halaman depan PN Bandung, warga Dago Elos melakukan orasi dan membentangkan spanduk tuntutan secara serempak. Tak lupa, para Ibu juga terus mengumandangkan yel-yel perjuangan di halaman depan gedung PN Bandung.  

“Dago bersatu tak bisa dikalahkan!”

“Dago bersatu melawan setan tanah!”

Butuh dua jam lamanya bagi warga Dago Elos untuk dapat menemui pihak pengadilan Negeri Bandung. Sesudah beristirahat dan melaksanakan ibadah sholat dzuhur, tepat pukul 13.00 WIB, tiga orang perwakilan warga Dago Elos bersama tim kuasa hukum dipersilahkan memasuki sebuah ruangan untuk berdialog. 

Saat memasuki ruangan itu, tiga orang juru bicara (jubir) pengadilan–yang tidak diketahui namanya tersebut–sudah menunggu warga Dago Elos. Ketiga jubir itu bertanya kepada warga Dago Elos apa gerangan yang membuat para warga rajin menggeruduk Pengadilan Negeri Bandung.

“Pihak warga tidak menerima mengapa putusan dan pelaksanaan putusan Aanmaning buru-buru dikeluarkan padahal objek sengketa dan subjek individu yang tergugat itu tidak cukup valid. Warga yang sudah meninggal dianggap mangkir, padahal yang wakilin masih ada keturunannya. Lahan 6,9 hektar itu di mana aja, gak ada keterangannya.”

“Bukan itu aja, terus banyak warga yang harus bekerja dan lain-lain tidak sempat ikut sidang. Ini (PN Bandung) malah mau menerbitkan surat Aanmaning kedua nanti 19 Maret (2024).” sambung Angga, perwakilan warga Dago Elos. 

Salah satu dari juru bicara Pengadilan Negeri Bandung itu lalu menjawab pertanyaan tersebut. 

“Aanmaning ini hanya bersifat mengingatkan saja bahwa ada ketetapan hukum. Untuk mencapai proses eksekusi, banyak lagi proses yang dilalui. Tidak serta-merta kita melakukan eksekusi, kita juga harus melihat situasi lapangan apakah memungkinkan atau tidak eksekusi dilakukan.”

Tak puas dengan jawaban dari sang juru bicara, Angga kembali bertanya. 

“Lalu apakah pertimbangan penetapan eksekusi Aanmaning? Mengapa tidak mempertimbangkan aspek sosial di masyarakat? Padahal warga sedang menempuh pelaporan pidana di Polda Jabar?”

Lalu, warga lainnya yang biasa disapa teh Ayang menambahkan.

“Pihak PN seharusnya memahami kasus sengketa lahan ini dengan sudut pandang kemanusiaan dan sosial. Ada sekitar 2000 ribu jiwa yang terancam oleh penggusuran tanpa penggantian rugi.”

Meskipun para jubir PN Bandung berbicara secara bergiliran. Namun ketiganya sama mengulang kuliah hukum tentang norma hukum dan tata cara surat-menyurat, yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh warga.

“Ini urusan-urusan hukum yang dilakukan oleh hakim pendahulu. Kami hanya melaksanakan putusan yang sudah inkracht. Sama seperti robot kerjanya kami ini, pak. Terus selama ini kedua belah pihak (tergugat-penggugat) belum ketemu atau bermediasi.”

Di akhir sesi dialog, Angga kembali bertanya kepada tiga juru bicara itu. 

“Apa pertimbangan PN Bandung mengeluarkan putusan Aanmaning di awal tahun 2024? Padahal PK Mahkamah Agung, kalau tidak salah, sudah keluar di bulan Juni 2022. Itu sudah dua tahun lamanya.” 

“Ini pertanyaan menarik. Putusan PK (red: yang memenangkan tiga Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha) harus dilaksanakan untuk menjaga wibawa Pengadilan Negeri Bandung. Agar PN Bandung dapat memastikan pihak pemohon (PT DIG) mendapat hak-hak. Apalagi sekarang ini hakim pengadilannya baru-baru pak.” 

Pernyataan terakhir itu cukup membuat warga dan tim kuasa hukum tak bisa banyak berkata-kata. Atas nama marwah dan martabat lembaga, pihak pengadilan justru memilih mengakomodir permintaan Muller dan PT DIG, meski pun warga telah berulangkali mengingatkan ihwal kejanggalan dari gugatan dua pihak ini.

Baca juga: Ancaman Penggusuran Dago Elos, Bandung: Mendapat Teguran Pengadilan, Warga Laporkan Pengusaha Tekstil Jo Budi Hartanto Ke Polisi 

Dengan kondisi pengadilan yang mengabaikan permintaan warga, sesi audiensi berakhir. Tak ada kepastian, tak ada keadilan. Pengadilan tetap emoh mengeluarkan keputusan non-exectuble atas lahan yang dihuni oleh warga. Perwakilan  keluar ruangan dengan bayang-bayang penggusuran yang masih menggelayut di kepala.

Tetap Tegak Berdiri, Walau Keadilan Belum Berpihak 

Pembaca budiman, untuk diingat, pada Selasa 5 Maret kemarin warga Dago Elos juga melakukan aksi yang serupa. Saatitu aksi warga juga diikuti oleh mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Bandung yang berjumlah 200 orang lebih. Tak dinyana, sejak pagi hari pihak Pengadilan Negeri Bandung mengerahkan aparat gabungan TNI-Polisi dengan persenjataan lengkap: mobil water cannon hingga tameng dan pentungan berserakan di halaman pengadilan.

Di tengah penjagaan aparat yang sangat keta–dan perimeter yang menutup ruas jalan L.L.R.E Martadinata hingga jalan Cihapit–warga menunggu pihak PN untuk menemui mereka. Setelah hampir lima jam menunggu, mengarungi hujan dan panas-terik jalanan, pihak PN tak kunjung datang.

Aksi warga Dago Elos merupakan tindak lanjut atas sikap PN Bandung yang lambat dan seolah tak berniat merespon surat warga pada 29 Februari 2024 untuk mengadakan dialog. Entah karena didesak oleh massa, atau memang kerja institusi ini memang kelewat lambat. Barulah pada Kamis 7 Maret 2024 pihak pengadilan mau menemui warga.

Dengan hasil audiensi yang menunjukan ke mana pengadilan bersikap, warga tak ingin pulang dengan kekecewaan yang mereka pendam.  Sebelum meninggalkan Pengadilan Negeri Bandung, warga ‘menghadiahi’ pengadilan sebuah kado yang tak akan pernah dilupakan oleh pihak pengadilan sampai kapan pun. Sebuah cinderamata atas kinerja buruk pengadilan yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat.

Tentu ungkapan warga tersebut bukanlah akhir dari perjuangan warga. Dengan jejak kebohongan dan pemalasuan yang ia lakukan, Muller masih melenggang di luar sana. Begitu pun PT. Dago Inti Graha yang–beberapa waktu lalu melalui kuasa hukumnya Alvin Wijaya Kesuma–ngotot meminta pengadilan untuk mengeluarkan surat Aanmaning (teguran). 

Ancaman penggusuran masih akan mengintai warga di hari-hari ke depan. Warga memutuskan untuk balik kanan. Dengan amarah yang tersisa dari pengadilan, di sepanjang jalan warga tak henti-hentinya menerikan yel-yel mereka. Mengabarkan ke seluruh pengguna jalan yang mereka lewati, bahwa Dago Elos masih melawan.

“Dago bersatu tak bisa dikalahkan!”

“Dago bersatu melawan setan tanah!”

Bagi warga, Dago Elos bukan hanya tempat tinggal fisik. Dago Elos adalah ruang yang menghidupi warga selama beberapa generasi. Di tempat ini lah identitas, ikatan sosial serta memori kolektif warga lahir. Apa jadinya bila warga dicerabut dari ruang hidupnya?

Seperti pepatah lama, manusia tanpa tanah bagai tubuh tanpa jiwa. Pepatah lama itu nampak tak ada di dalam kamus Pengadilan Negeri Bandung, tiga Muller bersaudara, dan PT Dago Inti Graha. Hanya warga-lah yang memahami ungkapan itu dengan sepenuh hati.

 

Reporter: Baskara Hendarto 

Editor: Abdul Harahap